kulitkacang10
TS
kulitkacang10
Saat Kita Berhenti Bermain Sosial Media

Sumber gambar: okezone.com

Dalam satu sampai dua dekade terakhir, interaksi antar individu via sosial media sangat merajai internet daripada produk-produk internet lainnya di muka bumi. Sosial media yang menginfiltrasi kehidupan kita sehari-hari ini sebenarnya muncul pertama kali dengan ide untuk menghubungkan satu individu dengan individu lain yang terpisah oleh jarak agar dapat tetap berkomunikasi. Seiring berjalannya waktu, ide itu kini berkembang menjadi lebih spesifik seperti menjadikannya lapak berjualan, panggung berorasi daring, meneriakan pendapat dalam forum online, berkampanye politik, sampai yang paling ticky adalah menyebarkan hoax dan membuat gempar satu negara (bahkan kadang sedunia). Hampir separuh kehidupan kita kini dihabiskan untuk membuka sosial media.

Kalimat terakhir dari paragraf pembuka thread ini cukup membayangkan isi dari thread ini. Ya, kehidupan kita kini sudah diinvasi oleh sosial media. Seakan tak cukup waktu 24 jam dalam sehari bagi kita karena waktu berjalan sangat cepat ketika kita tenggelam dalam jaringan saat berain sosial media. Sayangnya, semakin banyak pengguna sosial media dari berbagai kalangan di suluruh dunia, membuat kita terpapar banyak sekali konten baik itu bagus untuk kita maupun sebaliknya. Konten-konten itu tak jarang dapat menghipnotis dan mempengaruhi cara berpikir kita. Dalam konteks pengaruh negatif sosial media, dampak yang ditimbulkan sering kali berupa:

1. Tingginya tingkat depresi akibat terpapar banyak sekali hal negatif di sosial media seperti cemoohan, ujaran kebencian, bahkan sampai ancaman. Banyak sekali contoh kasus untuk poin ini seperti kasus meninggalnya beberapa artis K-POP karena komentar netizen.
2. Menurunnya kepercayaan diri dan determinasi untuk terus bekerja dan berusaha akibat postingan keberhasilan orang lain. Terkadang, banyak orang yang merasa down setelah orang lain tampak effortless namun berhasil mengejar tujuannya. Produk akhir dari hal ini adalah timbulnya perasaan gagal bahkan dapat mengarah ke depresi.
3. Munculnya keinginan untuk mendapatkan apa yang orang lain dapatkan. Kasus seperti ini sering terjadi pada orang-orang yang iri melihat teman di sosial medianya memiliki barang atau sesuatu bervalue tinggi menurut dirinya.
4. Menurunnya kepercayaan diri akibat tidak memiliki hubungan pertemanan sebaik pertemanan orang lain berdasarkan postingan yang orang lain tersebut post di media sosial.

Selain keempat faktor tersebut, sebenarnya masih banyak lagi faktor-faktor turunan yang berdampak bagi kesehatan mental seseorang akibat bermedia sosial. Untuk menyelesaikan problematika ini sebenarnya cukup sederhana, yaitu cukup dengan berhenti bersosial media atau lebih tepatnya, berhenti untuk terlalu personal saat bermedia sosial. Solusi ini sendiri tampak mudah namun sangat jarang diambil oleh banyak orang karena seperti yang sudah disinggung di awal, media sosial sendiri sudah menguasai hampir separuh kehidupan sehari-hari kita. 

Berhenti dari sosial media sejatinya opsi yang layak untuk di coba untuk menghentikan efek domino akibat sulitnya mengatur paparan konten negatif dari media sosial. Jika tidak dapat berhenti total, setidaknya kita bisa mencoba untuk berhenti terlalu personal di dalamnya. Kita harus mencoba untuk berhenti menunjukan eksistensi kita demi validasi di depan orang-orang. Penting bagi kita untuk bersikap bodo amat dengan semua hal di sosial media karena sikap itu sejatinya yang bisa menyelamatkan kita. Bodo amat dengan semua yang terjadi di internet dan menarik diri dari perdebatan netizen setidaknya bentuk apresiasi kita pada kesehatan mental kita sendiri. Bayangkan, jika kita bodo amat dengan konten sampah misalnya, kita berhasil menahan diri untuk tidak berkomentar, akan banyak sekali waktu yang bisa kita efisienkan, akan ada banyak waktu yang bisa kita pakai untuk keperluan lain dari pada ikut terlibat perdebatan mengenai konten sampah tersebut, dan masih banyak lagi hal-hal baik yang kita dapatkan. Pada akhirnya, sikap bodo amat akan membuat kita tidak perlu selalu merasa kurang setiap bermedia sosial, keinginan untuk berkomentar atau merasa iri akan jauh berkurang.

Jika semua kebodo amatan itu telah berlangsung, langkah selanjutnya adalah langkah yang juga sederhana, yaitu: berhenti total bermedia sosial. Karena, diri kita pada akhirnya akan merasakan: selama ini bermedia sosial itu bertujuan untuk apa? untuk iri dengan kekayaan orang lain? untuk berkampanye? untuk curhat? atau untuk apa?

Sumber:
Opini Sendiri

Gambar
Google Images
Diubah oleh kulitkacang10 13-12-2020 13:32
faster10mpasha14tien212700
tien212700 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.4K
36
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.3KAnggota
Tampilkan semua post
kulitkacang10
TS
kulitkacang10
#1
harus hati hati gan
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.