thedreamcrusherAvatar border
TS
thedreamcrusher
Siapa yang harus disalahkan? Siapa yang harus ku pilih?


Perkenalkan nama aku Michael biasa dipanggil teman-teman sekolah mikel, maikel, kel, maek, mek. emoticon-Ngakak

Lanjut, aku berasal dari keluarga yang cukup berada, dari sd hiingga sma sekolah swasta. Tapi bukan karena bodoh, karena papa emang mau aku mendapatkan Pendidikan yang lebih berkualitas, namun hal ini bukan berarti aku tidak mempunyai masalah hidup, orangtua sebenarnya sudah bercerai sejak aku kecil dan sejak sd hingga sma aku tinggal bersama papa dan mama tiri.

Sebelumnya aku 2 bersaudara anak terakhir, dan kakak ku dibawa oleh ibu kandung, dan sekarang aku memiliki tambahan 2 orang adik dari mama tiri tentunya

Hidup didalam keluarga tiri tidak lah semudah yang orang-orang rasakan, sebagai anak pertama dalam keluarga tiri aku selalu diperlakukan tidak adil dengan alasan “sudah besar”, seringkali kesabaran ini diuji, setiap kesalahan selalu bertumpu pada ku.

Apakah semua orang yang hidup dalam keluarga tiri juga merasakan hal yang sama seperti aku?

Setelah menginjak SMA, aku sudah mulai mengerti bagaimana menyikapi ketidakadilan ini, ketika itu terjadi aku lebih memilih untuk diam dan cuek.

Tapi dibalik itu semua banyak kesedihan yang harus ku pendam. Medengar dan melihat teman-teman tinggal bersama kedua orangtua kandung rasanya iri bercampur sedih.

Waktu berlalu, aku tamat SMA dan bingung harus lanjut kemana. Tiba-tiba ibu kandungku memberi kabar bahwa aku harus tinggal bersama dengannya untuk sementara waktu. Dan aku meng-iyakan karena berhubung libur setelah UN, disana aku hanya menjadi beban keluarga. Setiap hari bemain hp dan juga bingung harus melakukan apa, aku tidak semangat untuk lanjut kuliah, disini aku memang salah. Ketika teman-teman yang lainnya disibukkan dengan pendaftaran kuliah diriku hanya sibuk bermain.

Melihat aku yang terus-terusan tidak jelas mau kemana dan hanya dirumah, ibu kandungku memaksa untuk masuk ke pondok pesantren. Ini bukanlah perkara yang mudah, terjadi setidaknya 1-3 hari pertengkaran dulu, baru setelah itu aku pasrah menuruti kehendak ibu.

Setelah sekitar 4 minggu berada disana rasanya sangat tidak nyaman, aku yang terbiasa hidup bebas terasa sangat dikekang. Bukannya merasa lebih baik justru aku merasa lebih buruk berada disini. Memang segala yang dipaksakan itu tidak akan pernah berakhir baik.

Namun aku masih punya teman yang sesekali datang menjumpai dan juga papa terkadang datang membawa makanan dan uang saku. Papa tidak terlalu mau mencampuri urusan ibu yang memasukkan aku ke pesantren, ia hanya setuju-setuju saja.

Dengan keadaan seperti ini setiap malam aku menangis melihat foto papa dan ibu kandung, teringat mereka dulu bersama. Tapi sudahlah tidak akan ada yang berubah.

Pada akhir bulan September 2019 aku sudah tidak tahan berlama-lama di pondok pesantren ini, aku memberanikan diri untuk kabur dan pulang ke rumah papa. Malam itu hujan sangat deras, dan lokasi pondok pesantren jauh dari rumah papa, aku pulang diantar oleh orang tidak dikenal yang kebetulan satu arah.

Papa tidak mempermasalahkan hal ini, aku hanya tinggal disana seperti biasa. Tak lama kemudian ibu menelfon dan marah-marah karena mendapat kabar aku kabur dari pondok pesantren, aku tau ini salah dan aku pantas mendapatkannya.

Akhir percakapan itu, Ia hanya berpesan jika kita datang kesuatu tempat ada baiknya kita berpamitan, bukan kabur begitu saja.

Seperti kata pepatah “datang nampak muka, pergi nampak punggung”.

Disitu aku juga mengatakan ke ibu bahwa aku sudah tidak sanggup tinggal disana dan menetapkan pilihan untuk tinggal disini, aku tahu niat ibu baik. Bahkan ia sangat merencakan kehidupan ku kedepannya, tapi aku bukanlah orang seperti itu yang bisa dipaksa-paksa. Aku lebih memilih hidup dengan pilihanku sendiri apapun resikonya.

Setelah kejadian itu aku datang kerumah ibu dan berbicara baik-baik dengannya empat mata, ia kecewa, putus asa, lelah dan kasihan melihat keadaanku kedepannya mau jadi apa. Tapi aku katakan tidak apa-apa, aku pantas hidup seperti ini, diperlakukan seperti ini. Aku hanya bersyukur dan akan menempuh jalan sendiri.

Setelah terakhir kali menemui ibu, kami tidak lagi berkomunikasi hingga saat ini. Mungkin ini lah jalannya, di satu sisi aku tidak ingin menjadi durhaka, dan satu sisi aku juga tidak ingin hidup dibawah paksaan.

Tinggal bersama papa dan ibu tiri kembali juga tidak mudah, tapi aku sudah terbiasa diperlakukan tidak adil, dan merasa lebih nyaman ketimbang di pondok pesantren. Sekarang kesibukkan ku membantu usaha papa, sambil menunggu kedepannya mau kemana.


Terimakasih untuk semuanya yang sudah membacaemoticon-Jempol

Dari cerita pengalaman hidup aku tadi apakah ada saran dan kritikan dari agan-agan agar menjadi pelajaran bagi kita semua, bukan hanya aku tentunya yang mengalami broken home, mungkin diluar sana banyak sekali dengan kasus berbeda dan bahkan lebih berat.

Silahkan jika ingin berbagi pengalaman atau masukkannya
emoticon-Shakehand2
kakusaf
tien212700
mawar.sendja
mawar.sendja dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Tampilkan semua post
thedreamcrusherAvatar border
TS
thedreamcrusher
#1
Quote:


Makasi gan sudah mampiremoticon-Blue Guy Cendol (L)
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.