anis.sandi1Avatar border
TS
anis.sandi1
Perangi Huawei dan Ekonomi China: Bunuh Diri Pasar Bebas AS
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah meninggalkan prinsip inti pasar bebas dalam perang melawan China, baik perang dagang maupun teknologi termasuk pelarangan Huawei.

Pada 1 Maret 2018, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengklaim, “Perang dagang itu baik dan mudah dimenangkan.” Namun, keputusan Trump untuk mengobarkan perang dagang melawan China ternyata merupakan tindakan bunuh diri.

Posted on September 15, 2020 at 6:42 am

FacebookTwitterWhatsAppLineTelegramFacebook Messenger
Email
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah meninggalkan prinsip inti pasar bebas dalam perang melawan China, baik perang dagang maupun teknologi termasuk pelarangan Huawei.
Pada 1 Maret 2018, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengklaim, “Perang dagang itu baik dan mudah dimenangkan.” Namun, keputusan Trump untuk mengobarkan perang dagang melawan China ternyata merupakan tindakan bunuh diri.
Dua setengah tahun terakhir telah menunjukkan perang dagang secara signifikan merugikan ekonomi AS. Selain itu, perang teknologi yang sedang berlangsung antara dua ekonomi terbesar dunia telah mendorong ekonomi AS ke tepi jurang di tengah pandemi COVID-19 serta membuktikan China mandiri dan tangguh. Bhim Bhurtel menyoroti dalam opininya di Asia Times, perang dagang dan teknologi terbukti menyakitkan dan tidak mendatangkan keuntungan bagi ekonomi AS.
Baca Juga: Besok Resmi Diputus AS, Akhir Kebangkitan Huawei?
Pemerintahan Trump terlihat tidak paham dan kurang mumpuni. Penasihat Perdagangan Navarro, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, Perwakilan Dagang Robert Lighthizer, dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin telah mengklaim mereka telah menghukum China. Mereka berhasil mengusir Huawei dari AS dan beberapa negara sekutu. Akhirnya, mereka yakin akan memenangkan perang dagang dan teknologi melawan China.

Menurut opini Bhim Bhurtel di Asia Times, yang terjadi justru sebaliknya: Mereka menghukum produsen, konsumen, pekerja, dan pemasok Amerika Serikat. Mereka meninggalkan prinsip-prinsip inti Amerika yang dianggap paling berpengaruh di dunia pasca-Perang Dunia II.
Kapitalisme pasar bebas menjunjung beberapa prinsip inti. Para pendukungnya, termasuk AS yang paling bersemangat menganggap kapitalisme lebih unggul daripada sistem lain mana pun dalam bidang produksi, distribusi, konsumsi, dan perdagangan. Terdapat produksi dan konsumsi barang dan jasa secara sukarela, dengan kebebasan bagi setiap individu untuk membuat pilihan sendiri.
Sistem kapitalisme pasar bebas mempromosikan dan melindungi perdagangan internasional yang bebas serta pergerakan bebas modal, tenaga kerja, ide, pengetahuan, keterampilan, dan teknologi, lantas berfokus pada kemudahan berbisnis. Intervensi pemerintah untuk mempengaruhi hasil aktivitas pasar sangat terbatas. Selera dan preferensi konsumen menentukan alokasi sumber daya yang optimal.
Kapitalisme pasar bebas seharusnya sangat efisien dalam produksi dan distribusi, sehingga memastikan alokasi sumber daya yang optimal dengan memberikan insentif untuk harga dan keuntungan yang kompetitif bagi produsen. Hal ini mengarah pada inovasi dan penemuan yang didorong oleh persaingan serta menyediakan produk berkualitas bagi konsumen dengan harga yang wajar.
Kapitalisme pasar bebas dengan kata lain menjamin kebebasan dalam menentukan pilihan. Prinsip yang mendasari kapitalisme pasar bebas ini adalah pondasi kebebasan politik di AS. Impian Amerika untuk kehidupan yang lebih baik, kebebasan, dan pengejaran kebahagiaan bergantung pada pasar bebas.
Dalam ekonomi pasar bebas, jika konsumen harus membayar barang dan jasa daripada utilitas yang mereka terima, hal itu dilihat sebagai eksploitasi konsumen. Demikian pula jika produsen harus menjual produknya dengan harga yang lebih tinggi daripada yang mereka inginkan karena biaya produksi yang tinggi, itu merupakan eksploitasi produsen.
Eksploitasi konsumen atau produsen adalah hasil dari intervensi pemerintah di pasar melalui tarif, pembatasan kuantitatif, atau monopoli. Eksploitasi tersebut mengurangi alokasi optimal sumber daya ekonomi dan akibatnya menurunkan kesejahteraan ekonomi konsumen.




Baca Juga: AS Kecele, Perang Huawei Justru Tingkatkan Teknologi China
Pemerintah Amerika Serikat berusaha keras menghindari eksploitasi ini melalui undang-undang. Untuk itu, AS memiliki undang-undang antitrust yang ketat untuk menangani monopoli. Inti dari undang-undang ini diciptakan oleh tiga tindakan legislatif, yaitu Undang-Undang Anti-Trust Sherman 1890, Undang-Undang Komisi Perdagangan Federal, dan Undang-Undang Antitrust Clayton. Semua undang-undang itu bertujuan melindungi kesejahteraan konsumen, menjaga bisnis tetap kompetitif, dan memastikan alokasi sumber daya yang efisien.
Tujuan dari undang-undang antitrust adalah memaksimalkan kesejahteraan ekonomi rakyat Amerika melalui kapitalisme pasar bebas. Namun, perang dagang dan teknologi justru membuahkan hasil sebaliknya. Perang dagang-teknologi meminimalkan kesejahteraan konsumen, memaksimalkan eksploitasi konsumen dan produsen, membuat bisnis kurang kompetitif, sekaligus menggagalkan inovasi dan penemuan.
Menurut Trump, “Kami tidak bisa terus membiarkan China merudapaksa negara kita,” Trump mengumumkan tarif atas barang-barang China senilai lebih dari US$550 miliar sejak Juli 2018 hingga Agustus 2019. China pun mengumumkan tarif pembalasan atas barang-barang AS senilai lebih dari US$185 miliar. Namun, 30 bulan kemudian, ternyata Trump yang “merudapaksa” para konsumen, produsen, pekerja dan pemasok material, inovator, dan penemu Amerika secara ekonomi.
Misalnya, kontributor senior majalah Forbes Stuart Anderson mengklaim tarif Trump merugikan rumah tangga rakyat Amerika rata-rata US$2.031 pada 2019. Sebanyak 139,68 juta rumah tangga AS membayar hampir US$283,7 miliar pada 2019 sebagai kerugian bobot mati. Seperti itulah rupa eksploitasi konsumen Amerika.
Demikian pula, tarif yang diberlakukan oleh Trump untuk menghukum China merugikan produsen AS US$46 miliar dari Februari 2018 hingga Januari 2020. Akibatnya, margin keuntungan perusahaan Amerika berkurang secara signifikan.
Dengan demikian, beban tarif Trump telah bergeser ke produsen dan konsumen AS, bukan eksportir asing. Selain itu, tarif Trump menyebabkan pemotongan upah yang substantial, hilangnya pekerjaan bagi pekerja AS, serta kenaikan harga bagi konsumen dan produsen.
Inovasi dan penemuan juga terus terganggu seiring perang teknologi berlanjut. Perang teknologi antara China dan Amerika Serikat telah membuat banyak perusahaan AS merugi dan memaksa perusahaan China untuk mencari pemasok alternatif. Hasilnya, perusahaan China muncul sebagai pemenang. Kebijakan AS yang agresif kini mendorong China untuk lebih tangguh dan mandiri. Berbagai raksasa semikonduktor Amerika akan menjadi pecundang terbesar. Selain itu, perang teknologi akan membuat AS menjadi kurang inovatif dan kurang inventif di masa depan.
Beragam perusahaan Amerika Serikat memperoleh penghasilan dengan menjual barang dan jasa berharga tinggi berbasis kekayaan intelektual seperti perangkat lunak untuk komputer dan perangkat elektronik, merk dagang, hak paten, teknologi produksi, dan waralaba mereka. Namun, dengan adanya perang teknologi, tampaknya AS telah merugikan dirinya sendiri.
Seandainya perang teknologi terus berlanjut, China akan kian berhasil mengembangkan perangkat lunak dan sistem operasinya sendiri untuk telepon seluler, komputer, dan perangkat elektronik lainnya serta menyediakannya untuk konsumsi publik. Jika demikian, perusahaan AS akan kehilangan pendapatan yang signifikan yang biasa mereka terima dari perusahaan China dan seluruh dunia. Tidak ada lagi yang akan membayar perangkat lunak jika penggantinya tersedia secara gratis.
Ilustrasi hologram jaringan 5G. (Foto: Huawei)
Tak hanya itu, Amerika Serikat pun kehilangan pasar negara kelas menengah terbesar di dunia, yang dapat mengonsumsi produk-produk AS yang mahal.
Suatu hal yang terpenting, menurut opini Bhim Bhurtel di Asia Times, Amerika Serikat telah meninggalkan inti ekonomi pasar bebas, yang merupakan pusat kekuatannya untuk membentuk aliansi dan menginspirasi banyak negara di seluruh dunia.
Seperti demokrasi, pemilihan umum yang adil, supremasi hukum, peradilan yang independen, dan hak asasi manusia yang menjadi landasan sistem politik Barat, begitu pula kapitalisme pasar bebas. Sebagian besar sekutu Amerika Serikat percaya pada AS karena pondasi ekonomi, filosofis, dan ideologisnya. Namun, pemerintahan Trump telah menghukum sekutu AS yang berpikiran sama melalui perang dagang dan teknologi.
Ancaman Trump baru-baru ini untuk mundur dari lembaga perdagangan plurilateral Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan perang melawan Huawei menggambarkan AS tidak berkomitmen pada prinsip-prinsip pasar bebas dan aturan internasional.
Amerika Serikat berperilaku seperti prajurit Jepang zaman dulu yang dengan senang hati melakukan bunuh diri (seppuku). Itu adalah ritual yang dipraktikkan para prajurit samurai Jepang untuk mati secara sukarela demi mendapatkan kehormatan di hadapan masyarakat daripada menghindari rasa malu karena tertangkap dan kemungkinan besar akan disiksa oleh musuh mereka. Perang dagang dan teknologi pada akhirnya menjadi bunuh diri sukarela bagi kapitalisme pasar bebas Amerika.
Jika Amerika Serikat tidak mengatur ulang arah perang dagang dan teknologinya maupun melanjutkan kembali mekanisme plurilateral, Bhim Bhurtel menyimpulkan di Asia Times, AS tidak hanya akan merugikan konsumen dan produsen dalam negeri, tetapi juga akan kehilangan para sekutunya. Amerika harus menjauhkan ekonomi dari politik domestik dan internasional demi keuntungan mereka sendiri.
 

https://www.matamatapolitik.com/pera...ebas-as-opini/
soljin7
soljin7 memberi reputasi
1
1.2K
34
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita Luar Negeri
Berita Luar NegeriKASKUS Official
78.9KThread10.6KAnggota
Tampilkan semua post
xanax..for.saleAvatar border
xanax..for.sale
#1
amerika semangat koar2 pasar bebas sejauh menguntungkan dirinya.
selama ini menguntungkan karena tidak ada saingan, hingga datanglah cina dgn kekuatan besar yg tak disangka sangka amerika.

kehadiran cina di dunia membuat keuntungan amerika dari pasar bebas menurun, amerika yg udah terbiasa di zona nyaman, merasa terusik, dan mulai memerangi (dagang) cina.

sekian lama di untungkan dari pasar bebas, membuat amerika merasa too big to fail, sehingga pede aja melawan cina dgn cara2 tidak fair itu.

sadar dirinya tidak akan memenangkan perang dagang, amerika mulai melakukan keahliannya selama ini, militer ! laut cina selatan jadi medan perang nya, dan seperti yg sudah di duga amerika, cina bereaksi dgn lancarkan ancaman perang terhadap asean dan amerika. kali ini cina masuk jebakan provokasi amerika. justru perang itulah yg di tunggu tunggu amerika.

beberapa bulan kedepan akan menjadi masa masa penentuan perang amerika vs cina nanti. kalo sampai perang, percayalah, indonesia bakalan ikut hancur nanti, kecipratan ledakan senjata2 mereka.
hbhbhb2008
hbhbhb2008 memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.