goresanpena90
TS
goresanpena90
SAUDARAKU
Seperti kata pepatah
"Darah lebih kental daripada air"
Jika aku mengartikannya
"Hubungan darah jauh lebih erat daripada hubungan dengan orang lain"
Namun pada kenyataannya bagiku bahwa
"Darah tak selalu kental daripada air"


___________________________________

***
Sebut saja namaku Dina, anak kelima dari enam bersaudara.
Aku seorang istri dan sudah dikaruniai lima orang anak, sebenarnya enam tapi anak keempatku telah mendahului kami menghadap Sang Pencipta.
Aku sudah bercucu dari anak pertamaku. Usiaku kini 47 tahun.

Kakak pertamaku namanya Luna, kedua Ramli lalu Ramlan kemudian Tina lalu Aku serta adikku Rina.
Ibuku alhamdulillah masih ada meski usia sudah tidak lagi muda dan seenergik dulu, tapi masih mampu untuk sekedar berjalan dan masih sehat. Sedangkan ayahku telah mendahului kami 20 tahun lalu.

Kami bersaudara telah menikah dan masing-masing memiliki tempat tinggal. Tiga diantaranya saudaraku adalah seorang ASN yaitu Ramli, Tina dan Rina. Sedangkan Luna, Ramlan dan aku hanya seorang petani biasa, tepatnya istri seorang petani dan Ibu Rumah Tangga.

Itulah takdir, ketiga saudaraku yang ASN mampu menjalani pahit getirnya dunia sekolah karena kegigihan mereka, apapun kondisinya. Meski ditentang habis-habisan oleh orangtua kami.
Berbeda halnya dengan aku yang kata orang aku anak paling sabar diantaranya, bahkan membantah sedikit saja untuk urusan sekolah aku tak mampu.
Hanya karena uang lima ribu untuk pembayaran sekolah waktu itu memaksaku untuk tidak melanjutkan pendidikanku, aku berhenti dikelas dua sebuah Madrasah Tsanawiyah dikampungku.
Jangan tanya bagaimana sedihku.
Jawaban yang aku dapat

"Tidak usah sekolah jika harus membayar dengan uang sebesar itu!"

Orangtuaku tidak memberikannya.

***
Aku sering diminta bahkan selalu dimintai tolong oleh ketiga saudaraku yang ASN, ntah itu diminta menjaga anak-anak mereka jika keluar kota ataupun perjalanan dinas atau membantunya memasak jika ada tamu besar dan banyak lagi.

Lebih seringnya Ramli,
"Kerumahku ya. Aku mau keluar kota seminggu, anak-anak tidak ada yang jaga."

"Minggu depan aku ada dinas lima hari, kerumahku ya! Kasihan anak-anak tidak ada yang urus."

"Dua hari lagi ada tamuku. Kerumahku ya masak!"

"Besok aku dan istriku pulang kampung (kampung istrinya). Kerumah ya, sibungsu ikut tapi sisulung tinggal sendiri."

Hanya seputar itu, tidak bisa dibantah, tepatnya aku tidak bisa menolak.

Aku punya suami, punya anak yang masih kecil. Beruntung sekali, suamiku tidak pernah melarangku menolong saudaraku itu. Jangan pernah tanyakan soal materi, mereka punya semua. Dibanding aku yang tidak punya materi melimpah.

Aku dan suamiku hanya punya prinsip
"Jika bukan tenaga, apalagi yang bisa kupakai untuk membantu mereka?"

Berhari-hari aku meninggalkan suamiku, dipastikan bahwa ia memasak sendiri, mempersiapkan keperluannya sendiri, ditambah lagi jika bungsuku tidak ikut denganku.
Terkadang, bahkan selalu saudaraku Luna ataupun sepupuku yang masih sebelahan rumah denganku merasa jengkel denganku, aku pergi untuk saudaraku, sementara meninggalkan suamiku yang wajib untuk kulayani keperluannya.

Tidak segan memanggil suamiku untuk sekedar makan dirumah mereka karna merasa kasihan. Pulang-pulang lapar, harus mengurus diri pula. Jangan lagi ditanya sulungku yang sudah berkeluarga yang tinggalnya beda kota denganku, tepatnya dia dikota dan aku dikampung. Lebih sering aku tidak pernah memberitahunya jika aku meninggalkan ayahnya lagi. Sebab, akan semakin runyam jika saja ia tahu, ia paling marah jika aku meninggalkan kewajibanku untuk ayahnya demi saudaraku itu. Tapi lagi-lagi aku tidak bisa menolak. Ramli pun tak pernah sungkan jika ia menyuruhku, tak pernah basa-basi dahulu, langsung pada intinya. Padahal meski saudara harusnya menanyakan kesediaanku dahulu, aku diizinkan suamiku atau tidak.

Suamiku paham tabiat Ramli, ia pemarah, keras dan egois. Suamiku tidak pernah melarang.
"Tidak apa-apa kamu ke Utara saja bantu Ramli, daripada ia akan membencimu sampai bertahun-tahun. Jika ia tidak bisa menjaga persaudaraan, setidaknya kita tak membuat persaudaraan runtuh karenanya."

Seperti yang Ramli lakukan pada dua saudaraku yang lain, kalau bukan karena sakit yang dideritanya ia takkan memanggil saudaranya yang hampir 10 tahun tidak pernah dianggapnya.
Begitulah suamiku, selalu ingin menjaga dan menjaga hubungan persaudaraan meski yang harus selalu mengalah.

Hingga sakit Hepatitis yang Ramli derita sudah stadium 4, kata dokter hatinya sudah bocor seperti saringan. Ia merasa mungkin ajalnya sudah tidak lama lagi maka ia memanggil saudaranya serta keluarga yang lain untuk menjenguknya dan meminta maaf atas segala salah yang pernah ia perbuat.
Qadarullah ia sembuh dengan berbagai pengobatan yang ia lalui.

***
Ramli Kepala Bidang disuatu Instansi pemerintahan, kesembuhannya lagi-lagi membuatnya lupa akan segalanya. Jangan ditanya kemana istrinya jika aku kerumahnya, istrinya kerap meninggalkannya pulang kampung karena sifat egoisnya. Anak-anaknya ia larang dibawa istrinya. Meski begitu aku tidak tahu sudah berapa kali ia talak-rujuk istrinya. Setahuku talak 3 sudah tidak bisa rujuk lagi. Ntahlah. Padahal Ramli paham agama, ia pun cerdas. Tapi itu semua kalah dengan tabiat buruknya itu.

Hingga ia tersandung kasus korupsi Raskin dikantornya. Penjara? Iya!
Lagi-lagi tidak membuatnya jera, memaksa dan mengancam istrinya untuk mngeluarkannya dengan jaminan sejumlah uang ia diambil di bank. Sungguh miris. Aku sering sekali membesuknya dibalik jeruji dengan saudaraku yang lain, tak sungkan-sungkan memarahi dan memaki istrinya didepan kami, sipir serta tahanan lainnya. Sungguh! Istri yang begitu kuat mentalnya. Kami hanya bisa menahan malu. Malu semalu-malunya. Apalagi istrinya.

Akhirnya, "Pucuk dicinta ulam tiba."
Ia bebas!
Bukan lagi semakin tobat, malah makin jadi. Istrinya dituduhnya tidak menjaga harta suami malah membebankannya hutang 100 juta di Bank.
Uang untuk siapa?
Apalgi yang bisa diandalkan istrinya sejak ia masuk penjara selama setahun?
Anak dua orang sedang kuliah, biaya darimana?
Ongkos transportasi pergi-pulang Rutan di ibukota provinsi yang jarak 200 kilometer darimana? Bayar pengacara pakai apa?
Sedangkan usaha jualan pakaian digelutinya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Istri macam mana bisa tahan?
Ia pulang kampung dan tidak balik lagi.
Sudah capek dijadikan babu katanya, sudah berapa kali ia mengalami KDRT karna istrinya sudah tidak mau menjilat lagi demi kenaikan pangkat suaminya yang notabene pejabat tinggi adalah keluarga istrinya.

***
Tanah pembagian orangtua diantara kami bersaudara masih dalam satu sertifikat. Sertifikat dia ambil. Rencananya akan digadaikan lagi di Bank. Tapi persyaratannya kami bersaudara harus menandatangani surat perjanjian sebagai persetujuan atas sertifikat itu. Tapi aku dan keempat saudaraku tidak ada yang menandatanganinya membuatnya semakin murka.

Sawah yang ukuran 2x2 meter (sebagiannya dijadikan jalan jadi tersisa hanya 2x2 meter persegi) yang notabene masih milik orangtua yang suamiku sambungkan kesawah kami, sawah 2x2 meter itu diklaimnya. Ramli meminta Rina untuk menyampaikan padaku bahwa suamiku harus membuat bedeng (batas) kembali antara sawah milik kami dengan sawah yang 2x2 meter persegi itu. Tapi karena hujan berkepanjangan membuat sawah yang baru ditanami menjadi dipenuhi air, untuk membuat bedeng masih belum jelas batas dimana dulu yang pernah suamiku satukan batasnya. Menunggu sehari dua hari berharap air segera surut. Tapi belum juga surut karena hujan tak henti-hentinya.

"Apakah sawah itu sudah dibedeng kembali?"

Tanyanya pada Rina melalui telepon, dan Rina pun menjawab belum. Aku tak tahu, kenapa bukan aku yang diteleponnya. Tanpa mau tahu alasannya ia pun berkata lagi

"Suruh cepat suaminya bedeng sawah itu kembali, jika jangka dua hari belum juga, maka aku akan memanggilkannya Polisi!"

Deg.

Aku terkulai lemas, gemetar tak bisa berucap apa-apa. Terduduk lesu, air mataku menganak sungai.
Kami yang hanya rakyat jelata, tak ada materi. Jangankan melihat dari jarak jauh saat kami berkendara saja membuatku keringat dingin apalagi mendengar kata mendatangkan Polisi untuk menangkap kami.

Ntah phobia atau trauma, aku selalu gemetar sejak beberapa tahun lalu kami ditilang dikota karna melanggar lampu merah, maklum orang ndeso macam kami tak tahu jika ada yang dimaksud belok kiri langsung. Suamiku berhenti disisi kiri tepat lampu merah menyala. Yang harusnya belok kiri langsung, kami menghalangi kendaraan lain yang akan belok kiri langsung. Uang 250 ribu untuk mengganti gir motor serta pegangan dalam perjalanan raib untuk biaya tilang. Sementara rumah anakku masih berjarak 5 kilometer dan HP yang aku bawa lowbet, bensinpun kering. Kami berjalan, suamiku menuntun motor, aku menggendong sikecil.

Tanpa kata, dideras hujan kian turun dipukul 10 malam, suamiku keluar mengambil pacul menuju sawah demi membedeng sawah itu.
Dibawah butiran hujan yang deras mengenai tubuh ringkihnya serta kilatan petir dan gaungan guntur tak ia hiraukan.

Ia menangis, meratapi nasib yang katanya selalu ingin menjaga hubungan persaudaraan.

Ah, suamiku.

***
Dalam hubungan kekeluargaan apalagi persaudaraan yang erat kaitannya dengan hubungan darah dari Bapak dan Ibu yang sama semestinya harus saling menjaga, mendukung dan melindungi satu sama lain.

Tak ada yang lebih berharga dari persaudaraan, selain mengingatkan akan kebaikan karna sejatinya saudara yang menginginkanmu kesurga bersamanya.

Aku tak pernah berharap imbalan. Aku ikhlas atas nama saudara. Namun pantaskah aku diperlakukannya demikian?

Saat ini aku berusaha untuk tidak membenci tapi aku menjaga jarak, aku tata hatiku bersama suamiku untuk tidak larut dalam bisikan dendam Setan!

Sekian

@goresanpena90
13 September 2020
Diubah oleh goresanpena90 28-08-2021 12:24
bukhorigannm1792bauplunk
bauplunk dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.5K
22
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.9KAnggota
Tampilkan semua post
anugrad
anugrad
#1
Friend our
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.