mengejaAvatar border
TS
mengeja
Bersiap! Periode Setelah 17 Agustus 1945 yang Penuh Kekerasan dan Kekacauan Sipil


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Shalom, salam sejahtera. Om swastiastu. Namo buddhaya. Wei de dong tian.

Hai, GanSis apa kabar?

emoticon-I Love Indonesia


Potret warga sipil Eropa atau Indo Belanda saat masa bersiap.
ad.nl

Bersiap adalah sebuah fase revolusioner yang terjadi di Indonesia setelah Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai dimulainya Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947. Masa bersiap juga bisa dikatakan sebagai periode peralihan kekuasaan dari Kekaisaran Jepang kepada Republik Indonesia atau di sisi lain Sekutu (Belanda) sebagai pemegang mandat Hindia Belanda sebelumnya.

Kata “bersiap” turut digunakan orang-orang Eropa, Indo Belanda, dan Tionghoa yang selamat dari periode ini, serta digunakan dalam karya akademis berbahasa Belanda atau Inggris. Istilah ini berasal dari kobaran semangat perang rakyat Indonesia: “siaaaap” atau “siap-siap” ketika mereka menemui potensi bentrokan dengan apapun yang dianggap antek-antek asing, khususnya Belanda.

Hal ini terjadi karena faktor kekosongan kekuasaan. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu. Kebetulan tak ada satu pun Sekutu yang berusaha mendarat di Hindia Belanda. Jepang yang masih memegang kendali menerima perintah khusus untuk mempertahankan status quohingga pasukan Sekutu tiba.

Sementara itu, di lapangan terpecah dua golongan: muda dan tua. Golongan tua memilih bermain aman dan enggan memprovokasi Jepang, sedangkan golongan muda cenderung berani. Sebuah kelompok pemuda bernama Menteng 31 akhirnya menculik Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok guna mendesak golongan tua untuk memproklamirkan kemerdekaan secepatnya.


Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
id.wikipedia.org

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Sukarno dan Hatta mendeklarasikan Kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, berita membahagiakan ini tak sepenuhnya tersiar ke pelosok-pelosok Indonesia. Berita yang simpang siur membuat rakyat yang jauh dari ibu kota Jakarta mulai mengklaim diri sebagai pro-kemerdekaan. Segera hawa revolusi melanda ke seluruh negeri.

Jepang yang mengalami demoralisasi akibat kalah perang berangsur-angsur menyerahkan senjata kepada kelompok militer yang dulu dilatihnya. Pada saat penyerahan, ada sekitar 70.000 tentara Jepang di Jawa. Sukarno dan Hatta khawatir unjuk rasa kemerdekaan malah bersinggungan dengan Jepang yang kapan pun bisa menembaki rakyat.

Kala golongan tua sibuk menata pemerintahan, golongan muda justru mengobarkan revolusi dengan menyerang sultan, keluarga kerajaan, dan kelompok elit lokal yang sekiranya dulu ikut menindas rakyat. Keadaan tersebut menimbulkan ketidakpastian. Rakyat sipil berlatar Eropa, Indo Belanda, dan Tionghoa ramai menjadi korban kekerasan karena dianggap mata-mata atau antek-antek asing. Tak jarang kekerasan juga menimpa etnis Maluku dan Minahasa yang dikira kaki tangan Belanda. Jepang yang sudah malas berperang seringkali mundur dari perkotaan untuk menghindari konfrontasi. Meskipun begitu, konflik terbuka tetap ada saat para pemuda bersinggungan dengan tentara Jepang yang enggan dilucuti.


Kuburan massal korban bersiap.
en.wikipedia.org

Pada akhir Agustus 1945, pemerintah pusat Republik Indonesia berhasil dibentuk di Jakarta. Banyak penguasa atau raja di daerah yang kurang antusias, biasanya terjadi di pulau-pulau terluar yang penguasanya memperkaya diri atas dukungan terhadap Belanda di masa lalu. Selain itu, keengganan wilayah lain bergabung dengan Republik didasari pemerintah pusat yang terlalu Jawa-sentris dan Islam-sentris. Walaupun begitu, dukungan tetap datang dari beberapa tempat, seperti Makassar, Bugis, Manado, beberapa raja Bali, dll.

Negara yang baru berdiri ini terus bertumbuh untuk memperkuat pemerintahan, salah satunya membentuk organisasi militer. Dalam perjalanannya, tentara hasil didikan KNIL kalah pamor dibandingkan didikan Jepang, seperti Giyugun (PETA) atau Heiho. Pada tanggal 12 November 1945, terpilih Soedirman sebagai panglima tertinggi saat pertemuan pertama Panglima Divisi di Yogyakarta.

Sementara itu, Belanda yang berniat kembali ke Nusantara menuduh Sukarno dan Hatta bekerja sama dengan Jepang. Republik Indonesia dicela sebagai pemerintahan fasis ciptaan Jepang. Lumrah jika Belanda bersikap begitu sebab baru saja menerima pinjaman 10 juta dollar dari Amerika Serikat untuk upaya bercokol kembali di Hindia Belanda. Namun, melihat Belanda yang menjadi paria di gelanggang Perang Dunia II, rencana masuk ke Indonesia tak semudah yang dibayangkan karena Jepang dan Sekutu enggan bertindak sebagai penjaga wilayah yang rakyatnya sedang mabuk kemerdekaan. Pada fase ini, Belanda hanya bisa kembali ke daerah kantong Sekutu, seperti Kalimantan, Morotai (Maluku), dan Irian Jaya.


Sekutu di bawah panji AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) mendarat di Indonesia.
blog.ruangguru.com

Tak habis akal, Belanda membonceng Sekutu yang mendarat di Jakarta pada tanggal 29 September 1945. Sekutu yang bertugas memulangkan 300.000 orang Jepang dan membebaskan tawanan perang tak ingin menghabiskan tenaga untuk membantu Belanda merebut kembali Indonesia. Untuk menghindari bentrokan, komandan Inggris di bawah panji AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies), Letnan Jenderal Sir Philip Christison mengalihkan orang-orang bekas administrator kolonial Hindia Belanda ke Indonesia bagian timur yang sebagian wilayahnya telah diduduki kembali oleh Belanda.

Jauh berbeda saat Sekutu memasuki Jawa dan Sumatra yang penuh dengan perlawanan dan bentrokan. Rakyat pro-kemerdekaan kerap menyerang konvoi Sekutu yang biasanya terdiri dari tentara, militer Jepang yang telah menyerah, orang-orang Eropa, dan bekas KNIL.

Inggris yang mendarat di Sumatra pada bulan Oktober 1945 tak mendapat perlawanan berarti sebab mantan tahanan ditempatkan di kamp-kamp besar di pedalaman yang penduduknya jarang. Mereka kemudian dibawa dengan pengawalan ketat ke kota pesisir, seperti Padang, Medan, dan Palembang. Pada akhir November 1945, semua kamp interniran Jepang di Sumatra telah dibersihkan.

Bersiap dibagi menjadi empat fase dengan tingkat kekerasan dan kekacauan yang berbeda. Antara bulan Oktober-November 1945 dianggap yang paling keras dengan meletusnya Pertempuran Surabaya sebagai pertempuran tunggal terberat.

Tahap pertama dimulai setelah Proklamasi sampai kedatangan Sekutu. Bisa dibilang fase ini yang paling tak kejam selama masa bersiap. Jepang yang menjalankan status quo cenderung netral. Pada fase ini sarana transportasi juga masih berjalan. Beberapa tahanan yang mayoritas orang Eropa dan Belanda melarikan diri untuk mencari keluarga dan harta benda mereka.


Laskar yang bersenjatakan bambu runcing saat masa bersiap.
en.wikipedia.org

Tahap kedua, hampir seluruh wilayah di Indonesia membentuk milisi lokal untuk mempertahankan diri. Pada bulan Oktober 1945, para pemimpin Republik mencoba mengorganisir milisi-milisi ini menjadi paramiliter formal bernama TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Namun, upaya ini berusaha dihalangi Sekutu yang tak ingin berperang.

Tahap kedua terjadi pada tanggal 15 September-14 Oktober 1945. Para pemuda yang berjalan sendiri-sendiri berupaya memperoleh senjata. Dimulai dari penganiayaan tentara Jepang lalu meluas menjadi konfrontasi terhadap orang-orang Eropa, Indo Belanda, Tionghoa, dan kaum yang sekiranya dianggap antek-antek asing. Konfrontasi meningkat ke tahap penangkapan dan pembunuhan. Di sisi lain, pemerintah Indonesia belum berdiri efektif. Akibatnya roda kehidupan menjadi tak menentu. Ramai penjarahan, pembakaran, penganiayaan, dan rudapaksaan di sejumlah daerah. Para pelaku mengatasnamakan diri sebagai bagian dari laskar rakyat yang berjuang mempertahankan kemerdekaan dari pengaruh asing.

Pada tanggal 12 Oktober 1945, terjadi pembantaian di ruang bawah tanah Simpang Club, Surabaya yang menewaskan 42 orang. Korban terdiri dari orang Eropa, Indo Belanda, Tionghoa, Maluku, dan Minahasa. Beberapa ratus korban lainnya disiksa di Penjara Kalisosok di Werfstraat setelah seorang sipir beretnis Maluku membocorkan rencana peracunan tahanan kepada pihak Inggris.

Di ibu kota Jakarta kekejaman terhadap orang Eropa, Indo Belanda, dan Tionghoa juga terjadi. Seperti yang menimpa Tjiptohardjo, seorang peranakan Belanda yang memiliki rumah makan Asia Radja. Tempat usahanya didatangi para pemuda yang melakukan kekerasan dan pembunuhan. Tercatat 23 orang peranakan Belanda, 7 orang pribumi, 5 orang peranakan Tionghoa, 4 orang Maluku, dan 2 orang tentara Inggris yang sedang makan dibantai di tempat.

Depok yang sejak zaman Hindia Belanda merupakan wilayah otonomi juga tak luput dari aksi kekerasan. Sekitar 4.000 massa mengepung kota itu dan melancarkan penjarahan serta perampokan yang berujung pembunuhan. Sementara itu, di Sumatra kekerasan menimpa pihak feodal, seperti sultan, keluarga kerajaan, dan elit lokal. Seperti salah satu peristiwa yang terjadi di Kesultanan Langkat pada tanggal 9 Maret 1946. Kaum revolusi membabat habis keluarga kerajaan, sedangkan dua putri Sultan Langkat dirudapaksa. Dalam kasus ini, pelaku rudapaksaan ditindak tegas dan dieksekusi mati.


Mallaby tewas dalam Pertempuran Surabaya.
historia.id

Pada tahap ketiga konfrontasi terkonsentrasi di Jawa, khususnya Surabaya yang menjadi kantong gerakan revolusi. Brigade Infanteri India ke-49 di bawah pimpinan Aubertin Walter Sothern Mallaby yang mendarat pada tanggal 25 Oktober 1945, mendapat perlawanan sengit yang pecah menjadi Pertempuran Surabaya. Pada fase ini orang Eropa, Indo-Belanda, Tionghoa, Maluku, dan Minahasa juga banyak yang menjadi korban intimidasi dan pembunuhan.

Tahap keempat terjadi pada bulan Desember 1945-Desember 1946. Pada tahap ini penjarahan, perampokan, penculikan, dan pembunuhan orang Eropa atau Indo Belanda menjadi lebih intensif.


Pecinan di Bandung dibakar saat masa bersiap.
en.wikipedia.org

Bandung menjadi salah satu lokasi kekerasan yang mencapai puncaknya pada bulan November-Desember 1945. Sekitar 1.200 orang tewas atas tuduhan pro-Belanda. Sebagian besar korban adalah orang Eropa, Indo Belanda, Tionghoa, Maluku, dan Minahasa.


Agresi Militer Belanda I.
timesindonesia.co.id

Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947, menjadi penanda berakhirnya masa bersiap karena konflik yang terjadi terlihat lebih adil dengan tentara vs tentara. Korban tewas masa bersiap diperkirakan mencapai puluhan ribu. Sebuah laporan mengidentifikasikan 3.600 orang Indo Eropa sebagai korban tewas. Namun, sesungguhnya lebih dari 20.000 warga sipil Indo Eropa menjadi korban.

Dari kubu revolusioner mengklaim kehilangan 20.000 orang yang 6.300-15.000 orang di antaranya tewas selama Pertempuran Surabaya. Sementara itu, Jepang melaporkan kehilangan 1.000 tentara. Inggris juga mencatat 660 tentara hilang yang mayoritas berlatar India dan Gurkha.

emoticon-I Love Indonesiaemoticon-I Love Indonesiaemoticon-I Love Indonesia

Sumber Referensi:
1 | 2 | 3

emoticon-I Love Indonesiaemoticon-I Love Indonesiaemoticon-I Love Indonesia

Sekian thread dari ane. Ambil bagusnya, buang buruknya. Semoga bermanfaat. Bye.

emoticon-Rate 5 Staremoticon-Blue Guy Cendol (L)

Twitter: @HaraTidasi | IG: @hara_tidasi
mapaygawir
geforce9800gtx
Gailham
Gailham dan 45 lainnya memberi reputasi
44
11.3K
102
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & Xenology
icon
6.5KThread10.3KAnggota
Tampilkan semua post
preman.sosmedAvatar border
preman.sosmed
#28
amerika lah pahlawan indon sebenarnya emoticon-Shakehand2
mengeja
mengeja memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.