Kaskus

Story

L4USAvatar border
TS
L4US
[L4US] Its Not A Badge , Its Family Crest - Part 38
[L4US] It's Not A Badge , It's Family Crest - Part 38
wolverhamptonAvatar border
kulodalijoAvatar border
striker.ngendogAvatar border
striker.ngendog dan 20 lainnya memberi reputasi
17
151.1K
13.1K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
B-Log Community
B-Log Community
KASKUS Official
2.9KThread10.1KAnggota
Tampilkan semua post
haskavAvatar border
haskav
#6687
CATATAN RINGAN DARI COMMUNITY SHIELD TAHUN 2020.

-Memaknai Cahaya dari Ruang yang Gelap-

Bagi banyak orang, terlalu biasa untuk menikmati sebuah pertarungan harus diakhiri dengan kemenangan. Itu sebuah hal yang lumrah. Tetapi mungkin ada jalan berbeda yang selalu ditempuh Jurgen Klopp. Dia sering sekali melakukan pertarungan meraih kemenangan justru setelah belajar dari kekalahan. Kekalahan bagi Klopp sering menjadi guru yang baik hati. Guru yang bijak.

Ini bukan sekedar tentang kemegahan dari sebuah kemenangan seperti yang selalu ada dalam benak fans tetapi tentang bagaimana menemukan cara yang salah, bagaimana menemukan segala kekurangan, anehnya Klopp selalu menemukan perbaikan dan banyak ide untuk membangun kebangkitan justru ketika dia dan skuadnya telah menerima kekalahan. Kisah-kisah dalam kegemilangan perjalanan Klopp di Liverpool selalu didahului oleh kekalahan-kekalahan yang menyesakkan dan dia menemukan jatidirinya dari kubangan kekalahan itu. Sebuah cara yang tidak disukai fans Liverpool. Kenapa harus melalui jalan kekalahan. Tidak bisakah langsung lompat dari menang ke menang, dari juara ke juara ?
"Ini hidup itu", kata Klopp. "Beginilah sepakbola bagi saya". Katanya suatu saat.

Babak pertama saat lawan RB Salzburg dan lawan Arsenal tadi malam adalah sebuah cermin yang sama pantulannya. Klopp menyadari bahwa skema 4-3-3 kesayangannya sudah diidentifikasi banyak pihak begitu rupa. Klopp tidak lagi bisa menyembunyikan rahasia dibalik skema 4-3-3 produk Jurgen Klopp yang menakjubkan itu. Dia tidak menyalahkan dirinya dan skuadnya, juga tidak akan menyalahkan para kompetitornya. Kesadaran itu mungkin jauh sebelum kita diributkan soal issu Thiago. Tetapi Klopp mungkin sudah menyadarinya sejak dia ngotot dan kepayahan untuk merekrut Naby Keita dengan cara yang rumit waktu itu. Kita sebagai fans sampai tega menyatakan bahwa Keita adalah pembelian yang gagal. Tetapi Klopp meyakini instingnya. Sampai kita disadarkan ketika issu Thiago menyeruak, membisingkan dunia medsos kita hari-hari belakangan ini.

Dua cermin dari Salzburg dan Arsenal seperti yang disinggung diatas adalah bahwa 4-3-3 Klopp sangat "sensitif" dengan sistem pertahanan grendel sebagaimana banyak kita lihat dalam 3 musim ini. Arsenal setelah unggul cepat tadi malam, sering mengubah formasi dari 3-4-3 menjadi 5-4-1 saat diserang Liverpool. Gini lemah dalam visi dan sering bingung dengan bola saat dia ditekan. Milner banyak menekan tapi bola-bolanya banyak yang sulit diterjemahkan oleh Tridente di frontline. Fabinho pun tidak berani melakukan bola-bola chip karena Mane maupun Salah sudah dikepung ketat. Maka lini tengah Liverpool jadi tumpul dan sedikit memuakkan. Milner malah berubah jadi tukang tekel kaki lawan. Gol Aubameyang pun sesungguhnya tidak perlu menyalahkan Neco, karena secara ril, jika lini tengah bermain ketat, konsisten menekan, dan keras dalam mengamankan bola, para gelandang Arsenal juga gugup. Tetapi Gini memberikan space yang cukup buat gelandang Arsenal. Dan Neco, anak yang baru belajar itu, ditekan oleh kecepatan Auba, langsung lumpuh. Jadi sistem rusak karena subsistem nya tidak berjalan. Ini methode komprehensif yang bisa dianalisa Klopp dan para asistennya.

Maka akhirnya Klopp kembali memainkan pola yang sudah ada dalam benaknya di tiga musim terakhir. Dia memasukkan Keita dan Minamino walau dia harus mengorbankan Firmino. Tetapi dia butuh kaki-kaki yang segar untuk membongkar sistem 5-4-1 Arsenal yang dinamis. Klopp mengubah dari 4-3-3 menjadi 4-2-3-1 yang dinamis. Sejak tiga tahun yang lalu pola alternatif ini sempat beberapa kali saya angkat jadi bahasan artikel saya, ketika issu #TimoWerner pertama kali muncul tiga musim yang lalu. Atau ketika issu #NabilFekir muncul pertama kali. Saya tahu, formasi 4-2-3-1 ini adalah tandingan progresif melawan tim yang menggunakan sistem bertahan dalam sepakbola.

Begitulah, Firmino keluar, lalu Mohamed Salah ke posisi striker, Minamino ke posisi kiri, dan Mane pindah ke posisi Mohamed Salah di kanan serta Keita ada di tengah, dibelakang Salah. Formasi pucuk berlian ini mengubah peta permainan Liverpool. Minamino yang musim lalu belum dan sulit menterjemahkan taktik Klopp di lapangan, sejak akhir musim dan masa pramusim ini telah menjelma menjadi pemain yang paling agresif merusak sistem pertahanan lawan. Termasuk Arsenal tadi malam. Minamino sekarang terlihat lebih kuat berlari, menekan, dan lebih kuat dalam menguasai bola. Rasa percaya dirinya begitu bagus. Dia menyadari, ini saatnya dia menunjukkan dirinya bahwa dia mampu memainkan taktik Klopp. Sebuah proses kesadaran yang butuh kesabaran dan kerja keras.

Minamino dengan stamina dan endurance yang bagus, dengan cepat mengisi semua space kosong di lini serang, bek Arsenal bingung karena Minamino cepat sekali berpindah posisi. Mane mendapatkan dua kali kesempatan mencetak gol tapi gagal, Salah juga gagal memanfaatkan peluang. Akhirnya Minamino sendiri yang menyelesaikan satu serangan dengan posisi yang begitu bagus karena dengan cepat dia sudah berhadapan langsung dengan penjaga gawang Arsenal yang terlanjur "out position".

Adu pinalti bukan hal yang menarik untuk dibahas dalam kajian sepakbola. Apalagi harus berteriak memaki Rhian Brewster, itu fans yang bodoh.

Skema masuknya Keita dan Minamino tadi malam adalah benang merah yang membuka tabir rahasia Klopp. Ini sebuah transisi taktik yang perlu dimatangkan, baik dalam terjemahannya di lapangan maupun dalam psikis pemain. Psikis dimaksud adalah kebesaran hati Firmino yang mungkin akan sulit bermain full dalam dua babak. Atau kebesaran hati Gini yang mungkin tidak akan turun disetiap game, dan ini juga yang jadi issu sentral mengapa Klopp tidak bisa menggaransi Gini selalu berada di starting line up musim depan. Begitu pula issu kebutuhan hadirnya Thiago menjadi sangat jelas, clear, seperti apa formulasi Klopp musim depan. Saya yakin, Klopp tidak akan komplit langsung mengubah skema, dengan langsung meninggalkan 4-3-3 tetapi akan ada transisi bahkan akan ada dua formula yang dimainkan tergantung lawan yang dihadapi.

Dengan pola ini mungkin Klopp perlu mengkaji ulang rencana dia untuk meminjamkan Rhian Brewster. Brewster akan sangat tepat di pola 4-2-3-1 dimana pun dia ditempatkan. Karena akan bajyak space untuk kecepatan Brewster. Dan kita tahu, Brewster sedang berproses menjadi seorang "finisher" yang mematikan.

Dalam cara pandang saya menyaksikan game Community Shield musim ini adalah cara Klopp mencoba dua formulasi berbeda untuk dimatangkan dan siapa saja pemain yang akan jadi pemeran utamanya. Adu pinalti buat saya adalah kekalahan yang sudah terbayang. Karena Alisson Becker sejatinya, bukanlah penjaga gawang yang ahli menjadi "Pinalties Stopper". Pesan yang sampai kepada kita juga, jika Liverpool ingin memenangkan sebuah game penting jangan menunggu adu pinalti. Ambil kemenangan dalam waktu on play.

Begitulah cara kita memandang dan memahami game tadi malam. Klopp selalu suka melihat dari sudut yang gelap agar dia mudah melihat sesuatu yang dibawah cahaya tanpa orang lain tahu dia sedang memahami sesuatu. Maka jangan marah dengan kekalahan, jangan marah dengan kegelapan, agar kita bisa belajar menghargai sebuah perjuangan untuk menang, agar kita belajar bagaimana memaknai cahaya. Begitulah Klopp. Kita hormati cara dia. Klopp juga bisa menjadi guru kehidupan kita.

#KoezArraihan
#Jogja30Agt2020
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.