- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]
...
TS
rendyprasetyyo
Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]
Quote:
TENANG, CERITA KITA, APAPUN UJUNGNYA, AKAN DIKENANG SELAMANYA.
SELAMAT DATANG DI CERITA KITA UNTUK SELAMANYA SERIES.
Quote:
Sinopsis:
Ditahun 2025 terjadi kekacauan besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi virus yang semakin memburuk, serangan teror, unjuk rasa, banyak orang harus kehilangan keluarga dan mata pencarian, sampai akhirnya pemerintah menetapkan status darurat nasional untuk menghentikan semua aktifitas yang dapat membahayakan warga. Ditengah kekacauan ini, Rendy dan Bianca bertemu dengan Mr.Klaus yang akan merubah hidup mereka dan membawa mereka pada petualangan baru di Desa Praijing, Sumba. Siapakah yang akan memperbaiki keadaan tersebut? Apakah kekacauan tersebut bisa diselesaikan? Siapakah sebenernya Mr.Klaus?
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Pembukanya gak usah panjang-panjang. sebelum baca series ketiga ini gue rekomendasikan untuk baca dulu dua series sebelumnya ya biar gak bingung dan gak banyak nanya lagi. Tapi kalau mau lanjut kesini aja juga boleh. langsung aja, enjoy the story hehe.
When i was young i listen to the radio
Waiting for my favorite song
When they played i sing along
Its make me smile
The Carpenters - Yesterday Once More
Official Soundtrack
“aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Sapardi Djoko Darmono - Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
--------------------------------------------------------------------------------------------
Cerita Kita Untuk Selamanya versi FULL SERIES :
When i was young i listen to the radio
Waiting for my favorite song
When they played i sing along
Its make me smile
The Carpenters - Yesterday Once More
Official Soundtrack
“aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Sapardi Djoko Darmono - Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Quote:
--------------------------------------------------------------------------------------------
CERITA KITA UNTUK SELAMANYA 3 : CATAPHILES
PROLOG
Tahun 2026
Disebuah negeri entah berantah.
“Bi..? ini beneran kamu?”
Gue buka mata gue perlahan sambil menegakkan tubuh gue yang serasa rontok disemua bagian. Tangan kiri gue berasa perih dan samar-samar terlihat aliran darah beku menghitam diarea pergelangannya. Bibir atas dan lutut kaki sebelah kanan gue juga menimbulkan sensasi sakit luar biasa tiap kali gue mencoba untuk menggerakkan tubuh. Samar-samar terlihat bayangan bibi ketika pertama kali gue membuka mata tadi. Sekarang setelah sepenuhnya sadar, gue makin bingung dengan keadaan yang tejadi karena gak cuma ada Bibi disini. Ada seorang wanita lain terlihat sedang membalut luka ditungkai kaki seorang pria yang terlihat mengeluarkan darah cukup banyak.
“Iya, Rendy. Ini aku” Bibi menjawab sambil mengulurkan beberapa obat penghilang rasa sakit dan penambah darah untuk gue minum. “Minum nih kalau masih kerasa sakit, untung aja gak apa-apa kan.”
“Gak apa-apa apanya sih bi?” gue mengambil obat dari tangan bibi dan segera meminum obat tersebut dengan beberapa teguk air yang ada digelas di sisi lain tubuh gue. “Emang kita dimana? Kenapa ada mereka juga?”
Gue dan Bibi sekarang ada disebuah pondok kayu kecil berukuran 3x4 m dengan satu jendela persegi kecil bertirai kain hitam lusuh jadi tempat lewat mentari pagi berada disisi belakang tubuh bibi. Sang wanita asing yang tadi sedang sibuk memperban seorang laki-laki sekarang terlihat menatap Bibi dari kejauhan. Luka yang sedang diperban dari tungkai cowok tersebut pun terlihat sudah berhenti mengalirkan darah. Ruangan kumuh ini lembab dengan hanya satu alas tidur jadi tempat beristirahat lelaki dengan perban didaerah tungkai. Samar gue lihat kalau laki-laki ini terlihat familiar dengan rambut ikal panjangnya.
“hufft” bibi menjawab sambil menghela nafas panjang dan membereskan beberapa peralatan yang sebelumnya dipakai untuk mengobati gue. “dugaan aku bener kan, kamu bakal lupa semuanya setelah semalam kepala kamu kebentur. Untung ada mereka yang nolongin”
Terlihat sang wanita tersenyum tipis sambil melambaikan tangan kearah gue.
“Mereka siapa be?” gue bertanya pelan kearah bibi sambil meringis.
“Astaga Rendy kamu beneran gak inget apa-apa ya. Yang cewek namanya Sydney dan yang cowok namanya Will” Bibi menjawab. “Kita disini bareng-bareng karena harus ngumpulin informasi tentang apapun yang berhubungan sama organisasi Cataphiles, seenggaknya itu perintah yang dikasih atasan kemaren. Tapi karena kecerobohan kamu rencana kita gagal semalem dan harus sembunyi ditempat ini sekarang.”
Will? Sydney? Organisasi Cataphiles? Perintah atasan? Semua hal yang bibi bicarakan terdengar imajinatif karena seinget gue semalem sebelum tidur gue masih ada dikosan, ngobrol sama mas kosan tentang kemungkinan gue untuk pindah kerja. Gue dan bibipun udah lama gak ketemu dan sekarang tiba-tiba kita berdua sedang berada di tempat antah berantah sama dua orang asing dan katanya sedang menjalani sebuah misi.
“Bentar-bentar” gue mencoba menelaah perkataan bibi. “kamu bisa ceritain dari awal? Dari awal banget?”
“Dari awal kita ketemu?” bibi menjawab. “apa dari awal kita ada ditempat ini? by the way, kita sekarang lagi di perbatasan sisi timur kota Paris”
“Dari awal terbentuk galaksi bimasakti juga boleh aku dengerin” gue menjawab perkataan bibi sambil membenarkan posisi lutut kanan gue yang telihat lebam membiru dengan ukuran cukup besar. “semalem aku tidur masih dikosan kok tiba-tiba ada disini ya wajar dong bingung. Bentar, kamu bilang PARIS?”
“hah? Tidur dikosan?” bibi menjawab sambil mengernyitkan dahi.”bener-bener makin bodoh setelah kepalanya terbentur nih orang. ya udah sini diceritain dari awal...”
Dan bibi mulai bercerita tentang kejadian awal kenapa semua jadi seperti ini. Di kejauhan gue liat sydney terlihat tersenyum karena obrolan gue dan bibi barusan.
Index:
PART 1 :Tragedi
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
PART 2 : Preparasi
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
PART 3 : Akurasi
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27 - Special Chapter
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
PART 4 : Memori
Soon
PART 1 :Tragedi
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
PART 2 : Preparasi
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
PART 3 : Akurasi
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27 - Special Chapter
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
PART 4 : Memori
Soon
Cerita Kita Untuk Selamanya versi FULL SERIES :
BUDAYAKAN MENINGGALKAN JEJAK SUPAYA KITA BISA SALING KENAL
Quote:
Quote:
Polling
0 suara
lebih enak baca di kaskus atau wattpad?
Diubah oleh rendyprasetyyo 11-06-2023 20:12
nomorelies dan 39 lainnya memberi reputasi
38
20.9K
524
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.4KAnggota
Tampilkan semua post
TS
rendyprasetyyo
#128
Chapter 37
Sambil menghirup nafas panjang, gue siapkan lengan kanan gue yang tersisa untuk menahan serangan Leo selanjutnya. Gue harus bisa bertahan, seenggaknya untuk mencuri kesempatan kabur dan kembali ke pondok untuk menemui Bibi dan Karin.
Detik berikutnya leo berlari kearah gue dan mulai melakukan beberapa pukulan ke arah tubuh gue dengan membabi buta. Gerakan -gerakan yang dilakukan Leo jelas bukan gerakan sembarangan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih. Pukulan-pukulan yang dilakukannya selalu diarahkan ke organ-organ vital tubuh gue. Leo benar benar berniat membunuh gue malam ini.
“Lo gak bisa menghindar terus” Sambil terus melancarkan serangan Leo berkata dengan raut wajah kemenangan. “Terima aja nasib lo. Terima baik-baik keadaan yang bakal terjadi dan lo bisa mati dengan tenang beberapa menit kedepan”
Lo benar, detik berikutnya gue rasakan pukulan Leo mengenai pundak kiri gue yang sedang terluka disusul dengan pukulan keras lain ke arah hulu hati dan pelipis kanan gue. Gue kehilangan keseimbangan setelahnya dan terjatuh kembali ketanah. Luka tusuk dipundak kiri gue semakin terasa menyakitkan. Gue sempat merasakan kalau tulang lengan atas gue sedikit bergeser akibat pukulan Leo barusan. Kepala dan perut gue juga terasa sakit sekarang.
“Cuma segitu? Hah?” Leo kembali memprovokasi keadaan. “Gue pikir lo memang layak buat jadi lawan gue, ternyata dari tadi yang bisa lo lakuin cuma menghindar tanpa sekalipun bisa menyerang gue. Orang kayak lo cuma ngabisin waktu gue aja.”
“Lag-i bodoh” Gue menjawab perkataan Leo sambil berusaha bangkit dan mengumpulkan tenaga sebisanya. Hari semakin terang. Dikejauhan suara burung bersahut-sahutan mulai terdengar diantara deru aliran sungai dibawah tebing yang gue perkirakan memiliki ketinggian sekitar 30 meter. “Lo kira serangan lo barusan bisa bunuh gue?”
“Nantangin lo ya sekarang” Leo menjawab sekarang. “Ini serangan terakhir gue dan bakal jadi saat terakhir di hidup lo”
Leo berlari dan mulai melancarkan serangan lagi kearah gue. Gue sudah benar-benar kehilangan tenaga sekarang. Disaat Leo mendekat dan melancarkan serangan kearah gue, tiba-tiba gue menyadari satu hal. Sekilas gue melihat salah satu tanda lahir di leher atas Leo. Tanda lahir yang sama yang dimiliki oleh Leo, sahabat kecil gue dari SD, SMP, dan SMA kelas 2 sebelum akhirnya gue harus pindah ke Jawa.
“Lo Leo?” Gue mencoba berkata sambil terus menghindari serangan yang dilakukan Leo sebisanya. “Leo Sandra, temen kecil gue waktu dulu?”
Setelah berhasil melancarkan pukulan kearah wajah dan perut gue untuk kesekian kalinya, Leo tiba-tiba berhenti. Tatapan matanya terlihat bingung setelah mendengar perkataan gue barusan. Gue kembali kejatuh ketanah dengan kondisi lebih parah dari sebelumnya.
“Lo siapa?” Leo berkata pelan.
“Gue Rendy” gue menjawab perkataan leo dengan sisa tenaga gue.
“Rendy?” Leo meneruskan ucapannya. “Rendy yang dulu jadi temen kecil gue yang kerjaan-nya tidur di kelas Geografi pak Usman?”
“Iya” Gue menjawab singkat. “Itu gue”
“Gak, gak mungkin” Leo meneruskan ucapannya. “Lo gak mungkin Rendy, Rendy buat gue udah mati. Gue udah gak ketemu hampir selama 20 tahun sama bajingan itu. Lo juga bakal mati sekarang. Kalau lo gak mati, orang-orang disekitar gue yang bakal jadi korban, ngerti lo?”
“Gue yakin banget lo itu Leo sahabat gue” Gue mencoba bangkit dan mengumpulkan sisa tenaga terakhir untuk menahan serangan Leo. Jarak gue dengan bibir tebing semakin dekat sekarang. “Gue gak bakal melawan lo, lo sahabat gue, kita terbiasa bareng-bareng dulu ngelawan anak IPS yang semena-mena disekolah”
“Bacot lo bodoh” Leo mendekat kearah gue sambil berteriak dan terlihat berniat untuk mendorong gue jatuh dari tebing untuk mengakhiri pertempuran ini. “Lo juga gak bakal ada di dunia ini beberapa menit kedepan. Simpen ucapan lo setelah lo ketemu pacar lo dineraka nanti setelah gue eksekusi pacar lo setelah ini”
Setelahnya gue merasakan leher gue tercekik sangat keras. Gue gak bisa bernafas. Tubuh gue semakin didorong mendekati bibir tebing oleh Leo. tinggal satu dorongan lagi gue akan jatuh dari tebing ini.
“Mati lo” Leo berkata seakan-akan kalimat ini akan menjadi kata-kata perpisahannya untuk gue.
“K-ala-u gu-e ma-ti” Gue mencoba menjawab perkataan Leo terakhir kalinya. “Lo ju-ga ha-rus ma-ti”
Sepersekian detik berkutnya, gue lepaskan cekikan leo dengan kedua lengan gue sekuat tenaga. Gue dorongkan tubuh gue kedepan setelahnya lalu gue kunci tubuh Leo dengan kedua lengan gue yang mengatup dipunggungnya.
Semua selesai. Apapun yang terjadi pagi hari ini seenggaknya orang yang mengincar Bibi akan mati bersamaan dengan kematian gue. Seenggaknya setelah gue gak ada, Bibi bisa merasakan keamanan dari gangguan orang jahat yang mengincar keberadaan dia. Seenggaknya pada akhirnya gue bener-bener berjuang untuk melindungi orang yang gue sayang.
Sebagai langkah terakhir, gue jatuhkan tubuh gue dan tubuh Leo bersamaan dari atas tebing menuju aliran deras sungai dibawahnya. Untuk beberapa detik gue merasakan tubuh gue melayang diudara sebelum akhirnya menghantam pemukaan air cukup keras yang menimbulkan sensasi sakit luar biasa di kaki kanan gue.
Gue kehilangan tenaga. Gue sekarang hanya bisa membiarkan aliran sungai membawa tubuh gue bersama aliran air tanpa ada perlawan sedikitpun. Samar terlihat kalau Leo jatuh dan kepalanya terbentur batu hingga tidak sadarkan diri setelah terseret arus sungai.
Tubuh Leo pun sama, hanya bisa berserah pada aliran sungai yang pagi ini terasa cukup deras. Bebatuan demi bebatuan terus menghantam tubuh gue dan Leo. Setelah terpisah cukup jauh, akhirnya gue berhasil memegang tubuh Leo dengan tangan kiri gue yang sedang terluka akibat luka tusukan di pundak. Gue gak bisa membiarkan sahabat gue mati disini walaupun dia orang berbeda sekarang.
Gue terus mencoba mencari cara untuk membawa tubuh gue dan Leo untuk bisa ke permukaan sampai akhirnya gue teringat akan keberadaan pelampung dari Karin.
Pelampung Karin. Ini satu-satunya kesempatan gue selamat sekarang.
Gue coba rogoh saku kanan gue tempat dimana gue menyimpan pelampung mini dari Karin. Setelah berhasil gue genggam, gue benar-benar kehilangan tenaga untuk menekan tombol merah seperti yang Karin instruksikan sebelumnya karena tubuh gue terus dihantam oleh bebaruan bersamaan dengan aliran sungai.
Nafas gue semakin habis, Leo terlihat tidak sadarkan diri sementara kepalanya mengeluarkan banyak darah terbawa bersama aliran air. Disaat gue merasakan ada harapan untuk bertahan hidup, gue malah kehilangan tenaga untuk sekedar menekan tombol merah ditengah derasnya aliran sungai yang sedang menghanyutkan gue
Ditengah keputus-asaan gue ini, tiba-tiba gue melihat sesosok wanita berpakaian putih berenang mendekati tubuh gue dan Leo. Sosok wanita ini tiba-tiba mengambil lengan gue dan menekankan tombol merah yang ada dipelampung Karin sambil berbisik.
“Kak, sini Ina bantu”
Wanita ini menekan tombol merah dipelampung yang ada digenggaman gue setelah berbisik dan secepat kilat sebuah pelampung berbentuk persegi panjang mengembang keatas permukaan air membawa tubuh gue dan Leo keatas untuk bernafas.
Gue selamat, itu persepsi gue sebelum akhirnya gue merasakan hantaman cukup keras dikepala gue dan dunia mendadak gelap setelahnya.
End of Part 3 : Akurasi
Sambil menghirup nafas panjang, gue siapkan lengan kanan gue yang tersisa untuk menahan serangan Leo selanjutnya. Gue harus bisa bertahan, seenggaknya untuk mencuri kesempatan kabur dan kembali ke pondok untuk menemui Bibi dan Karin.
Detik berikutnya leo berlari kearah gue dan mulai melakukan beberapa pukulan ke arah tubuh gue dengan membabi buta. Gerakan -gerakan yang dilakukan Leo jelas bukan gerakan sembarangan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih. Pukulan-pukulan yang dilakukannya selalu diarahkan ke organ-organ vital tubuh gue. Leo benar benar berniat membunuh gue malam ini.
“Lo gak bisa menghindar terus” Sambil terus melancarkan serangan Leo berkata dengan raut wajah kemenangan. “Terima aja nasib lo. Terima baik-baik keadaan yang bakal terjadi dan lo bisa mati dengan tenang beberapa menit kedepan”
Lo benar, detik berikutnya gue rasakan pukulan Leo mengenai pundak kiri gue yang sedang terluka disusul dengan pukulan keras lain ke arah hulu hati dan pelipis kanan gue. Gue kehilangan keseimbangan setelahnya dan terjatuh kembali ketanah. Luka tusuk dipundak kiri gue semakin terasa menyakitkan. Gue sempat merasakan kalau tulang lengan atas gue sedikit bergeser akibat pukulan Leo barusan. Kepala dan perut gue juga terasa sakit sekarang.
“Cuma segitu? Hah?” Leo kembali memprovokasi keadaan. “Gue pikir lo memang layak buat jadi lawan gue, ternyata dari tadi yang bisa lo lakuin cuma menghindar tanpa sekalipun bisa menyerang gue. Orang kayak lo cuma ngabisin waktu gue aja.”
“Lag-i bodoh” Gue menjawab perkataan Leo sambil berusaha bangkit dan mengumpulkan tenaga sebisanya. Hari semakin terang. Dikejauhan suara burung bersahut-sahutan mulai terdengar diantara deru aliran sungai dibawah tebing yang gue perkirakan memiliki ketinggian sekitar 30 meter. “Lo kira serangan lo barusan bisa bunuh gue?”
“Nantangin lo ya sekarang” Leo menjawab sekarang. “Ini serangan terakhir gue dan bakal jadi saat terakhir di hidup lo”
Leo berlari dan mulai melancarkan serangan lagi kearah gue. Gue sudah benar-benar kehilangan tenaga sekarang. Disaat Leo mendekat dan melancarkan serangan kearah gue, tiba-tiba gue menyadari satu hal. Sekilas gue melihat salah satu tanda lahir di leher atas Leo. Tanda lahir yang sama yang dimiliki oleh Leo, sahabat kecil gue dari SD, SMP, dan SMA kelas 2 sebelum akhirnya gue harus pindah ke Jawa.
“Lo Leo?” Gue mencoba berkata sambil terus menghindari serangan yang dilakukan Leo sebisanya. “Leo Sandra, temen kecil gue waktu dulu?”
Setelah berhasil melancarkan pukulan kearah wajah dan perut gue untuk kesekian kalinya, Leo tiba-tiba berhenti. Tatapan matanya terlihat bingung setelah mendengar perkataan gue barusan. Gue kembali kejatuh ketanah dengan kondisi lebih parah dari sebelumnya.
“Lo siapa?” Leo berkata pelan.
“Gue Rendy” gue menjawab perkataan leo dengan sisa tenaga gue.
“Rendy?” Leo meneruskan ucapannya. “Rendy yang dulu jadi temen kecil gue yang kerjaan-nya tidur di kelas Geografi pak Usman?”
“Iya” Gue menjawab singkat. “Itu gue”
“Gak, gak mungkin” Leo meneruskan ucapannya. “Lo gak mungkin Rendy, Rendy buat gue udah mati. Gue udah gak ketemu hampir selama 20 tahun sama bajingan itu. Lo juga bakal mati sekarang. Kalau lo gak mati, orang-orang disekitar gue yang bakal jadi korban, ngerti lo?”
“Gue yakin banget lo itu Leo sahabat gue” Gue mencoba bangkit dan mengumpulkan sisa tenaga terakhir untuk menahan serangan Leo. Jarak gue dengan bibir tebing semakin dekat sekarang. “Gue gak bakal melawan lo, lo sahabat gue, kita terbiasa bareng-bareng dulu ngelawan anak IPS yang semena-mena disekolah”
“Bacot lo bodoh” Leo mendekat kearah gue sambil berteriak dan terlihat berniat untuk mendorong gue jatuh dari tebing untuk mengakhiri pertempuran ini. “Lo juga gak bakal ada di dunia ini beberapa menit kedepan. Simpen ucapan lo setelah lo ketemu pacar lo dineraka nanti setelah gue eksekusi pacar lo setelah ini”
Setelahnya gue merasakan leher gue tercekik sangat keras. Gue gak bisa bernafas. Tubuh gue semakin didorong mendekati bibir tebing oleh Leo. tinggal satu dorongan lagi gue akan jatuh dari tebing ini.
“Mati lo” Leo berkata seakan-akan kalimat ini akan menjadi kata-kata perpisahannya untuk gue.
“K-ala-u gu-e ma-ti” Gue mencoba menjawab perkataan Leo terakhir kalinya. “Lo ju-ga ha-rus ma-ti”
Sepersekian detik berkutnya, gue lepaskan cekikan leo dengan kedua lengan gue sekuat tenaga. Gue dorongkan tubuh gue kedepan setelahnya lalu gue kunci tubuh Leo dengan kedua lengan gue yang mengatup dipunggungnya.
Semua selesai. Apapun yang terjadi pagi hari ini seenggaknya orang yang mengincar Bibi akan mati bersamaan dengan kematian gue. Seenggaknya setelah gue gak ada, Bibi bisa merasakan keamanan dari gangguan orang jahat yang mengincar keberadaan dia. Seenggaknya pada akhirnya gue bener-bener berjuang untuk melindungi orang yang gue sayang.
Sebagai langkah terakhir, gue jatuhkan tubuh gue dan tubuh Leo bersamaan dari atas tebing menuju aliran deras sungai dibawahnya. Untuk beberapa detik gue merasakan tubuh gue melayang diudara sebelum akhirnya menghantam pemukaan air cukup keras yang menimbulkan sensasi sakit luar biasa di kaki kanan gue.
Gue kehilangan tenaga. Gue sekarang hanya bisa membiarkan aliran sungai membawa tubuh gue bersama aliran air tanpa ada perlawan sedikitpun. Samar terlihat kalau Leo jatuh dan kepalanya terbentur batu hingga tidak sadarkan diri setelah terseret arus sungai.
Tubuh Leo pun sama, hanya bisa berserah pada aliran sungai yang pagi ini terasa cukup deras. Bebatuan demi bebatuan terus menghantam tubuh gue dan Leo. Setelah terpisah cukup jauh, akhirnya gue berhasil memegang tubuh Leo dengan tangan kiri gue yang sedang terluka akibat luka tusukan di pundak. Gue gak bisa membiarkan sahabat gue mati disini walaupun dia orang berbeda sekarang.
Gue terus mencoba mencari cara untuk membawa tubuh gue dan Leo untuk bisa ke permukaan sampai akhirnya gue teringat akan keberadaan pelampung dari Karin.
Pelampung Karin. Ini satu-satunya kesempatan gue selamat sekarang.
Gue coba rogoh saku kanan gue tempat dimana gue menyimpan pelampung mini dari Karin. Setelah berhasil gue genggam, gue benar-benar kehilangan tenaga untuk menekan tombol merah seperti yang Karin instruksikan sebelumnya karena tubuh gue terus dihantam oleh bebaruan bersamaan dengan aliran sungai.
Nafas gue semakin habis, Leo terlihat tidak sadarkan diri sementara kepalanya mengeluarkan banyak darah terbawa bersama aliran air. Disaat gue merasakan ada harapan untuk bertahan hidup, gue malah kehilangan tenaga untuk sekedar menekan tombol merah ditengah derasnya aliran sungai yang sedang menghanyutkan gue
Ditengah keputus-asaan gue ini, tiba-tiba gue melihat sesosok wanita berpakaian putih berenang mendekati tubuh gue dan Leo. Sosok wanita ini tiba-tiba mengambil lengan gue dan menekankan tombol merah yang ada dipelampung Karin sambil berbisik.
“Kak, sini Ina bantu”
Wanita ini menekan tombol merah dipelampung yang ada digenggaman gue setelah berbisik dan secepat kilat sebuah pelampung berbentuk persegi panjang mengembang keatas permukaan air membawa tubuh gue dan Leo keatas untuk bernafas.
Gue selamat, itu persepsi gue sebelum akhirnya gue merasakan hantaman cukup keras dikepala gue dan dunia mendadak gelap setelahnya.
End of Part 3 : Akurasi
Diubah oleh rendyprasetyyo 23-07-2020 00:46
regmekujo dan 5 lainnya memberi reputasi
6


