dchantiqueAvatar border
TS
dchantique
Cintaku Terhalang Bentuk Tubuh


[Event Kaskus Kreator] Benarkah cinta itu harus selalu sempurna?




Ini kisahku 2 tahun lalu, saat pertama dan terakhir kalinya berhubungan dengan seorang lawan jenis. Sebut saja Yudo, yang dikenalkan oleh sepupu nenekku padaku atas permintaan sahabatnya.

Nenek Shofia dan Dedeh, ibu kandung Yudo merupakan sahabat lama yang sudah menjalin kedekatan sejak 4 tahun lalu. Bu Dedeh merasa khawatir pada Yudo, karena setiap punya kekasih tak pernah sesuai dengan keinginannya.

Ada yang matre, suka pakai baju ketat sampai hobi peluk-peluk Yudo dengan mesra. Wajarlah yang berpacaran begitu, tapi entah apa yang diinginkan Bu Dedeh untuk calon pasangan anaknya.

Nenek Shofi yang sangat ingin membantu, tiba-tiba saja ingat aku, yang dikenal masih jomlo. Bukan karena pemilih atau merasa diri ini lebih mulia dari yang lain. Aku merasa takut saja, bila harus memulai hubungan dengan seseorang.

Latar belakangku yang merupakan orang tak punya, ditambah punya paman dan bibi yang mempunyai kelainan sejak lahir, membuat diri ini mustahil ada yang naksir.

 Singkat cerita, tiba-tiba suatu sore Nek Shofia dan Yudo datang ke tempat kerjaku, tanpa sempat memberi tahu. Kebetulan saat itu, aku sedang beres-beres di kantor bagian dalam, tak tahu kedatangan mereka.

Sampai akhirnya, seorang teman memberi tahu dan langsung saja ku temui mereka. Nek Shofia yang ku kenal sebagai wanita yang heboh, teramat antusias mengenalkan kami.

Aku berusaha menghormati, dengan mengulurkan tangan pada Yudo, yang melirikku dari ujung kaki hingga kepala. Jujur, aku risih juga kesal, sadar kok kalau badan ini melar dan enggak ada bentuknya!

Pandangannya seolah meremehkan entah takjub, membuat aku mempunyai pemikiran jika hubungan ini bakal ada kendala.

Segera saja ku tegur, eh dia sepertinya terkejut dan terkesan geragapan, mungkin menyesal karena gadis ini tak sebahenol bayangannya.

Namun jangan salah, biarpun gemuk begini, badanku termasuk tinggi dan pas untuk ukuran orang gendut normal.

 Awalnya, aku kira dia merasa jijik dan setelah itu tak mau menghubungiku lagi tapi ternyata tidak. Dia masih sering ngobrol lewat WA, meskipun tak pernah memberi tahu alamat jejaring sosialnya yang lain.

Dari cara bicaranya, aku sudah merasa yakin dan ingin menjadikan dia pasanganku. Meskipun aku kesal juga, karena harus terus memancing dia untuk mengobrol tanpa ada inisiatif dari Yudo.

Seminggu sudah, kami saling menyapa lewat whatsapp, hingga suatu hari dia berencana datang ke rumahku.

Ibuku yang teramat girang karena anaknya didatangi seorang pria, mendadak membuat pecel dan makanan lainnya. Aku maklumi saja, mungkin itu rasa bahagianya karena aku akan segera memiliki pasangan hidup.

Sayang, Ibuku enggak tahu jika sebenarnya ada yang masih mengganjal di hati. Terlebih sikap Yudo yang seperti terpaksa bertemu denganku, tapi kuabaikan demi kebahagiaan ibu dan keluarga.

Pagi itu, sekitar jam 09 pagi dia pun tiba di rumahku, membuatku mendadak berganti baju dan pakai kerudung.

Ternyata saat bertemu langsung, kita berdua justru lebih menyambung, setidaknya paham ap yang sedang ku bicarakan.

Tiba-tiba di tengah asyiknya berbicara, dia meminta satu hal yang membuatku terperenyak, bertemu orang tuanya.

Entah kenapa, mendadak ada perasaan tak enak dalam hati, seolah ini adalah pertemuan pertama dan terakhirku dengan keluarga Yudo. Berbekal ucapan basmalah, berangkatlah kami menuju rumah Yudo yang hanya berbeda kecamatan denganku.

Sambil membawa makanan buatan ibuku, aku harap ibunda Yudo persis seperti yang diceritakan Nek Shofia, baik dan ramah. Sampailah kami di rumahnya, tapi sebelum itu aku dikenalkan pada sanak saudara lain Yudo.

Dari cara mereka merespon dan tak memandangku rendah, cukup membuktikan bahwa diri ini sudah sangat diterima dengan baik. Namun uwaknya Yudo mewanti-wanti agar aku berdoa, supaya diterima oleh ibunya Yudo.

Melihat sepak terjang ibunya Yudo yang sering menolak calon menantunya membuatku pesimis.

Pakai baju seksi saja, kata Nek Shofia dia menolak mentah-mentah, gimana aku yang tak ada bentuk ini? Lagi-lagi para ipar sepupunya meyakinkanku untuk berani, bukannya membantu menemukan cara untuk menaklukan sang wanita.

Minta bantuan Yudo? Rasanya tak mungkin, mengingat dia itu anak Mami yang luar biasa penurut. Akhirnya, aku hanya bisa pasrah pada Allah semata. Yudo mulai mengajakku ke rumahnya, lalu beruluk salam pada penghuni rumah.

Terdengar suara seorang ibu, yang aku yakin adalah ibunya Yudo. Begitu dibuka, wajah wanita itu mendadak cemas dan mencium kedua pipi anaknya.

Bahkan menanyakan apakah sudah makan atau belum, membuat aku syok menyaksikan kejadian itu.

Seorang berumur 29 tahun diperlakukan layaknya anak-anak? Enggak salah? Seketika aku sadar dan paham, mengapa hati ini tak berhenti berkecamuk.

Ternyata Yudo seorang anak yang terlampau dimanja ibunya, apapun yang perintahkan sudah pasti dituruti. Kalau aku jadi istrinya, alamat harus berbagi Yudo dan banyak-banyak bersabar.

“Udo, darimana saja? Ayo cepet sholat dan makan, nanti perutmu sakit,” begitulah kira-kira yang diucapkan Bu Dede, ibunya Yudo.

“Iya Mah, Udo bentar lagi sholat dan makan, kok. Pan Udo teh habis dari rumahnya Devi, untuk ajak dia kesini,” terdengar suara Yudo menyebut namaku, tak pelak membuatku bergetar karena akan bertemu calon mertua.

“Mana, kenapa enggak diajak masuk?”, sambutan Ibu Yudo cukup baik, saat ku lihat senyum tulus disana.

“Ada ini, Mah. Neng, ayo kesini,” tiba-tiba Yudo memanggilku dengan sebutan Eneng lalu menyuruhku menyalami Bu Dede.

Apakah wajah Bu Dede masih sama? Sikapnya juga apakah tetap heboh, setelah melihat wujud asliku?

Ternyata tidak, seketika raut wajahnya berubah masam dan tak seramah tadi, meski tetap mengajakku masuk.

Saat ku berikan makanan buatan ibuku, dengan agak ketus dia menjawab,” Aduh tak usah repot-repot atuh, kasihan Mamanya. Enggak bawa bingkisan juga tak apa.”

Kalau orang biasa mungkin menganggap biasa kalimat itu, tapi aku tidak. Dari kalimatnya, ku akui ada ketidaksetujuan dalam diri Bu Dede.

Mulai dari duduk berjauhan, hingga sikapnya yang mengambil salep otot, makin menambah rasa tak enak di hati.

Dia pun mulai bertanya-tanya tentang diriku dan keluarga, yang apesnya membuat mulut ini berkata polos.

Menceritakan semua keadaan keluargaku tanpa terkecuali, di saat itulah Bu Dede langsung menjauhiku.

Dari mendadak membelakangi, hingga berkali-kali mengoleskan salep pada kakinya.

Saat itu, aku terlalu naif, berpikir penampilan tak masalah, yang penting saling cinta. Setelah Yudo makan, tiba-tiba dia dipanggil dan disuruh menemu ibunya. Aku pun memilih diluar menunggu.

  Tiba-tiba setelah berbincang ibunya, Yudo meminta aku pulang dengan alasan takut kesorean.

Meskipun curiga, aku lagi-lagi tak ingin banyak bertanya. Seminggu kemudian, Yudo tak ada tanda-tanda memghubungiku kembali.

Setiap aku mengirim pesan tak pernah direspon. Tanteku berinisiatif menghubunginya di whatssap, menanyakan mengapa Yudo tak lagi datang.

Pernyataannya sungguh membuatku sakit hati juga sedih, ibunya tak suka wanita gendut mirip tempayan air. Ditambah ketakutan ibunya yang takut keturunan kami, ada yang mirip saudara-saudara ibuku yang autis.

Astaghfirullah, ku lafadzkan dzikir, kala mendengar kejujuran Yudo pada Uwak. Kenapa dia tak mengabariku? Apakah diriku ini teramat menjijikan, hingga tak layak untuk diberi tahu.

Lalu ku beranikan menanyakan lewat Yudo, tapi jawabannnya sungguh di luar ekspetasi. Dia berpikir aku mau banget, minta akses darinya tanpa terkecuali, padahal niat hati menghubunginya secara baik tanpa ada maksud tertentu.

Akhirnya ku luapkan emosi, berkata jika dia tak tahu tatakrama, terhadap hubungan kami hingga ku putuskan menghapus nama pria itu selamanya dari hidup ini.

Hingga sekarang, aku belum bisa menemukan pria sejati yang bisa ku jadikan teman sampai surgaku. Rasa takut akan penghinaan pada tubuhku, keluargaku dan kondisi ekonomi tak begitu bagus, menjadi penyebabnya.

Mungkin Yudo bukan pria yang pantas untukku, kedatangan dia dalam kehidupanku adalah ujian hidup yang paling berat.

Tak terbayang, bila aku benar-benar harus hidup dengan mertua bermulut kasar dan tajam, plus suka body shamming.

Semoga ceritaku, bisa membuat yang membaca terinspirasi dan tetap semangat mencari calon pasangan hidup.
 
***Tamat***

Ciamis, 03 Mei 2020

Dephie




Sumber Gambar : Kompasiana
Diubah oleh dchantique 30-07-2020 06:11
inginmenghilang
bayumyne
vanilla_91rl
vanilla_91rl dan 62 lainnya memberi reputasi
61
5.3K
201
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.5KAnggota
Tampilkan semua post
dchantiqueAvatar border
TS
dchantique
#17
[Cerpen] Dua Ojek
Kala ojek daring menjadi menantu ojek pangkalan.








Pria berusia muda dan sayangnya manis itu mengenggam jemari wanita di sampingnya dengan kuat, seakan mencoba menguatkan kegelisahannya.

Di depan mereka sesosok pria paruh baya menatap dengan tajam, seolah menelanjangi keduanya.


Tatapan mengancam yang dilancarkan tidak membuat pria itu goyah, justru senyuman manis ia persembahkan menambah kesal hati bapak-bapak di depannya.

Niatnya untuk mengintimidasi tidak bisa  mempengaruhi pihak pria tetapi menimbulkan kegelisahan di raut wajah pihak wanita.

Kesal karena malah dirinya yang terintimidasi, pria bernama Sholehuddin itu memilih bertanya langsung pada pria yang sudah 6 bulan ini berada di rumahnya.

“Sebenarnya apa pekerjaanmu teh? mengapa setelah pulang kau kembali pergi di sore hari?” tanya Sholeh.

“Saya mencari tambahan untuk biaya kehidupan keluarga kita, apalagi 3 bulan dari sekarang akan hadir anggota baru di rumah ini. Kenapa Abah begitu khawatir?” tanya si Pemuda bernama Yudo atau akrab disapa Ujang.

“ Kamu kira aku tak bisa membiayai kebutuhan keluarga ini? Atau kamu memang mempunyai pekerjaan lain dan mencoba menghianati kami?” tanya Sholeh penuh amarah.

“ Aku teh sangat menyayangi kalian, bagaimana mungkin Abah bisa berpikir begitu?" tanya Ujang berusaha untuk tidak gugup dan mencoba mengalihkan perhatian sosok didepannya ini.

“ Kalau kamu teh memang peduli, kenapa tidak memberi tahu apa yang dilakukan dari pagi sampai malam jika benar tidak berselingkuh?” mata Sholeh menatap tajam.

“Aku jadi pegawai honorer di cabang klinik pamanku dan mengantarkan pesanan barang milik beberapa teman kerja yang dipesan lewat media sosial. Selebihnya tak ada lagi, Bah,” jawab Ujang.

“ Benarkah? Atau jangan-jangan kamu juga daftar menjadi ojek aplikasi itu?  Abah mah sudah merasa curiga sejak kamu menolak menjadi armada ojek,” tanya Sholeh seraya menyelisik.

“ Aduh, Aa gimana atuh, pasti sebentar lagi bakal ketahuan geura,” seru Devi alias Eneng sudah panik duluan, seraya berbisik dan membuat makhluk dalam perutnya ikut gelisah.

“ Tenang atuh Neng, Aa yakin nggak bakal ketahuan ( berbisik). Enggak atuh Abah ..aku mah jujur emang itu kerjaanya,” ujar Ujang menenangkan istri dan  mertuanya.

“ Baik, Abah percaya. Tapi kalau bohong, siap-siap we kehilangan si Eneng!” bentak Abah Sholeh.

“ Iya Abah. Ujang teh janji bakal jaga amanat Abah,” ujar Ujang seraya memeluk Istrinya semakin erat.

“Abah kok kitu, masa Aa Ujang mau diusir? Abah mau anak kami jauh dari bapaknya? Tega pisan, mereka ada 5 ini. Bagaimana kalau aku kewalahan," kata Eneng marah membuat Sholeh gelagapan juga syok.

Tak disangka cucunya ada 5, dan itu ulah sang menantu yang sering beribadah bersama anaknya seperti halnya minum obat yakni 3 kali sehari.

“Maaf Neng, Abah mah canda atuh. Masa iya, Abah biarin suamimu yang rese ini tinggalkan kamu dan kelima anakmu. Walaupun sebenarnya Abah kesal kenapa dia sering sekali beribadah denganmu,” timpal Abah seraya mendelik tajam pada Ujang, yang tersipu.

“Pokoknya kalau kalian berdua teh begini bae, aku mogok makan, bangun dan gerak...titik!” ancam Eneng seraya masuk ke kamarnya.

“Neng maaf atuh, jangan tinggalkan Aa disini. Itu jalannya jangan cepet-cepet, karunya si dedek bayi," kata Ujang panik seraya beranjak menyusul istrinya, Sholeh menghela napas melihat sang anak selalu  merajuk sejak hamil cucu-cucunya.


Satu Tahun Lalu

Abah Sholeh memang bukanlah ojeg biasa, bukan pula ojeg yang saat ini terkenal dengan sebutan Ojek Daring alias OJOl.

Beliau adalah pemilik usaha JekLeh yang merupakan suatu bisnis ojek kampung yang menyewakan motor sekaligus merekrut para pengangguran di sekitar kampungnya supaya punya kegiatan.

Sholeh berpikir daripada nokrong tak jelas dan jadi sasaran amarah istri dan ibu masing-masing, lebih baik jadi armada JekLeh saja.

Namun meskipun posisinya sebagai bos, Sholeh terkadang juga ikut membantu dengan menjadi tukang ojek saat para personil tengah kekurangan.

Berkat idenya banyak warga yang berterima kasih kepada beliau. Beberapa bulan lalu baru saja mendapatkan penghargaan dalam bidang usaha kecil dan menengah.
Eneng sebagai anaknya merasa sangat bangga, dengan sosok cinta pertama para anak perempuan itu.

Terkadang wanita itu merasa takut, sang ayah tahu jika ia memilih naik Ojek Daring daripada menelpon salah satu armada ayahnya.

Entah kenapa si Abah fanatik sekali dengan para pelaku usaha sama dengan cara berbeda itu. Mungkin dirinya merasa jika mereka sudah menjajah wilayah usahanya.

Padahal yang namanya ojek daring itu tidak pernah mangkal di satu tempat sepertinya halnya Ojek Biasa.

Bahkan mereka lebih sering berpindah-pindah bahkan berada di pusat kota.

Tanpa harus mendekat kepada pelanggannya, mereka sudah terhubung melalui sebuah aplikasi di ponsel pintar. Sehingga tak harus membuat letih penumpangnya.

Kendati sudah beruasaha didamaikan dengan membagi wilayah kerja, ada saja ojek biasa yang iri dan terprovokasi membenci para pengendara ojek daring sebagaimana halnya.

Eneng sendiri sudah menggunakan ojek daring sejak tahun lama dan merasa nyaman. Meskipun harus menunggu tapi tidak sia-sia, sebab lewat aplikasi ia bisa mengetahui dimana posisi sang driver.

Sayangnya dia harus berkorban lebih dulu untuk berjalan sedikit ke jalan raya yang biasa dilewati angkot.

Sebab jika dia nekat memesan ojol di jalan depan rumahnya niscaya para pegawai JekLeh akan tahu dan melaporkannya pada sang ayah.

Syukurlah selama  satu tahun setengah dia sama sekali tidak pernah ketahuan apalagi dicurigai Abah. Sayangnya, akhir-akhir ini sang ayah sudah berada di ruang tamu, menyongsong sang putri dengan mata penuh teka-teki.

Belum lagi sang calon suami yang bekerja di sebuah klinik swasta pun terkadang suka menyambi sebagai ojek online, di hari sabtu dan minggu.

Awalnya mereka tidak saling mengenal karena tidak setiap hari Eneng memakai jasanya, kecuali pada hari sabtu saja.

Gadis itu mengakui jika pada awal ia mencoba layanan ojek online itu, sikapnya sungguh keterlaluan.

Bersikap judes, mencela sang driver bahkan membatalkan pesanan hanya orang yang bertugas tidak sampai ke lokasi dirinya berada.

Akibatnya dia hampir saja dimusuhi oleh drivernya karena setiap ia sedang butuh, yang menjawab pesanannya tiba-tiba membatalkan sembari mengucapkan kata-kata yang kasar.

Awalnya Eneng kesal tapi setelah ia berkonsultasi dengan tantenya barulah dirinya sadar jika itu memang kesalahannya.

Sungguh Beruntung sosok yang dia perlakukan salah dan harus ia datangi untuk meminta maaf adalah calon suaminya.

Ujang, yang tak disangka Eneng sering berkirim pesan dan menjalin hubungan seperti sekarang.

Di saat Eneng sedang dipusingkan dalam mencari jodoh, Ujang datang sebagai jawaban dari Allah untuk mengubah seluruh hidupnya.

Meski usia Ujang itu lebih muda, tapi pria itu sangatlah dewasa. Bahkan dialah yang menasehati Eneng untuk optimis dan menemukan jodoh.

Tanpa disangka 2 bulan kemudian, tepatnya saat munggahan tiba pria itu datang, dengan ditemani paman dan bibinya untuk melamar Eneng.

Gadis 28 tahun itu terkejut bahkan tak percaya, disangkanya ucapan Ujang itu hanyalah lelucon semata. Pasalnya, setiap kali order pria itu sering sekali bercanda.

Paman dan Bibi Ujang ternyata sosok yang sopan dan sederhana, kendati mereka itu merupakan apoteker dan suster yang bekerja di rumah sakit elit di Kota Bandung.

Bahkan Abah Sholeh sempat menyangka jika Ujang dan Bibinya itu non muslim, karena wajah mereka yang oriental berbeda dengan pamannya.

Setelah mendapat penjelasan dari Amran, paman Ujang barulah pria itu mengerti.

Diam - diam dalam hatinya ia kagum pada Ujang kendati pria itu masih merahasiakan pekerjaannya. Sayang, rasa curiga jika sang calon menantu adalah pengendara ojek online, masih tak dapat lenyap dari pikirannya.

****
Ujang masih saja berusaha membujuk Eneng untuk tak lagi ngambek. Sejak sore wanita itu belum juga memakan makanannya, akibat pertengkarannya dengan sang ayah karena selalu saja meragukan suaminya.

Sebenarnya Sholeh tak akan marah, jika memang benar Ujang bekerja sebagai ojek daring. Asalkan kebutuhan kelima cucunya yang sebentar lagi akan lahir, bisa terpenuhi dan tidak kekurangan.

Demi cucunya itu, Abah memesan kue balok dari ojek daring supaya Eneng mau memaafkan kesalahannya. Padahal tadi pagi sang anak sudah memakan martabak manis, yang sengaja Abah Sholeh buat sendiri.

Entahlah, mungkin itu adalah resiko wanita yang hamil lebih dari satu janin, kebutuhan makanannya pun berbeda. Suara pesan di ponsel pintarnya memberi tahu, jika pesanannya sebentar lagi sampai.

Namun Abah Sholeh tak berani mengambilnya sendiri, takutnya teman-temannya di ojek pangkalan akan berbuat yang tidak-tidak pada si ojek daring.

Terlintas di pikirannya untuk menyuruh sang menantu, supaya kue balok pesanannya selamat. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Ujang baru saja keluar dari dalam kamarnya setelah sang istri merengek ingin dibelikan es krim.

Mendadak jantungnya berdegup, kaget melihat Abah Sholeh yang seperti sedang menungggunya.

“Jang, mau kemana kamu teh?” tanya Abah Sholeh.

“Mau ke Albamart, Bah. Eneng Devi katanya mau es krim magmun,” jawab Ujang membuat Abah Sholeh pusing memikirkan anaknya, yang begitu rakus.

“Abah nitip nya, nanti serahkan uang ini ke ojek daring di jalan raya sana, barusan Abah pesan kue balok buat si Eneng. Kalau Abah keluar, kasihan si ojeknya nanti diserbu anak JekLeh,” kata Abah membuat Ujang takjub.

“Iya Bah, nanti aku yang bawa pesanannya, “ Ujang menyanggupi seraya keluar dari rumah.

Setibanya di luar, pria itu mulai menghubungi teman-temannya sesama ojek daring. Menanyakan siapa yang hari ini mendapat pesanan, dari ayah mertuanya. Sembari menunggu info dari temannya, Ujang segera menjalankan motor menuju jalan raya.

Saat itu, ojek yang membawa pesanan takut, karena ia tahu jika ini adalah wilayahnya para ojek pangkalan. Ojek daring bernama Rahmat itu lega, saat tahu yang mengambil pesanan adalah Ujang.

Pria itu menceritakan  bahwa tadinya ia tak ingin mengantarkan, tapi karena istri temannya sedang hamil terpaksa ia menyanggupi.

Setelah  membawa pesanan Istri dan anaknya, Ujang masuk dan disuguhkan adegan seorang ayah yang diomeli putrinya.

Eneng marah, Abahnya berbohong tentang ponsel pintar yang dimikinya. Melihat itu, Ujang mencoba meluruskan, ia tak mau  ada pertengkaran di dalam keluarganya.


“Sudahlah Neng, mau sampai kapan kaya begini terus?" tanya Ujang.

“Habis, nyebelin pisan. Abah, katanya teh nggak pake ponsel pintar eh pake juga," jawab Eneng.

“Neng Devi, Ujang Yudo, Abah teh minta maaf sudah membuat kalian kesal. Ini hanya rasa khawatir berlebihan seorang Ayah pada putrinya.” kata Abah Sholeh.

“Iya aku mengerti, tapi jangan begitu lagi atuh. Pan aku teh kesal,” keluh Eneng.

“Terima kasih Abah, aku mah sudah memaafkan Abah dari dulu,” sahut Ujang.

“Kamu teh nggak perlu sembunyi lagi, Jang. Abah mah tahu kok kalau kamu teh ojek daring, jadi lakukanlah apa yang kamu sudah mulai. Jangan sampai cucu-cucuku kelaparan?" kata Sholeh membuat Eneng dan Ujang tersenyum lega.

“Hatur Nuhun, Abah,” jawab Keduanya.

Sejak hari itu Abah tak pernah lagi mempersalahkan antara ojek daring dan ojek pangkalan.
Baginya, lebih baik hidup berdampingan antar sesama itu lebih baik daripada permusuhan.
 

Ciamis, 16 April 2020

Dephie Chantique







Sumber Gambar : Pinterest Dan Google ( sebelum dimodifikasi)

Sumber Cerita : Kisah para driver ojol

Terima kasih, atas kunjungannya...🥰🥰🥰
Diubah oleh dchantique 30-07-2020 06:19
ummuza
miftakhana
mbakendut
mbakendut dan 24 lainnya memberi reputasi
25
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.