lurikaAvatar border
TS
lurika
[SFTH] Gadis Bersepeda (Part 11)


Teeettt.... Teeeeettttt..... Teeeettt..... Dering ponselku berbunyi, tertera nama Bagas disana. Jujur saja aku masih sangat kecewa dengannya apalagi dengan kejadiannya bersama Nalika di taman.

Ponselku terus berdering menunjukkan Bagas yang masih gigih menelponku, aku baru ingat mungkin dia ingin menanyakan kenapa aku tak bertemu dengannya sesuai janjiku kemarin.

Ponselku masih saja terus berdering. Bagas tidak akan berhenti menelponku sampai aku mengangkat telponnya.

"Halo. Ada apa? Lo ngga bisa menunggu sampai di sekolah?" akhirnya aku menjawab telponnya dengan sedikit ketus.

"Iya, ngga bisa. Lo kemarin dimana? Gue nungguin ampe adzan maghrib" Bagas meminta penjelasanku.

"Sory, bro, gue sengaja lakuin itu biar lo tahu betapa tidak nyamannya jika seseorang ingkar janji" aku sengaja menyindirnya.

"Maksud lo apa? Lo nyindir gue? Kenapa lo kayak cewek PMS gitu? Ngga jelas banget sih, lo. Atau aslinya lo emang gini orangnya? Ngga laki banget!"

"Bukan gue yang ngga laki, tapi elo! Udah nikmatin tubuh cewek yang udah lama pacaran sama lo dan sekarang lo malah mutusin dia karena cewek lain. Dasar pengecut lo, Bas!"

Ku akhiri panggilan telpon itu sepihak. Karena aku tidak ingin terlalu banyak mengumbar kata kata kasar kepadanya, karena itu tidak akan berpengaruh apapun untuk mental Bagas.

Malah aku yang seperti kena mental oleh ucapannya yang mengatakan aku layaknya gadis yang sedang PMS. Kalimat Bagas membuatku kembali intropeksi diri.

'Apa benar sikapku ini? Apa aku terlalu sensitif sebagai seorang lelaki?'

Drttt... Drrrttt... Drrrttt...

Ponselku kembali bergetar. Dan tanpa melihat siapa yang menelpon aku langsung menjawab dan langsung memaki penelpon tersebut yang kukira Bagas.

"Bajingan!, kenapa kau menelponku lagi?"

"Assalamaualaikum, Kak Ray. Maaf kalo aku menelponmu". Suara lembut diseberang sana mengagetkanku.

Oh tuhan, aku segera melihat siapa yang menelpon, namun nomornya tak ada dalam kontak ponselku.

"Waalaikumsalam, Nalika?" Terkaku ragu.

'Untuk apa Nalika menelponku?' Tanyaku dalam hati. Bukannya aku tidak bahagia namun pertemuan ia dan bagas kemarin sore masih terngiang dikepalaku.

"Iya, Kak. Ini aku, Nalika. Raya meminta tolong padaku untuk menelpon kakak dan ia memberi nomor ponselmu. Ia ingin bertemu denganmu pagi ini. Datanglah ke kosanku kak, Raya menunggumu disana. Nanti kalo kakak sudah tiba, langsung masuk saja, pintunya tidak aku kunci. Raya menunggumu di kamarku karena ia tak ingin keluar kemanapun. Tapi aku minta maaf, Kak. Sepertinya aku tidak bisa menunggu Kakak. Karena aku ada rapat di kantor. Mungkin setelah rapat barulah aku kembali ke kosan. Dan oh iya Kak, jika boleh tolong bawa seseorang bersama kakak agar kalian tidak hanya berdua di kosanku. Aku takut ada yang melihat dan terjadi fitnah. Aku minta maaf sebelumnya, Kak." Nalika terdengar begitu serius.

Kata-kata terakhirnya sedikit menyinggung perasaanku. Aku tak menyangka jika Nalika memiliki pemikiran seperti itu padaku.

'Memangnya kau kira aku lelaki yang akan mengambil setiap kesempatan yang ada.' gerutuku dalam hati.

"Eh, baiklah. Aku akan kesana. Katakan pada Raya tunggu aku. Saat ini aku sedang bersiap-siap untuk kesana. Aku tidak perlu membawa orang ketiga karena aku dan Raya adalah sahabat dan aku yakin kami tidak akan berbuat yang tidak-tidak. Raya adalah gadis yang baik. Dan kuharap kau pun mengetahui itu, karena kau sahabatnya, bukan?", jawabku juga dengan nada yang serius, dan entah mengapa disudut hatiku merasakan sakit yang tak biasa terjadi padaku. Aku merasa telah menyakiti diri sendiri dengan perkataanku.

Pembicaraan diantara kami terputus setelah Nalika mengakhirinya dengan salam. Ada yang aneh dengan sikap Nalika, ia seperti tidak tersinggung dengan perkataanku. Ia terlihat tenang, dan itu semakin membuatku sakit.

'Apa memang ia tidak memiliki perasaan padaku?'

*****

Sejam kemudian, aku tiba di kosan Nalika tempat dimana Raya saat ini menetap untuk sementara. Aku yang ke sekolah dulu untuk meminta izin pulang lebih awal karena tidak ada mata pelajaran yang akan aku ajarkan hari ini, langsung memarkirkan motor di teras kosan Nalika. Dan sesuai perkataan Nalika, aku langsung masuk ke dalam kosannya.

Sesampainya didalam aku disuguhi sebuah ruang tamu yang bercat abu-abu dark dengan pernak-pernik yang minim untuk sebuah ruang tamu seorang gadis. Disana terlihat hanya ada sebuah kursi santai yang terbuat dari kayu dengan busa empuk dibagian tempat duduk dan sandarannya terletak disudut ruangan ditemani sebuah rak buku kecil yang berisi buku bacaan dan pot kaktus kecil disetiap rak buku itu memberi kesan sederhana namun kuat, lalu ada lukisan kosong dengan frame bercat hitam menempel didinding tak jauh dari tempat duduk dan rak buku tersebut.

Aku merasa sedikit aneh dengan suasana ruangtamunya, aksen seorang gadis tak nampak dari interior ruang tamu ini.

'Gadis seperti apakah Nalika ini sebenarnya?'. Gumamku.

Semakin lama aku mengenalnya semakin banyak hal baru yang tak aku mengerti tentangnya, entah itu mengenai Raya dan Bagas ataupun kepribadiannya. Dari sebuah ruangtamu kecil ini aku tak bisa menebak seperti apa seorang gadis bersepeda yang membuat ku jatuh cinta beberapa bulan yang lalu namun berhasil membuatku patah hati walau kami belum menjalin hubungan.

Lamaku mematung melihat semua sudut ruang tamu Nalika yang sangat berbeda dengan kebanyakan gadis yang pernah aku kenal.

Mataku sekali lagi berhenti pada lukisan kosong yang terletak tak jauh dari kursi santai itu. Lukisan kosong tanpa gambar hanya karton putih dengan frame kayu bercat hitam.

'Apa maksud lukisan itu'? tanyaku.

"Rai, kaukah itu?", suara Raya mengembalikan sadarku. Aku teringat tujuanku kemari dan bergegas menuju sumber suara tersebut.

Aku menuju sebuah ruangan yang tak jauh dari ruang tamu tadi, 'NALIKA', namanya tertera di pintu ruangan tersebut, dan mungkin inilah kamarnya. Perlahan kubuka pintu kamar, Raya terlihat sedang duduk dimeja belajar yang membelakangi pintu.

Sejenak aku menikmati suasana lembut yang terpancar dari dalam kamar tidur Nalika. Kamarnya bernuansa nude yang sangat kontras dengan ruangtamunya. Aku kembali disuguhkan dengan sesuatu yang berbeda lagi dari diri Nalika. Yah, disini aku seperti melihat sisi lain seorang Nalika, sekali lagi!.

Kamar tidur yang dilengkapi dengan sebuah ranjang besi berbentuk sebuah rumah dengan atap dan kelambu berwarna putih menjuntai disisi tempat tidur yang terlihat sedikit berantakan, itu mungkin karena Raya tak sempat membersihkannya. Walau berantakan warna soft yang tersaji ditempat tidur itu membuat nyaman siapa saja yang beristirahat disana. 

'Mungkin karena inilah, makanya Raya memilih Nalika untuk bersandar disaat ia dan Bagas sedang bermasalah. Sayangnya, mungkin Raya tak tahu bahwa penyebab masalah mereka adalah tempat bersandarnya sendiri. Nalika'

*****

"Ray". Raya memanggilku dengan lirih dan membalikkan badannya kearahku, terlihat tatapannya kosong.

"Iya, ini aku", kataku.

Tanpa permisi lagi aku langsung duduk ditepi ranjang agar bisa dekat dengan Raya.

Keadaan Raya sungguh menyedihkan. Matanya sembab, badannya sedikit terlihat kurus. Senyum riang yang selalu menghias diwajahnya kini sirna. Tatapannya kosong.

"Bagaimana kabarmu?" Tanyaku kemudian dibalas dengan sebuah senyum kecil dari Raya yang sedikit dipaksakan. "Sepertinya aku salah memberi pertanyaan.", sambungku.

Raya masih terus diam. Hanya matanya yang berusaha berbicara. Namun sayang, tatapannya kearahku masih saja sama. Kosong!.

Tatapan kosong itu kini berganti menatap sebuah diary berwarna nude yang ada didepannya. Lama ia menatap diary itu, entah apa yang sedang ia pikirkan. Kemudian ia memberikan diary tersebut padaku.

"Ambil diary ini dan semuanya akan jelas setelah kau membacanya", Kata Raya.

Aku semakin bingung dengan keadaan ini, tapi aku tak bisa mencegah tanganku untuk tidak menerima diary tersebut.

Warna dan bentukannya sama persis dengan diary Raya dan juga Bagas. Aku pernah melihatnya sewaktu menginap di tempat Bagas. Aku mencoba membuka diary tersebut, mungkin Raya sudah menuliskan semua keluh kesahnya dalam diary ini. Namun aku dibuat terkejut setelah mendapati nama Nalika terukir indah dalam catatan harian tersebut.

Aku memandangi Raya meminta penjelasan. Apa maksudnya memberiku diari Nalika yang sama persis dengan diari mereka berdua. Apa sebenarnya hubungan mereka bertiga?

Kembali ku pandangi Raya. Mata kami saling bertemu. Terlihat mata Raya kini tak lagi kosong, disana tersirat sebuah penyesalan. Dan tanpa sadar aku berdiri dan memeluknya erat mencoba untuk membuatnya tenang dan nyaman. Mungkin dengan begitu ia akan menjelaskan semua permasalahannya.

Lama kami berada dalam sebuah pelukan yang awalnya hanya sebatas memberikan semangat dan kini entah bagaimana bibir Raya mendarat dibibirku. Ada perasaan aneh yang menjalar disekujur tubuhku. Ciuman Raya sangat agresif dan menuntut untuk dibalas.

Oh Tuhan, tidak!. Sudah lama aku tak merasakan sensasi seperti ini, terakhir kali ketika aku masih menjadi anak labil semasa awal perkuliahan dulu. Naluri lelakiku kini membuncah dan berusaha mengimbangi hasrat Raya yang terlalu kuat untuk aku bendung, diary yang sedari tadi masih ku genggam erat kini terjatuh entah kemana. Karena tanganku kini melingkar dipinggul Raya.

Raya masih terus menciumku dan akupun membalasnya, kami berdua larut dalam ciuman yang menghilangkan semua akal sehat kami. Bahkan akupun sejenak melupakan Nalika.

Praaannnggg...

Sebuah suara menghentikan aktifitas kami. Aku dan Raya segera menoleh kesumber suara tersebut. Terlihat sebuah makanan terlepas dari tangan seseorang. Dan seseorang itu berdiri mematung menatap kami yang juga tak menyangka kehadirannya.

"Oh, My God! Sial!", umpatku setelah kutahu siapa yang berdiri didepan pintu kemudian pergi meninggalkan kami setelah kami sadar keberadaannya.

"Apa Nalika melihat semuanya, Ray?", pertanyaan yang tidak masuk akal dilontarkan oleh Raya.

"Menurutmu?! Kamu pikir Nalika orang buta yang tidak bisa melihat kelakuan kita?", kataku dengan sedikit emosi.

"Maafkan aku Ray"

"Ahhh, terserah, aku mau menjelaskan semua ini pada Nalika", kataku dan berlalu meninggalkan Raya namun sebelum pergi aku mengambil diary Nalika yang terjatuh, setelah itu aku segera mengejar Nalika tanpa memperdulikan Raya yang terus meminta maaf padaku.

'Nalika, maafkan aku'.
Diubah oleh lurika 27-07-2022 00:34
081364246972
bukhorigan
tien212700
tien212700 dan 18 lainnya memberi reputasi
19
4.1K
136
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.6KAnggota
Tampilkan semua post
GanisaeAvatar border
Ganisae
#13
masih menunggu
lurika
lurika memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.