- Beranda
- Stories from the Heart
Pelet Orang Banten
...
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten

Assalamualaikum wr.wb.
Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.
Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.
Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.
Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi
), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.
Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.
Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini

*
Bismillahirrahmanirrahim
Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.
Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.
Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.
Awalnya aku hendak mengantarnya
tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.
"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.
"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."
Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.
"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"
Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.
"Bukan," jawab istriku.
Aku langsung memandang istriku dengan heran.
"Terus siapa?"
"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."
"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.
Istriku menggelengkan kepalanya.
"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.
Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."
"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.
Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.
Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.
Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati

"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.
Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja

Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol.
Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.
Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.
"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.
Penyebabnya adalah los kompresi
Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku.
Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.
Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.
Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.
"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.
Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.
Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.
"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."
"Atur aja bang," kataku cepat.
Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.
"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.
"Oke,"
Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.
Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.
Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.
Jam menunjukan pukul 12:00 wib.
Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.
"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.
"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.
Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering.
Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.
"Nomer siapa nih," desisku.
Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.
Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.
Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.
Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.
"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.
"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.
"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.
"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.
"Oh, mas Sumarno," kataku.
Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.
"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.
"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.
Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.
Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.
Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."
***
Part 1
Pelet Orang Banten
Quote:
Part 2
Teror Alam Ghaib
Quote:
Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

*
Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya
Diubah oleh papahmuda099 05-04-2024 04:27
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
333.7K
3.1K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
papahmuda099
#225
Abah bag.1
Keheningan menguasai lantai 2 pondokan milik Abah, seorang lelaki yang hampir berusia setengah abad, dan yang kudengar, sudah 3 tahun ini Abah tidak pernah lagi makan nasi. Sebagai gantinya, ia lebih senang mengkonsumsi singkong.
Abah kulihat membetulkan letak posisi kakinya. Sesekali matanya terpejam, lalu terbuka, terpejam lagi, kalau membuka lagi. Begitu selama beberapa menit.
Istriku sendiri kini terpekur. Menunduk bagiankan bunga yang sudah layu.
Sedangkan aku, badanku ini semua masih terasa segar bugar. Segar karena ditopang oleh perasaan yang bercampur aduk menjadi satu didalam hati ini.
Aku juga menjadi bingung demi mendengar cerita istriku. Ada rasa percaya yang memang sudah aku tanamkan kepadanya semenjak kami menikah. Tapi, ada juga rasa ragu-ragu dan kecewa dengan perbuatannya itu.
"Ahhh...entahlah. yakin saja dengan semua yang akan terjadi. Pasti Allah sudah memberiku sebuah jalan," kataku dalam hati.
Benar saja, tak lama kemudian. Abah kulihat mulai batuk-batuk kecil. Batuk yang memaksaku untuk bersiap mendengarkan apa yang akan menjadi pegangan ku. Selain juga pendapatku sendiri.
"Neng...," Abah memulai perkataannya.
Istriku diam. Tapi aku yakin, telinganya sedang bersiap mendengarkan apa yang akan Abah katakan.
"Setelah Abah mendengar cerita Eneng. Abah juga percaya, kalau semua itulah yang telah terjadi," lanjut Abah.
"Abah juga sudah yakin, bahwa Eneng sudah berkata jujur. Tapi..."
Aku dan istriku kompak memandang Abah dalam-dalam. Menunggu apa kalimat selanjutnya.
"Tapi, Abah juga ingin bertanya tentang beberapa hal sama Eneng. Dan Eneng harus menjawab itu semua dengar jujur tanpa ada yang coba neng sembunyikan."
Istriku mengangguk.
Abah menggeser letak duduknya agak berhadapan dengan posisi istriku. Aku sendiri siap menyimak hal itu.
"Neng sudah berapa lama kenal dengan Sukirman itu ?"
Istriku tampak berpikir sejenak, lalu dengan tak yakin ia menjawab, "baru sekitar 3 bulan terakhir ini, Abah."
"Mulai kapan Sukirman ini berani mendekati atau akrab dengan emang ?"
"Kalau untuk itu Rara juga gak begitu yakin sih, Abah. Tapi, kalau sepengetahuan Rara, Sukirman mulai agak akrab dengan Rara semenjak Rika, supervisor baru itu diangkat. Dan Rika belum genap 2 bulan ini menjabat sebagai spv dipabrik." Jawab istriku.
"Oh, jadi sukirman ini mulai mendekati neng sekitar 2 bulan. Atau semenjak Rika naik jabatan setara dengan emang ?"
Istriku mengangguk.
"Bisa Abah liat wajahnya si Rika ini ?" Pinta Abah.
Istriku mengambil hpnya lalu ia tampak membuka galeri foto disana. Lalu setelah ketemu, hp itu ia angsurkan ke Abah.
Abah menerimanya. Lalu ia tampak sedikit berkerut-kerut.
Aku memperhatikan Abah dengan dahi berkerut juga. Karena entah kenapa, aku menduga ada sesuatu hal yang aku yakin, sama dengan yang akan Abah utarakan nantinya.
Setelah memandangi foto Rika beberapa saat. Abah mengembalikan lagi hp istriku.
Abah lalu menunduk sambil memejamkan mata. Tasbih kecil ditangannya tampak mulai berputar digerakan oleh jari jemari Abah.
Hening, senyap selama 10 menit.
Kami berdua menunggu Abah membuka kedua matanya kembali.
Dan, Abah kembali berdiri tegak sambil membuka kedua matanya.
Lalu meluncurlah satu kalimat dari bibirnya, "Abah sudah tau kenapa neng seperti ini."
Kami mendongak.
"Tapi," kata Abah sambil melihat kearahku, "ini semua juga terjadi, karena sikap si mas juga."
Otaku langsung berfikir. Apa maksud dari perkataan Abah.

Abah lalu mulai dengan hasil temuannya.
"Jadi, Sukirman ini Abah lihat berasal dari satu daerah disebelah selatan tanah Banten ini. Tepatnya didaerah M*l*n**i**. Dan, Sukirman ini termasuk orang yang rajin berziarah ketempat-tempat yang dianggap keramat diseluruh Banten ini. Keinginannya apa ? Tak lain dan tak bukan adalah untuk menguasai sejenis ilmu pelet yang termasuk ilmu tua ditanah Banten ini. Untuk namanya, maaf, Abah tidak mau membocorkannya. Yang pasti, pelet ini bukanlah pelet sembarangan. Karena orang yang terkena pelet ini, akan sedikit sadar akan perbuatannya. Jadi ia tidak akan berubah dalam hal sikap maupun sifat. Berubah disini maksud Abah adalah, tidak kentara banget perubahannya."
Contoh tempat kramat


Setelah berhenti sejenak, Abah kembali melanjutkan hasil penemuannya.
"Jadi sikorban, yang dalam hal ini adalah neng Rara. Masih akan tetap memiliki perasaan sayang kepada simas, suaminya. Tapi disisi lain, sineng juga akan dipaksa untuk mencintai Sukirman juga. Mungkin kalian berdua bingung dengan penjelasan Abah. Tapi seperti itulah yang Abah ketahui tentang pelet ini."
Aku yang tak bisa menahan diri lagi segera bertanya.
"Jadi maksud Abah, dia ini terkena pelet ?" Tanyaku sambil menunjuk istriku.
Abah mengangguk.
"Benar, mas."
"Tapi," kata Abah, "pelet yang Sukirman punya ini termasuk pelet yang bahaya. Bahayanya kenapa, karena pelet ini memaksa untuk tumbuhnya cinta dan sayang. Jadi, mau sejelek apapun lelaki itu, bila orang yang terkena pelet ini melihatnya, maka pasti akan tumbuh rasa suka dan sayang. Bagaimana cara kerjanya ? Caranya adalah dengan meminta bantuan para jin kafir yang sesat. Mereka akan membolak balikan pandangan lahirian korban. Sehingga yang tampak bagus hanyalah si pemilik ilmu pelet ini. Jadi pelet ini bisa terus berfungsi seumur hidup. Berbeda dengan ilmu pelet lain yang hanya memiliki waktu yang singkat. Dan bila ingin digunakan lagi, harus diperbarui lagi."
Aku mengangguk-angguk anda memahami betapa mengerikannya ilmu pelet milik Sukirman itu.

Abah kembali berbicara.
"Hanya, meskipun dahsyat. Pelet ini juga harus memiliki beberapa persyaratan khusus. Diantaranya ada 3. Yang pertama, korban dan pelaku harus saling mengenal. Meskipun hanya sepintas, tapi minimal haruslah saling tahu nama masing-masing. Kedua, harus ada sentuhan secara wadag. Apapun itu bentuknya. misal, sentuhan tangan, sentuhan baju, ataupun dari hembusan asap yang harus mengenai tubuh ataupun pakaian korban. Ketiga, pelaku harus bisa memasukan sesuatu kedalam diri Korban. Contohnya seperti air minum ataupun makanan yang sudah dibaca-baca oleh pelaku."
Aku segera teringat cerita istriku tadi. Ia berkata bahwa Sukirman awalnya menghembuskan asap rokok yang mengenai jilbabnya. Lalu Sukirman juga memberikan minuman disaat istriku lemas setelah melihat penampakan.
Sebuah jawaban mulai muncul dikepalaku.
Setelah mendengarkan penjelasan Abah, aku juga merangkainya dengan cerita istriku tadi. Semuanya cocok. Dan itu membuat emosiku sedikit surut. Kini aku melirik istriku dengan sebuah tatapan baru.
Tatapan prihatin.

Tapi ego ku tidak bisa begitu saja aku runtuhkan. Mau bagaimanapun, aku adalah seorang laki-laki. Aku harus bisa menahan diri sampai permasalahan ini tuntas dan jelas.

Jadi, aku memutuskan untuk diam dan melihat perkembangan ini terlebih dahulu.
Setelah hening beberapa saat, Abah kembali berkata.
"Alhamdulillahnya, didalam tubuh Eneng ini ada yang melindunginya. Dan Abah juga selalu memantau Eneng dari sini. Jadi Abah tau apabila terjadi sesuatu sama Eneng. Tapi, Abah gak bisa langsung kesana. Makanya waktu itu Abah bilang, bawa si Eneng kesini, itu artinya ada sesuatu yang gak beres terjadi ditubuh Eneng. Tapi malah kalian gak mau nurut sama Abah."
Aku dan istriku sepakat untuk menyalahkan diri masing-masing. Dan menyesal karena tidak menuruti perkataan Abah.
"Dan satu hal lagi yang bisa membuat si Eneng ini terkena pelet adalah karena dari kesalahan si mas sendiri," ujar Abah seraya melihatku.
Aku mendongak. Tak mengerti akan maksud Abah.
"Kesalahan dari saya ?" Tanyaku kurang paham.
Abah mengangguk.
"Dari yang Abah tahu, si Eneng ini sebenarnya sudah ada pelindungnya dari kecil, selain dari Abah sendiri. Abah juga heran, kok bisa tembus ilmu itu kebadan si Eneng. Dan sewaktu Abah telusuri lebih lanjut. Ternyata yang memiliki niat untuk mencelakakan Eneng lebih dari 1 orang. Dan salah satunya adalah si mas sendiri."
Refleks aku melihat kearah istriku. Dan disaat yang bersamaan, istriku juga melihat kearahku.
Kami saling bertatapan. Mungkin sama atau tidak, yang pasti, perasaanku kala itu adalah terkejut dan tak mengerti. Apa sebab aku mencelakakan istriku sendiri ?
Abah yang melihat kami terdiam dan salaing pandang mengeluarkan sura batuk kecil.
Aku dan istriku kembali melihat Abah yang sedikit tersenyum. Entah apa arti dari senyumannya itu.
"Jadi gini maksud abah, mas," kata Abah. Lalu lanjutnya, "maksud Abah itu, si mas tidak ada niatan memang untuk mencelakakan si Eneng. Tetapi, sebenarnya si mas ini tanpa sengaja telah ikut andil dalam masalah sekarang. Ingat ya kata abah, si mas tanpa sengaja telah ikut andil dalam masalah saat ini."
Sedikit kutarik nafas lega dari dadaku.
Abah kembali melanjutkan kalimatnya, "mas sadar atau tidak, kalau mas selama ini sudah jarang memperhatikan si Eneng. Mas terlalu sibuk dengan pekerjaan dan kesenangan mas sendiri. Sehingga mas lupa, kalau dihidup mas sekarang ini sudah ada 1 orang lagi yang sangat butuh perhatian dari mas. Yaitu si Eneng, istri mas."
Deg !
Aku mendengar kata-kata itu seperti sebuah kaleng kosong yang dipukul dengan palu besi besar.
Remuk, ambruk dan hancur berkeping-keping.
Aku merasakan sekali kebenaran dari kata-kata Abah barusan.
Aku sadar, bahwa beberapa waktu belakangan ini, aku hampir tidak pernah memberikan perhatian lagi kepada istriku.
Sudah jarang kami mengobrol jika ada waktu bersama. Aku selalu sibuk dengan hobiku akan gadget. Ya Allah, ternyata selama ini akulah yang bersalah. Bukan istriku. Akulah penyebab semua ini terjadi.
Aku menunduk lemas. Tak sanggup menerima kebenaran ini.
Lalu, aku merasakan ada sebuah tepukan pelan dipundakku.
Aku melihat keatas, Abah.
Ya, Abah menepuk pundak ku perlahan. Tidak berkata-kata, tetapi entah dari mana datangnya. Aku seperti mendapatkan energi besar yang bisa menahan kesedihanku.
Aku kembali menegakan tubuhku seperti semula.
Abah tersenyum.
"Abah tahu, kalau mas juga gak tau kalau sikap mas yang seperti bisa bisa membuat istri mas celaka. Jadi, Abah minta mas nantinya bisa memperbaiki diri dan sikap mas untuk menjadi suami yang lebih baik lagi. Tapi, itu juga kalau mas masih mau memaafkan si Eneng. Hanya saja, Abah selaku yang dituakan oleh kalian. Abah ingin kalian tetap bersama. Jadikan hal ini sebagai pelajaran bagi kehidupan rumah tangga kalian. Sekarang keputusan ada ditangan si mas. Apakah mas mau memaafkan si Eneng, atau mas punya keputusan sendiri. Abah tidak bisa memaksa dan mencampuri urusan rumah tangga kalian lebih jauh. Abah disini hanya sebagai pendengar dan pemberi masukan," Abah menarik nafas sejenak. Ia lalu bertanya kepadaku.
"Nah, sekarang bagaimana dengan keputusan mas sekarang ?"
Aku diam terpekur. Menatap lantai kayu yang kududuki. Aku berpikir apa yang harus aku putuskan. Sebuah keputusan yang aku anggap baik untuk masa depanku.
Bukan...
Bukan hanya masa depanku. Tapi juga masa depan istriku dan yang paling utama, masa depan anakku.
Setelah berfikir beberapa lama, untuk terakhir kalinya, aku melirik istriku. Mencoba untuk melihat isi hatinya. Menimbang bagaimana sifat-sifatnya, pengorbanannya, dan situasi kedepannya.
Aku menarik nafas panjang. Kuhirup dalam-dalam, dan kulepaskan untuk mengurangi beban dihidup ini.
Hingga akhirnya, dengan mengucapkan bismillah. Aku mengambil sebuah keputusan.
*
sampeuk dan 42 lainnya memberi reputasi
43
Tutup