• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Santet untuk Satu Kampung di Jakarta dan Penyebab Kematian yang Mengerikan. Kok bisa?

dewiqori
TS
dewiqori
Santet untuk Satu Kampung di Jakarta dan Penyebab Kematian yang Mengerikan. Kok bisa?


Santet pada Satu Kampung di Jakarta, dengan Kematian Mengerikan yang Berakhir Menyedihkan


Cerita akibat dendam mengerikan ini, ane dengar dulu, saat ane masih sekolah. Ane sampai sekarang ngga pernah tahu, apa masalah sebenarnya yang membuat warga sekampung kena santet kejam begitu.

Perkenalkan, nama ane Dewi. Ane sekarang sudah berkeluarga. Cerita ini terjadi sekitar tahun 2000an, saat ane masih kelas 2 SMA. Untungnya ane sudah tinggal jauh dari kampung. Yaaa, sebenarnya ngga bisa dibilang kampung juga, karena lokasi masih di daerah Jakarta, yaitu di Pramuka. Ane dulu diceritakan oleh keluarga yang masih tinggal di sana. Hingga saat ini masih banyak sih keluarga ane tinggal di sana.

Saudara ane menceritakan agak berantakan, tapi coba ane susun. Menurut saudara ane, semua bermula dari malam itu ....

"Bang, kite jaga bertiga aje, nih?" seru salah satu warga yang bertugas ronda malam itu. Sebut saja Marwan, karena ane lupa nama sebenarnya.

"Emang mau berape banyak? Mau sekampung? Lha, kenduri, dong namanye!" sahut rekan lainnya sambil tertawa, sebut saja Rohmat.

"Eh, Bang, Bang, itu apaan dagh!" seru rekan satunya lagi sambil menunjuk sesuatu dari kejauhan yang tampak samar. Sebut saja pria itu dengan nama Ishak.



"Apaan? Oh iye, yu' kite samperin! Pelan-pelan aje, biar ngga ketauan! Takutnye maling!" Rohmat mengomando kedua temannya. Rohmat yang paling berani, mungkin karena memang profesinya sebagai salah satu petugas keamanan sebuah perusahaan besar di Jakarta.

Mereka bertiga mengendap-endap menghampiri sesuatu yang tadi ditunjuk Ishak. Awalnya keluar sesosok bayangan bersorban dari sebuah rumah kosong sambil menjinjing sesuatu, seperti 'berkat', dus makanan yang suka diberikan setelah acara hajatan. Kemudian disusul bayangan kedua yang serupa, lanjut bayangan ketiga. Ketiga bayangan itu berjalan ringan dan perlahan melewati seluruh rumah di kampung ane itu.



Ternyata ketiga sosok itu bukan berjalan, melainkan melayang! Lebih mengerikannya lagi, di bawah gulungan sorbannya, mereka tak berwajah, bahkan tak berkepala, kosong! Ketiga petugas ronda itu terkejut dan cukup ketakutan. Namun, karena tugas, mereka harus memastikan apa yang sebenarnya terjadi.



Ishak yang memang bertubuh lebih kecil dari dua rekan yang lain, mulai ketakutan dan mengajak teman-temannya pulang. Namun, usahanya tak membuahkan hasil. Mau tidak mau, Ishak ikut dalam kegiatan membuntuti sosok-sosok misterius itu. Keanehan belum berhenti. Setiap melewati rumah warga, ada beberapa sosok serupa yang keluar dari rumah dan ikut dalam iring-iringan tersebut. Semakin lama, semakin panjang. Hingga seluruh rumah telah iringan itu lewati, mereka lalu memasuki sebuah pohon mangga besar di rumah Mba Yuli, akrab kami memanggil si pemilik rumah. Lalu iringan itu menghilang masuk satu per satu hingga habis.



Ketiga petugas ronda saling berpandangan. Mereka bingung, dan memutuskan kembali ke pos ronda dengan sama-sama membisu.

"Tadi apaan, ye?" Marwan membuka percakapan setelah tiba di pos ronda. Ishak hanya menggeleng takut. Sementara Rohmat tampak berpikir keras. Akhirnya mereka melanjutkan tugas ronda mereka, sambil sesekali menyesap kopi hitam yang telah disediakan, juga bermain apa saja permainan yang ada di pos.



Keesokan harinya, mereka memutuskan untuk tidak menceritakan kejadian semalam pada warga lain, hanya diceritakan pada keluarga inti masing-masing saja. Khawatir warga jadi takut dan panik, apalagi sampai ada fitnah tak beralasan yang menyebabkan kekisruhan kampung.

Hingga kemudian terjadi berita kematian yang bertubi-tubi. Anehnya, warga meninggal secara tidak wajar dan mengenaskan! Salah satunya, masih encang ane. Memang, sih, beliau telah sakit cukup parah, tapi, beliau meninggal dengan punggung yang membusuk. Beberapa kematian lain pun cukup aneh, banyak karena kecelakaan, dan sakit yang menjijikkan.

Konten Sensitif


"Bang, aye takut desas-desus yang beredar itu jadi kenyataan, deh!" Istri Rohmat--Nur--menyampaikan kegelisahannya pagi itu sebelum sang suami berangkat kerja. Ia memang selalu menemani suaminya sarapan sambil bercerita apa saja. Mereka telah dikaruniakan tiga orang anak, anak kedua dan ketiga kembar, baru berusia tiga tahun.

"Apaan, sih? Kagak usah takut! Ade Allah! Lagian, hidup-mati seseorang, ade di tangan Allah. Semua Dia yang tentukan. Udeh, ye, kagak usah takut!" Rohmat mengulang pesannya sekali lagi, lalu berpamitan kerja.

Mpok Nur bukan tanpa alasan merasa takut. Bagaimana tidak, kedua rekan yang bertugas ronda malam itu, telah tewas mengenaskan! Ishak tertabrak kereta dengan kepala hancur, dan Marwan tewas kecelakaan dengan kepala terpenggal lalu menggelinding dalam kondisi masih berada di dalam helm full-facenya.



Sore mencekam itu terjadi juga, Mpok Nur yang tengah berbadan dua dibuat pingsan dengan berita dari rekan kerja sekantor suaminya.

"Mpok Nur! Aduh, maaf, Bang Rohmat kecelakaan!" Tanpa basa-basi, mungkin karena panik, rekan kerja suami Mpok Nur langsung menyampaikan berita itu.

Malam sangat larut saat jenazah tiba di rumah. Mpok Nur tak sanggup melihat wajah suaminya. Diberitakan, motor yang ditunggangi Rohmat ditabrak truk tronton. Motor berikut tubuhnya terseret masuk ke kolong truk. Di bagian bawah truk ada kait besar dan tajam yang biasa digunakan untuk mengaitkan rantai derek ataupun ember. Saat itu tidak ada yang terkait di situ, sehingga saat Rohmat terseret di bawahnya, kait itu menghujam dadanya, mengoyak organ dalam hingga tembus keluar kembali. Ya, jantung Rohmat terkait di sana.



Setelah banyaknya kematian misterius dan mengenaskan, akhirnya dipanggillah tetua kampung dan bersama-sama seluruh warga mendo'akan seisi kampung. Barulah diketahui, dikatakan ada kampung yang benci dengan kampung kami. Jadi, yang tidak tertidur pada malam itu, jiwanya akan diambil dan dibawa serta. Jiwa-jiwa itulah milik para korban yang meninggal.



Cerita mengalir satu per satu, encang ane menurut anaknya, tiba-tiba malam itu merasa sangat gerah, sehingga tidak bisa tidur ... wallohu'alam mengenai kebenarannya. Ane takut jadi musyrik! Pokoknya yang jelas, dendam itu ngeri banget! Jangan sampai deh menjerumuskan hingga ke neraka. Kasihan kan keluarga yang ditinggalkan.

Suatu pagi setelah kembali dari ikut ibunya ke pasar, si kembar asik berceloteh riang di halaman sambil bertepuk tangan. Mpok Nur berpikir, mungkin sedang asik memainkan balon gas yang dibelikannya tadi di pasar. Benar saja ...



"Ih, Bang, kok dilepasin? Kagak bisa diambil, dong?" tanya sang adik yang bingung melihat abangnya melepaskan balon begitu saja ke langit bebas.

"Biarin, ntar kan ditangkep bapak, noh, di sorga! Noh, liat, noh! Bapaaak, tangkep, ye, balon dari abang!" Sang abang berlonjak sambil bertepuk tangan menengadahkan kepalanya ke langit nan cerah.

"Oh, iye, adek juga, ah! Nih, pak, balon dari adek, tangkep juga, ye! Horeee...."

Mpok Nur yang memperhatikannya, tak mampu lagi untuk berdiri. Ia pun jatuh pingsan.



Semoga cerita ane ini mampu membawa pesan positif bagi kita semua. Jangan lagi ada dendam tak berkesudahan yang merugikan banyak orang, juga diri sendiri. Tak pernah ada yang abadi. Bila merasa terdzalimi, langitkan do'amu, dan biarlah Allah yang memainkan peran selanjutnya.

TAMAT

Jati Kramat, 18 Maret 2020



Sumber Narasi : Opini Pribadi
Sumber Foto : Pinterest
Diubah oleh dewiqori 28-04-2020 22:38
pulaukapoksenja87tien212700
tien212700 dan 20 lainnya memberi reputasi
21
7.4K
26
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.3KAnggota
Tampilkan semua post
dewiqori
TS
dewiqori
#5
Quote:


Diadakan 'selamatan' yang dipimpin oleh tetua kampung yang masih ada (hidup). Semoga pelaku diberi hidayah, ya.
emoticon-Maaf Aganwatiemoticon-Maaf Aganwatiemoticon-Maaf Aganwati
Tetyshebaembunsuci
embunsuci dan Tetysheba memberi reputasi
2
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.