- Beranda
- Stories from the Heart
TOLONG AKU!
...
TS
Vieee111
TOLONG AKU!

Bagian 1
SEBUAH PERTEMUAN
Sebuah mobil terhenti tepat di depan gerbang sekolah. Dari lantai tiga, Amel bisa melihat seorang wanita berbaju hitam dengan rambut tergerai, turun dari sisi belakang.
Wanita itu membetulkan pakaiannya, lalu melangkah memasuki halaman sekolah.
Langkah wanita itu tegap. Dengan pandangan lurus ke depan dan dagu terangkat. Sesekali senyum tipisnya mengembang saat siswa yang ditemui sepanjang lorong sekolah menyapa.
Amel terus mengamati wanita itu, sesekali tangannya yang menggenggam botol air mineral bergoyang-goyang pelan.
Tidak lama bel panjang berbunyi, tanda waktu istirahat habis. Masih dengan pikiran-pikiran yang memenuhi kepala, Amel melangkah pelan menuju kelasnya.
Suasana kelas yang riuh karena guru yang bertugas belum datang, membuat Amel pusing. Gadis yang tahun ini kembali menduduki peringkat pertama di sekolahan elit itu benci keramaian. Sambil melipat tangannya di atas meja, Amel merebahkan kepala. Berharap guru Matematika yang bertugas segera datang.
Dari arah kanan terdengar sebuah pintu terbuka. Suasana yang tadi riuh mendadak sepi. Semua siswa kembali ke tempat duduk masing-masing demi melihat siapa yang datang. Wakil kepala sekolah.
“Hari ini kalian kedatangan guru baru.”
Masih sambil menahan nyeri di kepala, Amel mengangkat wajahnya. Menatap perempuan berambut panjang yang tadi dilihatnya.
Wanita itu mengenalkan diri sebagai Bu Diana. Guru pengganti Bu Winda, pengajar Matematika yang sudah memasuki masa pensiun.
Setelah mengenalkan guru baru, wakil kepala sekolah pun pergi meninggalkan kelas.
Seisi kelas hening. Bu Diana berjalan mengelilingi barisan, mengamati penghuni kelas satu per satu.
Langkah ketukan sepatu itu terhenti tepat di samping Amel. Sepasang matanya yang tajam menatap pergelangan tangan Amel yang sedikit terbuka.
‘Sial!’
Amel yang menyadari sesuatu, buru-buru menyembunyikan lengannya di bawah meja. Salah dirinya hari ini lupa memakai ‘handband’.
Ketukan sepatu itu kembali berbunyi. Bu Diana kembali melangkah, hingga berhenti tepat di depan kelas. Sambil menatap murid-murid, senyum tipisnya mengembang.
“Mari kita mulai!”
Beberapa siswa terlihat menghembuskan napas. Amel menoleh ke belakang saat merasakan seseorang menendang kursinya.
“Apa-apaan tatapannya yang mengintimidasi itu?” tanya sebuah suara dari belakang.
“Siapa yang tahu,” balas Amel pelan.
Tatapannya kembali tertuju ke depan, menatap Bu Diana yang saat itu juga sedang menatapnya.
“Baiklah. Kita mulai dengan halaman lima puluh. Kerjakan semua soal. Waktu kalian tiga puluh menit.”
Kelas yang semula tenang, mulai berkasak-kusuk. Beberapa terlihat panik, sebagian lagi masih melongo tanda tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.
Amel masih menatap Bu Diana. Wanita itu berjalan menuju meja guru, menyalakan sebuah penunjuk waktu digital berwarna merah.
“Hentikan pekerjaan kalian saat benda ini berbunyi. Mari kita lihat, seberapa hebat murid-murid di kelas ini.”
Napas Amel memburu, dadanya naik turun. Guru baru itu benar-benar sedang menantang penghuni kelas.
“Baiklah! Mari lihat siapa yang menang,” gumam Amel sembari membuka buku tebal di depannya.
Siang itu, awan yang panas mendadak mendung. Selain langit, kelas unggulan di sekolah paling elit di ibu kota juga menjadi saksi sepasang keluarga jauh yang bertemu untuk pertama kalinya.
(Bagian 1- selesai)
Purworejo, 9 Maret 2020
BAGIAN-2
BAGIAN-3
BAGIAN-4
BAGIAN-5
Diubah oleh Vieee111 23-03-2020 12:50
nona212 dan 11 lainnya memberi reputasi
12
1.9K
22
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Vieee111
#6
Bagian 3
Neraka yang Disebut Rumah
Neraka yang Disebut Rumah

sumber gambar
Suara tangisan di toilet terdengar saat Bu Diana yang saat itu masih sebagai guru magang sedang melintas. Dengan rasa ingin tahu yang memenuhi kepala, guru yang baru mulai mengajar selama tiga bulan itu memeriksa tiap bilik toilet wanita.
Semua kosong, kecuali bilik paling ujung yang terkunci dari dalam. Dari sanalah suara tangisan itu berasal.
Suasana sekolah sepi. Jam pelajaran sudah berakhir sejak dua jam lalu. Karena tidak kunjung mendapatkan pertolongan, Bu Diana memaksakan diri untuk mendobrak pintu toilet di hadapannya.
Tepat setelah dorongan kesepuluh, pintu itu terbuka. Bu Diana yang sedang mengatur napas sambil memegangi bahunya yang ngilu, melotot kaget saat melihat salah satu siswanya duduk di atas bak mandi sambil menundukkan kepala. Namun, bukan itu yang membuatnya kaget. Darah yang menetes dari pergelangan tangannyalah yang membuat naluri wanita berusia dua puluh lima tahun itu bergejolak.
“Nak, apa yang terjadi?”
Dengan tatapan panik, diangkatnya wajah murid di hadapannya.
“Ryuna? Ryuna! Apa yang terjadi?”
Bu Diana mengguncang tubuh lemah itu sembari membalut luka sayatan di lengan dengan sapu tangan.
Tiba-tiba tubuh lemah itu bergerak. Ditepisnya tangan Bu Diana yang berusaha menolongnya.
“Sedang apa Anda di sini? Tidak bisakah Anda pura-pura tidak tahu seperti yang lainnya?” tanya murid bernama Ryuna sambil berusaha menjauhkan diri dari Bu Diana.
“Ryuna, apa yang kamu bicarakan?”
“Diam. Berhentilah pura-pura peduli. Anda ingin mencari simpati di hadapan guru lain untuk meningkatkan penilaian Anda? Percuma. Di sini sudah tidak ada siapa-siapa.”
Ryuna bangkit lalu berjalan sempoyongan meninggalkan Bu Diana yang masih tertegun.
Bu Diana terus menatap Amel yang saat itu masih terus menatapnya.
“Apa kamu tidak pernah diajari sopan santun oleh orang tuamu?” tanya Bu Diana pelan.
“Peduli apa Anda soal sopan santun?” ucap Amel sembari meninggalkan Bu Diana. Gadis itu berjalan cepat meninggalkan gedung sekolah dengan wajah kesal.
“Hei! Sedang apa di sini?”
Amel yang sedang tertunduk di bangku halte, mengangkat wajah saat mendengar suara seseorang di hadapannya. Dilihatnya Dio yang sedang berhenti di atas sepeda motor.
“Bukan urusanmu!” ucap Amel ketus.
“Ayo aku antar pulang. Jam segini tidak ada taksi lewat. Ini jam sibuk.”
Amel menatap Dio, lalu memikirkan ajakannya.
Tak lama keduanya sudah berbaur dengan pengendara motor lain memecah jalanan ibu kota.
“Hei!”
“Hmmm?”
“Mau ke taman sebentar?”
Bu Diana yang panik, berusaha mengejar langkah Ryuna. Tetesan darah dari lengannya menetes sepanjang jalan. Bu Diana terus mencari Ryuna yang sudah berbaur dengan keramaian. Guru muda itu tahu bahwa muridnya butuh pertolongan. Ini bukan soal penilaian, ini soal nyawa seseorang.
Tiba-tiba terdengar suara klakson cukup keras, diikuti suara kendaraan besar yang menabrak pagar pembatas jalan.
Bu Diana berbalik arah. Di belakangnya, warga mulai berkerumun, menatap seorang siswi yang tergeletak bersimbah darah. Sore itu, sebuah kecelakaan mengubah hidup wanita yang sepanjang hidupnya dihadapkan oleh hal-hal rumit. Yah, hidup kadang begitu ambigu.
“Kenapa mengajakku kemari?” tanya Dio sambil duduk di salah satu bangku kayu.
“Aku sedang malas pulang,” ucap Amel sambil menerawang.
“Hei, cewek jenius! Menurutmu kenapa orang tua kita begitu terobsesi dengan nilai tinggi di pelajaran sekolah?” tanya Dio sambil menatap Amel.
“Entah. Kurasa supaya mereka punya alasan untuk pamer.”
“Hah! Orang dewasa egois sekali, ya,” ucap Dio sambil menyandarkan bahunya.
“Bukan egois lagi. Saat berada di rumah, aku serasa berada di neraka,” ucap Amel sambil menatap kejauhan.
Dio menoleh, ditatapnya Amel yang sudah dikenalnya sejak kecil. Dulu gadis bertubuh kurus itu tidak sejenius sekarang. Dio berusaha menebak-nebak, apa saja yang sudah dilalui teman sepermainannya itu hingga menyebut rumahnya sebagai neraka.
Purworejo, 11 Maret 2020
(Bagian3- selesai)
Diubah oleh Vieee111 14-03-2020 10:48
DianAhmadKaskus memberi reputasi
1
Tutup