Tanjung Setia di akhir minggu. Pantai perawan yang cantik penuh pesona, kata orang Balinya Lampung. Dunia kenal dengan ombak 7 meternya, gw si katro bahkan baru tahu namanya. Pasir putih di sepanjang bibir pantai, dicumbu buih putih dengan latar birunya. Ini surga...

Didit nemui seorang rekannya di Mapala (sebut aja organisasinya begitu ya) yang ngabari soal pondokan yang jadi incarannya. Ga jauh dari pantai. Banyaknya warga asing yang tertarik datang kemari menjadikan masyarakat setempat mengubah mindset dan tempat tinggalnya. Pariwisata mulai menampakkan denyutnya.

Sepuluh menit jalan kaki, kami tiba di pondok yang dimaksud. Pondok sederhana namun tampak nyaman. Dicat putih baik tembok bata maupun kusen jendela dan pintunya. Gw ga ngerti konsep arsitektur, tapi selintas yah pondok ini cantik. Ada sekitar lima kamar di dalamnya -tiga dengan kamar mandi dalam, sebuah dapur, sebuah kamar mandi luar dan ruang berkumpul. Baboon dan Killan, temannya, sibuk membahas prospek ke depannya. Killan ini warga lokal. Sudah memulai bisnis homestay lebih dulu dari Baboon. Gw hanya sibuk jadi pendengar..dan kala mulai bosan, gw memilih berkeliling pondok tersebut.

"Gimana,La menurut lu?," tanya Nira. Gw hanya manggut-manggut.
"Kalau jadi, untuk pondok ini Didit nguras separo tabungannya. Jangan manggut aja lu," katanya. Wuihhh...separo? Banyak duit tuh makhluk.
"Yah tapi dia tau lah prospeknya gimana. Kayanya kosan dia juga laris manis tuh,fotokopian rame," jawab gw.
"tadinya ini untuk modal ngelamar lu,La. Berhubung lu kaga mau, jadilah dia ngincar niy pondokan," jawab Nira.
"Berapa gambaran harganya? Bunda tau kan?," tanya gw. Nira menyebutkan nominal yang membuat gw angkat alis saat itu.
"tapi,La...kalau beneran diambil, bisa LDR donk lu sama dia. Otomatis dia kudu fokus rintis disini," kata Nira. Kalimat ini bikin jidat gw sedikit berkerut. Tanjung Setia bukan bisa ditempuh sejam dua jam waktu itu, karena belum ada rute penerbangan ke sana. Bisa delapan jam duduk tepos jalur darat.

Sepertinya obrolan Didit dan Killan kelar, karena ga lama kemudian Killan pamitan. Didit dan cengiran lebarnya menghampiri. Nira dan kedua sepupu gw (adik gw waktu tu ga ikut karena barengan dengan Malam Keakraban kampus yang bikin gw bengong karena dilaksakan setelah nyaris setahun kuliah) sibuk ngerumpi di kamar yang mereka pilih.

"gimana,La? Suka ga?," katanya.
"mayan...gimana obrolan lu sama Killan?," tanya gw.
"yah masih nego sih," kalimat ini disambungnya dengan segala deskripsi renovasi yang begitu urusan bayar membayar plus notaris beres dilakukan. Agaknya bukan cuma separo tabungan yang bakal terpakai, tapi yah nyaris seluruhnya. Dia tampak seperti Baboon yang berbeda dari yang gw kenal. Penuh semangat hidup, punya visi ke depan... Jauh dari bayi besar yang punya ketergantungan tinggi ke gw. Dan Baboon yang ini looks sexier.

"lu dukung gw kan,La?" tanyanya. Gw mengangguk mantap.
"tapi..kalau ini deal, kita kudu jauh sementara," katanya galau.
"lalu?," tanya gw.
"Lu ga keberatan," pertanyaan ini dibarengi sorot mata yang gw ga bisa gambarkan. It's tricky. Gw ga langsung jawab.
"kenapa gw kudu keberatan?," tanya gw.
"ya jauh,La. Lu ga takut...," kalimatnya berakhir menggantung.
"Lu ada niat untuk bikin gw takut? Atau lu yang takut?," tanya gw. Tanpa jawab, dia peluk gw...lama dan hanya diam. Gw risih, apalagi ada Nira dan kedua sepupu gw.
"iya gw takut,La. Makanya kemarin gw mau kita tunangan," jawabnya setelah peluknya lepas.
"Dit...hati itu terikat bukan karena cincin. Komitmen itu kokoh bukan karena status. Apa lu yakin kalau kita tunangan lalu ada jaminan kita bebas dari godaan?," kata gw sambil gw tatap matanya.
"ya gak sih..tapi kan ada remnya,La," jawabnya . Gw hanya tersenyum.
"Rem itu kudu ada simbolnya ya? Untuk gw gak tuh. Kalau untuk lu kudu, nanti gw beliin borgol deh," jawab gw. Dia hanya mengacak rambut gw.

Digandengnya tangan gw, kami melangkah ke arah pantai.
"Tapi...gw bakal kangen,Pi," katanya setelah lama kami hanya diam sambil berjalan. Yang awalnya menggandeng, tangannya pindah ke bahu gw..dasar modus. Tapi yah gapapa deh...biar kaya sinetron..hahaha...
"memangnya gw ga?," tanya gw lembut.
"Ya mana gw tau?," katanya nyebelin.
"kadang kita butuh rindu,Dit. Jarak tuh bikin kita sadar seberapa besar kita butuh satu sama lain, jadi saat kita ketemu,kita bisa lebih menghargai waktu sama-sama. Yakin deh, kita kuat..." kata gw.

Di Tanjung Setia, kami berandai-andai bagaimana menghabiskan waktu kala jauh. Itupun hanya jauh dalam bilangan jarak...belum dalam bilangan waktu. Kami ga membayangkan, bagaimana saat kesibukan menyita waktu,membuat jarak yang tidak terlalu jauh jadi nampak seperti di ujung bumi.

*** ***

Balik dari Tanjung Setia, kami kembali ke kehidupan normal. Gw dengan aktivitas ngajar gw, dan Baboon sebagai head hunter...pencari kerja. Walau dia mau fokus bisnis, dia tetap kejar peluang B sebagai pekerja. Segala lowongan docoba, walau belum ada hasil yang maksimal. Tapi dia tetap semangat,kok.

Gawean gw bertambah. Karena sekolah baru ini direncanakan operasi tahun ajaran yang akan datang, kami yang dilibatkan di dalamnya mulai sering meeting. Kali ini meetingnya membahas persiapan pembukaan loker untuk guru dan karyawan. Mau ga mau gw bakal terlibat di dalamnya. Hal ini jadi prioritas karena seluruh guru dan karyawan bakal diberi training selama beberapa bulan, sebelum kami siap untuk promosi dan mulai pendaftaran.

Balik meeting, gw masih kudu ngajar sore. Sehingga waktu pulang, gw habis energi. Didit yang datang dengan Katananya, cuma geleng kepala lihat betapa kucel gw hari itu. Kami makan di sebuah kedai mie ayam pangsit yang cukup terkenal di Lampung. Wajahnya berseri-seri malam itu.

"happy banget sih..," kata gw.
"gw dapat panggilan tes di XXXX," katanya menyebut sebuah BUMN besar.
"wuiih hebat doonk. Kapan tesnya?," tanya gw.
"Minggu depan," jawabnya.
"di?," tanya gw lagi.
"Jekardah...temenin yaaa...,"katanya manja. Aduh mati gw...gw jg lagi sibuk banget.
"Hari apa, sayaang? Gw kan juga gawe," kata gw.
"Selasa...ijin sih,Pi..sehari ajaaa," katanya makin kolokan.
"Memang kudu gitu? Gw kan juga cuma di luar sih, Dit..ga ikutan masuk ruangan," jawab gw.
"Jadi lu ga mau? Padahal dukungan lu yang paling penting untuk gw," katanya manyun.
"Yah ngedukung kan banyak caranya," gw defensif.
"Gw maunya begini dukungnya," katanya ngeyel. Aiih sebel gw sama dia yang begini. Udah gw lagi cape, ngadepin bayi bongsor pula.
"Lihat nanti deh," kata gw galak. Setelahnya kami ga banyak cakap. Sukses tuh malam mood gw terjun payung.

Didit ga turun waktu antar gw. Kelihatan dia emosi jiwa. Bomat ah... Hmmm kayanya ada yang gw lupakan hari ini. Apa ya? Gw dan ingatan gw yang kacau sejak kejadian pemukulan...duuh apa sih yang penting hari ini??

Masih berusaha mengingat, Adam telpon.
"Qyllaaaaa....kangeeeennn," sapanya.
"samaaaaa...," gw ga kalah hebohnya. Adam udah gawe dan balik ke kotanya. Gatot deh prospek dengan Nira.
"Udah putus belum?," tanyanya sambil ngakak.
"Gila lu ah nanyanya," gw ikutan ngakak dengar tawa Spongebobnya. (iih beneran kangen tuh anak).
"hari ini lu pengumuman tes,ya? Lolos ga? Kalo lolos interview lanjutan kan?," nanya berentet ala Adam.
"Aiiih gw lupaaaaa...," jawab gw. Nah keluar lah segala ceramah panjangnya. Walhasil gw segera cek email gw setelah sampai di kamar.

Congratulation, you're invited to the next step. Blabla detail tanggal dan tempat dan apa yang kudu gw siapkan.

Hey...hari dan tanggal yang sama dengan tesnya Baboon. Kebetulan? Ga ada kebetulan di muka bumi ini. Gw percaya memang jalannya begitu. Gw tanyakan ke Adam apakah lokasi tes gw dan Baboon berjauhan. Dan gw jelaskan kronologi ceritanya. Dan lagi-lagi takdir baik, lokasinya ga begitu jauh, tapi lu tau Jekardah dan keruwetan pola lalu lintasnya. Dan Adam janji bantu gw.

Ok...Bayi bongsor, mari kita berangkat tes...