Warga Sunter ke Anies: Katanya Tidak Ada Penggusuran Saat Kampanye

Merdeka.com - Puluhan warga korban penggusuran di Jalan Sunter Agung Perkasa VIII, Tanjung Priok, Jakarta Utara, masih bertahan di puing penggusuran. Mereka menagih janji Gubernur DKI Anies Baswedan saat kampanye Pilgub DKI Jakarta 2017 silam.

"Kami semua pendukung Anies, tapi kenapa digusur, katanya dulu tidak ada penggusuran saat kampanye," kata salah seorang warga, Subaidah, Minggu (17/11).

Subaidah menyebut, Anies harusnya menepati janji kampanyenya. Terlebih, hampir seluruh warga Madura yang bermukim di Jalan Sunter Agung Perkasa VIII, merupakan pendukung mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.

"Usai kami digusur, sampai sekarang juga tidak dikunjungi," tegasnya.




Anies Janji Tak akan Gusur Warga

Warga lainnya, Ardi mengatakan hal serupa. Di masa Pilgub DKI saat Anies berhadapan dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat memperebutkan kursi DKI 1, warga setempat menggalang dukungan.

Seperti dilansir dari Antara, dia mengungkapkan, warga Sunter menaruh harapan besar kepada Anies yang berjanji tidak akan menggusur masyarakat di Jakarta.

"Yang kami dapatkan hanya penggusuran," kata Ardi.

Ardi menegaskan, dia dan warga lainnya akan tetap bertahan, walaupun ada janji dari pemerintah untuk menyediakan rumah susun.

"Kalau di rumah susun, bagaimana bisa usaha," kata Ardi.

Warga Sunter Agung Perkasa VIII didominasi mereka dengan usaha jual beli barang bekas.



Warga Sunter Tolak Relokasi ke Rusun

Sementara Camat Tanjung Priok Syamsul Huda mengatakan, pemerintah telah menawarkan warga untuk dipindahkan ke rumah susun usai penertiban bangunan yang dilakukan, Kamis lalu.

"Kami juga membuka posko pendaftaran bagi siapa yang berminat, namun sampai sekarang belum ada yang mendaftar," kata Syamsul.

Menurut Syamsul, para warga tersebut tidak mau pindah, karena mereka membutuhkan tempat usaha, bukan tempat tinggal. Terkait biaya warga yang ingin pindah ke rumah susun, Syamsul menegaskan akan ada ketentuan yang mengatur itu.

Pemkot Jakut Tertibkan Warga Sunter

Sebelumnya, Pemerintah Kota Jakarta Utara dibantu 1.500 personel gabungan dari kepolisian, Satpol PP dan PPSU menertibkan bangunan di Jalan Sunter Agung Perkasa VIII, Kamis 14 November 2019.

Penertiban tersebut berujung bentrok karena warga mempertahankan bangunan mereka yang sudah ditinggali sejak puluhan tahun tersebut. (mdk/fik)
sumber

*********

Alkisah pada suatu hari, seseorang yang kampanyenya dikuntit untuk dihalang-halangi ditanya oleh seorang ibu :

"Pak, wilayah sini jangan digusur ya. Nanti saya dan warga sini akan memilih Bapak."

Orang tersebut menjawab :

"Oh, tidak bisa Bu. Saya lebih baik tidak dipilih daripada Ibu merugikan banyak orang. Saya akan tetap menggusur meskipun Ibu memilih saya."

Sementara itu seseorang yang lain, yang membawa-bawa identitas pribumi berkata tanpa diminta :

"Saya akan memberi pembuktian apa itu keberpihakan. Solusi bagi rakyat. Tidak ada yang namanya penggusuran. Pola itu harus kita rubah. Kita tidak boleh menindas rakyat atas nama kemajuan kota. Kota harus ramah. Harus membela kepentingan rakyat banyak. Rakyat kecil. Kita harus sama-sama maju. Maju kotanya, bahagia warganya. Kita akan blablablabla... blabkablabla....."

Beberapa bulan kemudian...

"Lalu bagaimana cara menaturalisasi sungai Pak? Bagaimana menertibkan warga yang menguasai tanah pemerintah?" tanya wartawan.

Dijawab oleh priyayi itu :

"Solusinya mudah. Sejak awal kita mengedepankan kemanusiaan, keberpihakan pada rakyat kecil. Semua ada solusinya. Kita tetap komitmen pada janji-janji kita. Tak akan ada penggusuran, dimanapun, disetiap jengkal wilayah kota ini."

"Kami akan melakukan penggeseran. Catat. Bukan penggusuran, tetapi penggeseran."

Dan selanjutnya orang ini menjelaskan pakai bahasa bathin. Karena berbicara dengan bathin, hanya dia yang tahu.

Quote:

"Setiap warga kota yang tanahnya menempati sisi sungai, akan ditata. Tahu arti ditata? Dibuat rata batanya. Kalau nantinya hal ini melanggar janji, maka kami tak akan menata mereka. Kami akan diam. Tidak melakukan pembebasan tanah. Dengan begitu tak akan ada yang ditata. Sungai-sungai akan seperti apa adanya. Kalau banjir tinggal bergantung pada doa dan kepasrahan. Yang penting kata Aa Gym jangan ujug."

"Untuk mereka yang menempati tanah bermasalah atau tanah pemerintah, kami akan melihat dahulu, wilayah mereka termasuk wilayah yang kami pakai buat bumbu kampanye atau tidak? Kalau wilayahnya seperti Kampung Aquarium, aman bos. Sebisa mungkin kita perhatikan. Sebab itu modal buat kedepan. Apa itu melanggar perda? Oh, santuy aja. Perda itu kami yang buat. Nah kalau wilayahnya tidak masuk point kampanye kita dulu, maka mereka akan digeser. Digeser dengan buldozer, sampai rumah mereka rubuh. Setelah itu akan kami tata. Kami buat rata batanya."

"Kalau nanti ada penolakan, santai. Kami sudah menyiapkan jawaban-jawabannya. Percuma dong kami membayar mahal pembuat pidato. Paling 2 minggu sudah lupa semua."

"Kalau mereka marah dan menuntut. Lha, mau menuntut apa? Mereka itu siapa? Pengembang Reklamasi? Tak ada duitnya bos. Pemda itu berpegang sama UU."

"Sudah ya. Kalau bisa membuat berita itu yang merekatkan ya. Seperti Aibon itu lho. Hati-hati ya wartawan. Ingat. Otak itu ada di kepala. Jadi lindungi kepala dengan helm proyek. Sekalian ingat, kalau mau ee, kami sudah siapkan pasir. Eh, itu kebiasaan kucing ya. Maap...."

Penegakan hukum itu bukan tegak disini, bengkok disana. Bukan bikin ketawa disini, nangis disana.
Tapi sudahlah. Buat apa peduli. Gak berguna juga koq.