venomwolfAvatar border
TS
venomwolf
Pemerintah Tidak Butuh Buzzer Andai Punya Prestasi Tinggi

Fenomena buzzer atau pendengung di media sosial masih marak pasca pertarungan Pilpres 2019 berlangsung.

Jurubicara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak menguraikan bahwa buzzer masih bertahan untuk menyebar hal-hal yang pro pemerintah.

Hal itu sesuai dengan hasil penelitian dari Universitas Oxford berjudul “The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation” yang digarap oleh Samantha Bradshaw dan Philip N. Howard.

Dengan kata lain, kata mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah itu buzzer muncul karena pemerintah minim prestasi. Sebab, ketika prestasi pemerintah tinggi dan baik, maka secara otomatis pasti masyarakat jadi buzzer pemerintah secara sukarela

“Jadi sebenarnya tidak usah khawatir kalau punya prestasi, publik akan ramai-ramai jadi buzzer,” ujarnya dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) bertajuk “Siapa yang Bermain Buzzer?” yang disiarkan TV One, Selasa (8/10).

Lebih lanjut, Dahnil turut menduga bahwa buzzer yang lebih ramai ketimbang para top influnce karena percakapan dan perilaku para politisi Indonesia tidak berkualitas. Buzzer akhirnya mengambil peran sebatas menyebar pernyataan mereka.

“Mereka tidak bisa mengeluarkan ide otentik. Akhirnya ada pesanan, ada permintaan untuk menyebar pesan,” pungkasnya.

https://rmol.id/amp/2019/10/09/40579...restasi-tinggi


Savic: Buzzer Terlalu Agresif, Padahal Pemerintah Perlu Kritik


TRIBUNMANADO.CO.ID - Direktur NU Online sekaligus pegiat media sosial Mohamad Syafi’ Alielha menilai buzzer politik pendukung pemerintah terlalu reaksioner dalam menanggapi kritik dari elemen masyarakat sipil.
Misalnya saat marak gerakan massa #ReformasiDikorupsi, para buzzer pendukung pemerintah melancarkan kontra-narasi dengan menyebut bahwa gerakan tersebut ditunggangi kepentingan politik kelompok tertentu.
Padahal gerakan mahasiswa dan massa saat itu mengkritik sejumlah rancangan undang-undang bermasalah yang disepakati oleh DPR dan Pemerintah. Selain itu, mereka juga meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) KPK hasil revisi yang dianggap akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
" Buzzer-buzzer pro-pemerintah yang sangat agresif atau sangat aktif membela pemerintah apapun keputusannya. Ya menurut saya, itu tindakan yang berlebihan," ujar pria yang akrab disapa Savic Ali saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/10/2019).

Pada dasarnya, pemerintah membutuhkan kritik dari masyarakat. Pasalnya, kekuasaan yang tanpa kontrol akan cenderung koruptif. Dengan demikian, kata Savic, kritik yang diberikan oleh masyarakat seharusnya diterima sebagai bentuk kontrol terharap pemerintah. Bukan justru dilawan dengan kontra-narasi.
"Artinya, setiap upaya untuk melakukan kontrol melakukan kritik terhadap kekuasaan seharusnya diterima. Teman-teman yang mungkin selama ini pro pemerintah ya seharusnya bisa terima itu," kata Savic. "Nasib demokrasi dan warga itu bisa baik kalau kekuasaan ada kritik dan ada kontrol," lanjut dia.
Keberadaan buzzer pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo di media sosial menjadi sorotan beberapa waktu terakhir. Pihak Istana Kepresidenan sampai-sampai ikut berkomentar. Kegaduhan yang diciptakan pendengung pendukung Jokowi terjadi setelah Presiden menyetujui revisi UU KPK yang diusulkan DPR.
Para buzzer mati-matian membela kebijakan Jokowi yang tidak populer karena dianggap melemahkan KPK itu. Keriuhan berlanjut saat mahasiswa dan pelajar melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran, yang salah satunya untuk menolak revisi UU KPK.
Para buzzer dinilai mendelegitimasi gerakan itu melalui berbagai unggahan. Bahkan ada sejumlah kicauan yang mengarah pada disinformasi. Menanggapi polemik pendengung itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa buzzer pendukung Presiden Jokowi yang tersebar di media sosial, tidak dibayar.
Menurut dia, buzzer-buzzer tersebut merupakan relawan dan pendukung setia Presiden Jokowi ketika gelaran Pilpres 2014 hingga 2019 kemarin. Ia membantah bila ada pihak yang menuding bahwa Kantor Staf Kepresidenan yang dipimpinnya menjadi pemimpin para buzzer dari Jokowi.
Tak hanya itu, ia sekaligus sependapat bila buzzer semua pihak di media sosial agar ditertibkan. (*)
https://manado.tribunnews.com/2019/1...h-perlu-kritik

Hendri Satrio: Buzzer Nakal dan Pemecah-Belah Bangsa Harus Ditertibkan

Jakarta, INDONEWS.ID – Keberadaan buzzer (pendengung) di era media sosial (medsos) tidak bisa dinafikkan lagi. Sama juga seperti medsos, buzzer juga memiliki sisi positif dan negatif. Karena itu, sebagai orang yang hidup di Bumi Indonesia, buzzer juga harus memiliki etika dalam menyebarkan berita atau opini ke masyarakat. Pasalnya, konten yang disebar para buzzer ini akan sangat mudah diserap masyarakat.

“Keberadaan buzzer sih, menurut saya, gak hanya melulu jelak, tetapi tetap ada positif. Tapi bila buzzer memanipulasi opini publik, memanipulasi fakta, maka itu menjadi salah. Kalau itu terjadi tentu buzzer harus dihapuskan karena bukan hanya membahayakan negara, tetapi bisa memecah belah rakyat,” ujar Pengamat Komunikasi Politik Hendri Satrio di Jakarta, Selasa (8/10/2019).

Baca juga : Staf Khusus Presiden: Secara Official Tak Ada Buzzer Istana
Yang paling menakutkan, lanjut Hendri, bila kemudian buzzer-buzzer ini dianggap sebagai salah satu pendorong orang untuk membenci manusia Indonesia lainnya.

“Jadi kalau menurut saya, buzzer yang demikian harus dihilangkan. Itu khan mudah bagi pemerintah. Harusnya bisa, paling gak segera dilakukan screening terhadap buzzer dan mengajak semua pihak tidak menggunakan buzzer untuk kegiatan negatif,” imbuh founder Lembaga Survei KedaiKOPI ini.

Baca juga : Gunakan Jempol Secara Bijak, Jangan Sampai Indonesia Terpecah-pecah
Hendri menilai, keberadaan buzzer ini harus dibedakan dibandingkan medsos. Medsos sisi positifnya sebenarnya lebih banyak dibandingkan mudharatnya. Paling kentara, dengan adanya medsos, setiap orang akhirnya bisa bebas berpendapat tanpa harus menunggu media konvesional seperti televisi, radio, dan surat kabar memuat pemikiran individu yang lain.

Selain itu, dengan medsos, orang bisa lebih eksis mengeluarkan pendapatnya. Tapi, menurut dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina ini, masalahnya adalah banyak orang yang justru bukan menyuarakan opini di medsos, tetapi hanya membaca opini orang lain. Dengan adanya opini orang lain di medsos, maka kemudian medsos dianggap sebagai wahana yang bisa mengatur opini orang lain.

Baca juga : Hendri Satrio: Tanggulangi Sisi Negatif Medsos dengan Cek, Ricek, Berpikir Cerdas
Hendri melanjutkan, dengan opini orang lain dibaca, maka si individu itu bisa ikut-ikutan memiliki opini yang sama dan bisa menyuarakan opini yang sama dengan yang dibaca. Karena fenomena itu kemudian, dimanfaatkan orang-orang yang memanfaatkan medsos untuk kepentingannya dengan menggunakan buzzer.

“Supaya apa? Supaya lebih banyak lagi orang yang memiliki opini sama dengan dia. Jadi ini untuk mempengaruhi opini orang lain,” tutur Hendri.

Hendri menilai, sejauh pengamatannya, keberadaan buzzer ini sangat efektif untuk melakukan propaganda. Pasalnya, rata-rata para buzzer memiliki follower yang banyak. Itulah yang membuat buzzer sangat laris, tidak hanya di even politik, tetapi juga untuk mempromosikan sesuatu.

Sebenarnya, kata Hendri, keberadaan para buzzer ini mudah dikenali. Caranya mereka pasti menggiring opini yang sama, isu yang sama, meskipun caranya berbeda. Untuk itu, ia mengimbau, di tengah kondisi negara yang ‘belum sembuh’ setelah menjalani proses demokrasi serta kondisi sosial politik akhir-akhir ini, para buzzer ini harus menggunakan hati nuraninya untuk ikut serta menjaga perdamaian dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme masih menjadi ancaman nyata bagi Indonesia.

“Menurut saya, gunakanlah buzzer-buzzer ini untuk kebaikan. Jangan digunakan untuk hal-hal yang bisa justru memutarbalikkan fakta yang akhirnya bisa menghancurkan negara ini,” pungkas Hendri Satrio. (Very)
http://indonews.id/mobile/artikel/24...s-Ditertibkan/

ga dibayar pala loe bong, wong udh ada yg ngaku dibayar 3,2jt sebulan emoticon-fuck2

Diubah oleh venomwolf 09-10-2019 07:03
ntapzzz
MyNameIsMoz
yusuko
yusuko dan 2 lainnya memberi reputasi
1
1.7K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.8KThread40.2KAnggota
Tampilkan semua post
SeTECHAvatar border
SeTECH
#2
@venomwolf Postingan saya buat buzzer kok. Cuma yg merasa dirinya buzzer aja yg tersinggung lalu mencak mencak
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.