noviepurwantiAvatar border
TS
noviepurwanti
Diikuti Jin Penunggu Gunung Welirang
Pengalaman Seram Naik Gunung



Ini kisah nyata yang pernah kualami, Gansis.

Saat itu aku baru lulus SMK sekitar tahun 2000. Kebetulan di kampung ada kegiatan Karang Taruna yang membina pemuda-pemudi kampung. Salah seorang pembina sekaligus anggota Karang Taruna adalah seorang mahasiswa UNESA jurusan Pendidikan Sendratasik. Dia bernama Aza. Mas Aza ini juga tetangga belakang rumah. Dia aktif juga di MAPALA di kampusnya.

"Mas, katanya mau ajakin aku mendaki gunung? Kalau Mas Aza yang izin orang tuaku pasti mereka mengizinkan." Aku menagih janji Mas Aza saat kami nggak sengaja bertemu di belakang rumah.

"Emm, kalau begitu hari Sabtu depan, ya. Kita muncak di Gunung yang gampang. Gunung Penanggungan cocok buat latihan." Mas Aza menjawab sambil menstater motornya. Rupanya dia mau berangkat ke kampus.

"Okelah. Aku harus nyiapin apa?"

"Bawa aja satu stel baju ganti, makanan dan air minum dua liter. Oiya, sebelum naik gunung kamu olahraga dulu ya. Lari-lari atau jalan kaki minimal tiga puluh menit supaya otot kakimu terbiasa."

"Iya, Mas. Makasih, ya."

Aku memandang sosoknya yang menghilang di balik tikungan jalan. Selama seminggu, aku benar-benar menyiapkan fisik untuk mendaki pertama kali. Benar saja, orang tuaku langsung menyetujui saat aku bilang mau ke gunung bersama Mas Aza. Keluarga Mas Aza cukup terpandang dan terkenal religius.

Acara mendaki Gunung Penanggungan terbilang sukses. Aku berhasil melewati rintangan dan berjalan tanpa hambatan hingga sampai di puncak Pawitra. Untuk ukuran pemula, kecepatan berjalanku cukup lumayan. Itu kata Mas Aza. Padahal sebenarnya, napasku seolah mau meledak saat mendaki gunung dengan kemiringan empat puluh lima derajat itu.



"Kamu hebat, suatu saat akan kuajak mendaki di Gunung Welirang," ucap Mas Aza sembari melihat matahari terbit di puncak Pawitra.

"Karang Taruna biasanya kemping di kaki Gunung Welirang, ya. Mau banget aku ke sana."

Aku melihat hamparan surga dunia di bawah sana. Kabut tebal berpadu dengan awan bergumpal-gumpal membentuk sebuah negeri khayalan yang luar biasa indah. Mungkin pemandangan inilah yang ingin dilihat para pendaki. Mereka mengabadikan dalam jepretan kamera. Sayang sekali aku belum punya kamera waktu itu.

***

Beberapa bulan kemudian, aku beserta empat orang anggota Karang Taruna berangkat mendaki Gunung Welirang yang ada di daerah Mojokerto. Naik bis turun terminal Pandaan lalu oper angkot menuju ke jalur Tretes.

Setelah mengurus surat perizinan, kami memasuki kaki gunung. Sebelumnya kami bergandengan tangan membentuk lingkaran dan berdoa bersama, memohon keselamatan kepada Allah.

Setelah itu, kami mulai berjalan di jalur aspal kasar. Tiga orang nggak sanggup naik, mereka memutuskan untuk memasang tenda di Pet Bocor, sementara aku dan Mas Aza melanjutkan perjalanan setelah sholat Isya.

Aku menikmati mendaki dalam gelap, hanya ditemani sinar senter dan embusan napas tersengal. Ternyata banyak juga para pendaki yang naik dan turun. Kami terus berjalan hingga sampai di puncak Welirang. Saat itu hari sudah senja sehingga nggak bisa berlama-lama menikmati pemandangan.



Yang kuingat adalah hamparan bunga eldelweis yang tumbuh sepanjang jalan mendekati puncak gunung. Bunga abadi berwarna putih tulang mekar diantara bebatuan dan tebing terjal.

"Yuk kita turun, kabut sudah mulai terlihat. Perkiraan dua jam lagi kita sampai di Pos Pondokan. Nanti kita bermalam di sana saja, Phie."

Mas Aza memberi semangat karena saat itu kondisiku benar-benar capek pakai banget! Berjalan turun di medan berpasir tebal sungguh melelahkan. Aku hanya mengikuti Mas Aza dari belakang. Ketika matahari terbenam, kami berhenti sejenak untuk menjalankan salat Magrib.

Tak terasa sudah dua jam kami berjalan turun, tetapi Pos Pondokan belum terlihat. Hutan Cemara sangat gelap! Beberapa kali Mas Aza berhenti dan melihat langit.

Di sinilah aku mengalami kejadian yang tak akan kulupakan.

"Phie, kamu dengar gamelan?" Mas Aza bertanya. Dia menajamkan telingga.

"Nggak terdengar apa-apa."

Sebentar kemudian dia bertanya lagi, "Kamu mendengar ada suara pendaki bernyanyi?"

"Nggak ada apa-apa."

Mungkin saat itu aku benar-benar berada dalam batas lelah. Hatiku selalu melantunkan ayat kursi, meminta perlindungan Allah dari makhluk-makhluk yang mengikuti sejak selesai salat Magrib tadi.

Ya, sepanjang perjalanan turun, cahaya pendar senterku menampilkan dua bayangan hitam yang menyerupai manusia. Yang satu tinggi, yang satunya sebatas bahu. Aku membayangkan itu Jin ayah dan anak karena bentuk bayangan mereka gundul.

Setiap kali aku mendongak di pohon Cemara, terlihat sosok perempuan berbaju putih sedang melayang di dahan pohon. Baju mereka bersinar seperti bintang di dalam gelap pekat. Rambut mereka panjang terurai.

Dalam hati aku hanya bisa berkata, "Oo .... jadi itu yang namanya penunggu gunung."

Tak ada rasa takut saat memandang mereka. Yang ada hanya rasa lelah luar biasa. Aku hanya ingin segera sampai ke Pos Pondokan. Huhuhu.

Aku memang sengaja nggak memberitahu Mas Aza tentang hal itu.

"Phie, selalu berdoa, jangan sampai pikiran kosong. Sebentar lagi kita akan sampai Pos."

"Iya, Mas."

Kami terus berjalan selama empat jam, hingga akhirnya terdengar suara canda-tawa para pendaki di kejauhan.

"Mas itu terdengar suara ramai pendaki bernyanyi dan guyonan." Aku memastikan pendengaranku.

"Alhamdulillah ya Allah, akhirnya bisa keluar juga."

Awalnya aku nggak paham apa yang Mas Aza ucapkan. Ternyata saat berjalan turun dari puncak barusan, kami telah tersesat. Tepatnya mungkin disesatkan oleh makhluk astral sehingga berjalan di tempat yang sama. Harusnya waktu turun hanya dua jam menjadi empat jam.



Sesampainya di Pondokan, aku langsung terkapar kelelahan menumpang di tenda orang.

Saat bangun keesokan harinya, rasa takut mulai terasa. Aku ngeri membayangkan kejadian yang menimpa. Melihat pohon Cemara rasanya tengkuk merinding. Hiiii.

Rupanya makhluk astral itu masih ingin menggoda. Malam harinya ketika sudah sampai Pet Bocor, aku tiba-tiba terbangun saat enak-enak tidur. Hawa di dalam tenda sangat dingin dan membuat tubuhku merinding. Kulihat Erni temanku masih terlelap. Perutku sakit kebelet pipis.

"Erni, bangun aku mau pipis." Aku menepuk pipi Erni. Dia mengucek mata.

"Ada apa, Phie?"

"Aku mau pipis."

"Ayok kuantar. Pipis di semak-semak aja, ya. Nggak akan kelihatan."

"Iya, nggak apa-apa."

Kami berdua keluar tenda dan berjalan menuju semak-semak buat buang air. Ketika berjalan tiba-tiba Erni menggenggam lenganku erat-erat. Senternya bergetar-getar.

"Phie, lihat itu di bawah pohon pisang." Dagunya menunjuk arah kiri.

Dengan perasaan ngeri, kulirik arah yang ditunjuk Erni. Di bawah pohon pisang, berdiri sosok makhluk menyerupai pocong berkain kafan putih. Wajahnya nggak terlihat karena tersembunyi di balik kain.

Tanpa diaba-aba, kami langsung balik arah. Menuju tenda di mana Mas Aza berada. Tubuh kami bergetar hebat, untung saja aku nggak sampai ngompol di celana. Mas Aza mengantarkan ke kamar kecil di Pet Bocor.

Itulah pengalaman seram yang pernah kualami saat mendaki. Setelah itu aku sedikit trauma dengan kegelapan. Nggak mau dekat-dekat gunung sementara waktu.

Hiii ngeri!!

Gambar di sini

#BBB
Diubah oleh noviepurwanti 18-09-2019 12:34
evywahyuni
tikusil
Gresta
Gresta dan 35 lainnya memberi reputasi
36
6.9K
140
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Tampilkan semua post
yunie617Avatar border
yunie617
#93
untungnya selama aku mendaki gk pernah ketemu hal2 mistis euy. Kadang sengaja pas lagi dapat ke gunng yg terkenal mistis tapi alhamdulilah gk ada apa2
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.