joko.winAvatar border
TS
joko.win
Denny Siregar: Irjen Firli, Momok bagi Taliban di KPK
Tok!

Sah sudah Inspektur Jenderal Polisi Firli Bahuri diangkat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi baru.

Firli sejak awal ditolak mentah-mentah oleh wadah pegawai KPK. Bahkan 500 pegawai KPK menandatangani petisi menolak Firli sebagai Capim KPK.

Ada apa?

Tentu ini berkaitan dengan tugas khusus yang diemban Firli Bahuri untuk membersihkan kelompok Taliban yang bersarang di dalam tubuh KPK itu. Kelompok ini dikabarkan begitu kuat membangun sistem sehingga siapa pun Ketua KPK-nya tidak akan bisa berkutik.

Dan KPK jelas senjata yang berbahaya jika dikuasai kelompok yang punya pandangan berpolitik. Apalagi KPK adalah lembaga superbody yang tidak punya pengawas sesuai UU yang diterbitkan. Bisa dibilang KPK adalah negara tersendiri di dalam negara Republik Indonesia.

Kenapa KPK begitu kuat membangun sistem di dalamnya?

Peran terbesar ada di tangan Novel Baswedan. Novel bisa dibilang sangat memahami struktur penyidikan dan penyelidikan dalam sebuah kasus karena dulu dia pernah di Bareskrim Polri. Sedangkan banyak pegawai independen maupun komisioner yang belum berpengalaman dalam membedah sebuah kasus korupsi

Ia akan mulai membenahi sistem di dalam sehingga kelompok eksklusif itu akan berhamburan keluar takut borok-boroknya selama ini terbongkar.

Pola yang dilakukan Novel dan kawan-kawannya adalah dengan membangun opini melalui media. Dan opini yang paling mudah terbentuk adalah dengan operasi tangkap tangan atau OTT, sementara kasus-kasus besar lainnya tidak terselesaikan dan hanya menyentuh kulit luarnya saja. Langkah-langkah Pencegahan Korupsi yang dijanjikan pun tidak ada kejelasan. Dengan seringnya melakukan OTT ini, KPK tercitra sebagai pahlawan yang tidak bisa disentuh. "Menyentuh" mereka berarti pro koruptor.

Mengerikan.

Firli Bahuri yang pernah sempat di bagian Penindakan di KPK dan Diskremsus ini jelas musuh berat Novel Baswedan secara keilmuan. Dan hanya polisi yang bisa mengenal polisi.

Sejak awal Firli ditolak bahkan digemborkan hartanya yang senilai 18 miliar rupiah. Padahal Firli Bahuri sejak awal sudah menjelaskan bahwa itu harta dari penghasilan istrinya yang pengusaha kesehatan dan ia bisa membuktikan lewat pembayaran pajak selama bertahun-tahun.

Firli juga diisukan pernah bertemu TGB, dan dia menjelaskan bahwa TGB lah yang bertemu dengannya saat main tenis. Itupun sudah ia laporkan ke Ketua KPK.

Heboh memang penolakan Firli untuk masuk ke dalam KPK. Dan kita tahu siapa yang paling panik jika Firli ada di dalam. Ya, siapa lagi kalau bukan Novel Baswedan yang selama ini hidup nyaman di dalam mengendalikan lembaga yang superbody itu.

Dan sekarang Firli sudah sah menjadi Ketua KPK. Ia akan mulai membenahi sistem di dalam sehingga kelompok eksklusif itu akan berhamburan keluar takut borok-boroknya selama ini terbongkar.

"KPK sudah menyimpang dari tujuan awal dibentuknya," kata Profesor Romli Atmasasmita, perumus UU KPK.

Ya, benar. KPK sekarang bukan lagi lembaga yang fokus pada pemberantasan korupsi, tapi sudah bermain politik demi kepentingan sekelompok orang.

Seruput kopinya, kawan.

https://www.tagar.id/denny-siregar-i...taliban-di-kpk

Klan Baswedan VS Jokowi, “Ular VS Pecatur Grandmaster”


Sama saja dengan mempertanyakan kenapa KPK selalu sibuk dengan OTT, sementara ada belasan kasus besar yang tidak juga diurus.

Jadi KPK ini bukan malaikat tanpa dosa. PR-nya banyak, boroknya pun ada. Kalau tidak ada, tidak mungkin kan ada sebutan “Taliban” yang begitu populer, terhadap KPK. Makanya secara pribadi saya sayangkan sih para mahasiswa yang ikut berdemo di KPK terbuai framing yang sudah diciptakan oleh para petinggi KPK. Mereka jadi termakan drama KPK disebut di ujung tanduk dan KPK disebut sedang dilemahkan/dimatikan. Harusnya mereka ini lihat statistik evaluasi kinerja KPK. Anyway, yang kita bahas adalah hal lain.

Nampak sekali bahwa Novel Baswedan membuka front perseteruan dengan Presiden Jokowi. Dia pun menyusun kata-kata terbaik buat menudingkan kesalahan ke Jokowi. Memang keahlian Klan Baswedan adalah di bagian menata kata. Dia sebut kalau Presiden Jokowi selesaikan revisi UU KPK, “maka koruptor akan berutang budi sekali sama beliau (Jokowi)”.

Tidak berhenti sampai di sana, Novel pun berbicara panjang lebar, yang sifatnya menakut-nakuti, pasca pengembalian mandat pengelolaan KPK kepada Presiden Jokowi yang disampaikan oleh Ketua KPK (lama/sekarang) Agus Rahardjo bersama 2 wakilnya, pada hari Jumat lalu (13/11). “Kalau sudah ada penyerahan mandat, tentunya pembahasan hal-hal terkait ekspose (perkara) saya nggak tahu itu apakah masih bisa. Tentunya nggak bisa dan ini akan berhenti semua, kerjaan akan berhenti semua”, ujar Novel Sumber.

Melihat kedua pernyataan Novel di atas, saya jadi ingat dengan pernyataan Anies, pasca pidato kenegaraan Presiden Jokowi bulan lalu. Dalam pidatonya, Jokowi menyentil para pejabat yang sering studi banding ke luar negeri, padahal segala informasi bisa didapat lewat smartphone. Anies, yang merasa tersentil, membalasnya dengan menyebut soal kemampuan berbahasa asing yang harus dimiliki oleh pemimpin. “…saya menganjurkan seluruh para pemimpin supaya bisa bahasa internasional agar di pertemuan internasional bisa berkomunikasi bisa berpidato. Kalau tidak, hanya menjadi pendengar. Jadi kalau mau berangkat pakai bahasa internasional, jadi ke sana bukan menonton, bukan mendengarkan, tapi menceritakan Indonesia. Kalau tidak bisa bahasa Indonesia di sana cuma lihat-lihat," ujar Anies Sumber. Kelihatan sekali bahwa Anies sedang berupaya membalas sentilan langsung ke Jokowi, karena soal kemampuan berbahasa Inggris ini yang selalu dijadikan isu oleh para kampret haters-nya Jokowi. Ini hanya satu contoh ya, masih banyak contoh lain di mana terlihat sekali bahwa Anies ini menyimpan dendam sama Jokowi, terutama saat ramainya dunia politik di masa sebelum Pilpres 2019 digelar.

Klop ya, bagaimana licinnya kedua Baswedan ini “mendesis” untuk menunjukkan kepiawaian mereka berolah kata. Kata-katanya menohok bagai ular yang mau menerkam mangsanya. Salahnya, Jokowi ini kan bukan golongan mangsanya ular. Malah sebaliknya, Jokowi ahli “menggodok kodok” tanpa terasa digodok. Jokowi ahli memukul bagian semak dengan telak di “urat nadinya”, sehingga bukan hanya “para ular” bergegas keluar pontang panting, namun juga mendesis tidak karuan kayak emak-emak tidak pakai helm ngomel sama polisi yang menilangnya seperti beberapa eks pimpinan KPK yang terindikasi "Taliban" seperti Bambang, Busyro dan Abdullah Hehamahua.

Jokowi cukup bilang “Ini bukan salah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta”, ketika mengumumkan lokasi ibu kota baru, untuk menekuk wajah Anies. Analoginya kayak cewek yang mutusin pacarnya dengan bilang, “Ini bukan salah kamu, mas, tapi kondisinya memang gini”. Paham lah ya, maksudnya apa. Kadang Presiden Jokowi tidak perlu turun tangan, anak buahnya pun juga bisa menyentil Anies dengan telak, seperti Mendagri atau Menteri PUPR. Publik pun bersorak menyambutnya.

Bagaimana dengan Novel? Satu hal yang memang jadi ciri khas “langkah catur” Jokowi adalah, beliau tidak akan ngurusin atau mengomentari yang retjeh, alias yang tidak perlu dikomentari. Cukup orang lain yang menyebutkan bahwa dia dulu bebas dari jeratan hukum kasus penembakan pekerja sarang walet karena campur tangan Jokowi dan nilai pengobatan mata Novel di tahun 2017 mencapai Rp 3,5 miliar yang sepenuhnya dibiayai oleh dana kepresidenan Sumber. Jadi apa pun ocehan Novel, lama-lama kedengaran seperti orang yang tidak tahu balas budi. Kita tunggu hasil penyelidikan kepolisian soal kasus penyerangan Novel nanti, sekitar 1,5 bulan lagi, seperti janji dan komitmen pihak kepolisian. Yang menyerang itu penjahat atau “penjahat”?

Disetujuinya pembentukan Dewan Pengawas untuk KPK, juga merupakan “langkah catur” yang telak dari Jokowi. Dasarnya kan sudah jelas, sesuai dengan prinsip check and balance, setiap lembaga itu ada yang mengawasi untuk meminimalkan penyalahgunaan wewenang. Kalau sudah jujur dan benar, kenapa takut diawasi? Hanya “ular-ular” licin yang teriak-teriak ketika ada yang mau mengawasi. Toh kalau Dewan Pengawas sampai berbuat salah, juga ada yang mengawasi mereka, memecat mereka sebagaimana mengangkat mereka kan?

Menutup tulisan ini, saya ingin mengutip kata-kata bang Denny Siregar, dalam menulis tentang Ketua baru KPK, Irjen Firli yang jadi momok bagi Taliban di KPK. Irjen Firli dari kepolisian, sama dengan Novel yang punya latar belakang kepolisian. “Dan hanya polisi yang bisa mengenal polisi”, tulisnya Sumber. “Ksatria” sangat cocok untuk melibas “ular licin” penuh bisa.

emoticon-Cendol Gan
Diubah oleh joko.win 15-09-2019 13:37
Kabel.Hangus
sukakuda
been.tank
been.tank dan 11 lainnya memberi reputasi
6
5.6K
70
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.8KThread40.2KAnggota
Tampilkan semua post
samradlerAvatar border
samradler
#37
Quote:


emoticon-Cape d...

Ya harta dia gan

Seperti yg saya bilang diatas.

Dalam UU Perkaw inan, suami istri bisa dianggap satu pihak, begitu juga klo bayar pajak. Coba agan bikin PT cuman sama Suami ato Istri, pasti ditolak, karena di Indon bikin PT harus min 2 org/pihak, suami-istri diitungnya satu, karena berdasar UU Pernik ahan. Ngisi LHKPN kan ada dokumen pendukungnya kli ga salah, termasuk bukti faktur pajak, nah klo dipisah kan susah telusurimnya karena mesti mereka filing pajaknya jd suami istri. Harta dia itu termasuk harta istri, harta istri termasuk harta dia. Itu namanya joint filing.

Makanya klo cerai ada istilah harta gono gini kalo ga ada pre-nups sebelum nikah. Ya karena UU nya bilang seperti itu.

CMIIW
Diubah oleh samradler 16-09-2019 01:17
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.