tazdineAvatar border
TS
tazdine
Antara Wisata Halal Danau Toba dan Festival Babi pada 25 Oktober Mendatang


TRIBUN MEDAN.COM -  Togu Simorangkir aktivis lingkungan segera menggelar Festival Babi di Danau Toba Muara Tapanuli Utara pada 25 Oktober 2019.

Togu menggelar berbagai perlombaan yang bertemakan babi seperti lomba kuliner berbahan babi, lomba lari babi, lomba menebak berat babi, lomba menangkap babi, lomba memanggil babi, lomba kebersihan kandang babi, lomba penjambaran, lomba babi tersemok, lomba stand up comedy, pelatihan pengelohan pakan, dan manajemen kandang babi.

Togu mengatakan ide ini muncul secara mendadak karena mendengar wacana labelisasi wisata halal di Danau Toba.

Menurut Togu dengan pegelaran Festival Babi dapat menyentuh seluruh masyarakat di 7 Kawasan Danau Toba.

Festival ini juga memberikan edukasi ke masyarakat untuk tidak membuanh limbah kotoran babi ke Danau Toba.

"Kita berikan edukasi tidak membuang limbah ke Danau Toba. Ini seperti ide nyeleneh festival babi. Banyak juga masyarakat idak tersentuh parwisata yang seperti digadang-gadang Jokowi. Selama ini tak tersentuh. Keluarlah festival nyeleneh. Kita mengedukasi juga supaya babinya jangan berkeliaran,"ujarnya, Selasa (3/9/2019).

Togu juga mengatakan akan mengajarkan masyarakat untuk membuat bio gas dari kotoran babi. Ia berharap festival ink menjadi agenda pariwisata rutin di Kawasan Danau Toba.

"Menurut aku festival ini semua kita bisa bergembira. Kita tidak ingin mengotakkan.

Siapa saja beh datang. kita sediakan lokasi khusus yang tidak bisa makan babi.

Yang penting kita semua bergembira. Semua petani babi bisa menjadi pelaku wisata," katanya.

Togu juga menyinggung tentang wacana wisata yang diungkap Gubernur Sumut.

Katanya, bentuk program wisata halal sebagai bentuk kemunduran dari pariwisata di Danau Toba.

Togu lebih mengharapkan Gubernur Sumut untuk lebih perhatian terhadap kelestarian lingkungan.

"Danau Toba tidak perlu labelisasi halal atau tidak halal. Karena selama ini sudah berjalan baik. Makanan halal sudah tersebar di Danau Toba. Kalau mau mendongkrak pariwisata Danau Toba tutup perusahan perusak lingkungan," ujarnya.

"Keramba jaring apung diangkat. Truk loging meganggu kenyamann dihentikan. Suruh buat jalan sendiri. Jangan kenyamanan pariwisata baik-baik saja tiba-tiba ada labelilasi ini. Kurang bijak Gubsu ini," tambahnya.


Dihadiri Chef dari Manado dan Bali

Di akun media sosialnya, Togu Simorangkir terus mempromosikan acara yang hendak digelarnya ini.

Setiap perkembangan tentang acara ini pun selalu dipostingnya di akun media sosialnya, baik instagram maupun facebook.

Perkembangan terkini yang disampaikannya adalah soal keterlibatan chef dari Manado dan Bali.

Terkhusus Chef dari Bali menyampaikan bahwa mereka akan menyuguhkan Babi Guling khas Bali.

"Tuhan itu kerjanya ajaib.

Baru ditelepon Dejavu Group di Bali. Babi Guling Bali akan ada di Festival Babi Danau Toba. Sekaligus mereka secara sukarela menjadi juri lomba masak babi guling.

Begitu juga dari Menado akan datang 4 chef yang akan meramaikan Festival Babi Danau Toba di Muara, 25-26 Oktober 2019.

Mau nangis rasanya. Terpujilah Tuhan.

Mari kita BERGEMBIRA di Festival Babi Danau Toba,"
tulis Togu Simorangkir di akun media sosialnya.

Tidak hanya menyampaikan perkembangan soal para peserta yang akan datang di acara, Togu juga menyampaikan soal penggalangan dana untuk acara ini.

"Puji Tuhan.

Sudah diterima donasi untuk mendukung Festival Babi Danau Toba 1.0 sejumlah Rp. 9.500.007

Dana yang dibutuhkan sejumlah Rp. 75.050.000 (Perincian bisa dilihat di foto ya)

Biaya event ini sangat kecil bila dibandingkan dengan event-event yang pernah diselenggarakan di Danau Toba. Namun harapannya dampak ekonomi ke masyarakat lokalnya bisa 3 kali lipat.

Piala disiapkan pemuda kreatif Muara. Babi lomok-lomok dibeli dari masyarakat Muara. Peserta lomba kuliner akan membeli daging babi dan bumbu-bumbunya dari masyarakat. Perlengkapan memasak juga disewa peserta lomba dari masyarakat.

Belum lagi hotel, homestay, transportasi dan restaurant serta souvenir lokal, teratak, soundsystem, panggung, jasa penginapan babi yg dari luar daerah akan memberikan perputaran ekonomi kerakyatan Muara yang tidak sedikit.

Nantinya para donatur dan Sponsor akan disebutkan (bila berkenan) selama acara berlangsung.

Oh iya Parhobas Festival Babi Danau Toba 1.0 ini tidak digaji ya. Cukuplah logistik parhobas ditanggung. Ini bentuk partisipasi kami menggerakkan ekonomi kreatif kerakyatan di Muara.

Mari kita bergembira di Festival Babi Danau Toba 1.0 yang akan dilaksanakan di Muara, 25-26 Oktober 2019.

Kalo tulisanku itu ngga cocok aku jadi dokter. Makanya aku memilih jadi petani #BosLebay (Beras Organik, Sapi, Lele, Bebek, Ayam). PERHATIAN

Dana event Festival Babi Danau Toba 1.0 hanya melalui satu rekening ini saja. Kami Parhobas tidak bertanggung jawab bila ada yang menggalang dana dengan rekening lain," tulis Togu di akun Instagramnya.



Penolakan dari Warga

Wisata halal di kawasan Danau Toba yang akan dikonsepkan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi tak hanya mendapat penolakan dari warga yang tinggal di sana, Senin (2/9/2019).

Seorang pria yang bukan bertempat tinggal di kawasan Danau Toba juga mengomentari kebijakan yang telah dilayangkan oleh Edy Rahmayadi.

Dirinya mengaku pernah berkunjungan ke Danau Toba untuk berlibur, tetapi tidak begitu rumit untuk berwisata.

Penolakan itu dilayangkan pria ini melalui media sosial Twitter

Dalam postingannya, seorang netizen bernama Permadi Arya melalui akun Twitternya @permadiaktivis mengkritik pernyataan Pemprov Sumatera Utara tentang wisata halal yang diposting oleh akun Twitter @HumasPemprovsu pada Sabtu 31 Agustus 2019 kemarin.

Dalam postingan di akun @Humas Pemprovsu itu disebut, Pemprov Sumut luruskan informasi wisata halal Danau Toba, wisata halal bukan menghilangkan budaya yang ada namun menyediakan fasilitas pendukung yang diperlukan bagi wisatawan muslim.

Postingan ini direspons Permadi Arya yang akrab disapa Abu Janda.

"Kalian @HumasPemprovsu. tidak usah mengada2. saya muslim, liburan 5 hari di Parapat, Toba, Samosir tak susah cari makanan halal tiap pengkolan ada, sholat pun tak susah, mau sholat tinggal numpang sholat, pemilik resto dengan senang hati persilahkan. Toba tidak butuh wisata halal," pesan dalam akun Twitternya.

Sebelumnya, anggota DPR terpilih dari Dapil Sumut II, Sihar Sitorus menilai wacana wisata halal di Danau Toba yang dilontarkan Edy Rahmayadi tidak menghargai apa yang sudah membudaya dalam masyarakat setempat, terutama ketika menyangkut mengenai penataan ternak dan pemotongan babi

Perhatian tersebut juga datang dari Sihar Sitorus, Legislatif DPR RI terpilih dari Partai PDI-Perjuangan, Dapil II Sumatera Utara.

Menurut Sihar Sitorus gagasan Edy tersebut malah mengadakan dikotomi atau pemisahan dalam masyarakat dan melanggar konsep Bhinneka Tunggal Ika.

“Wisata halal yang dicanangkan oleh Pemerintah menciptakan pemisahan/segregasi antar umat beragama bahkan suku bangsa.

Bukankah Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan agama namun tetap satu di dalam Indonesia sebagaimana konsep Bhinneka Tunggal Ika yang ditetapkan oleh para pendahulu negeri ini.

Jika hal ini diterapkan tentu akan menciptakan diskriminasi antar satu kelompok dengan kelompok yang lain,” ujar Sihar Sitorus, Sabtu (31/08/2019).

Menurut Sihar Sitorus, Danau Toba sudah memiliki ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh tempat lain.

Konsep halal dan haram yang bertujuan untuk menarik wisatawan mancanegara yang diprediksi Edy berasal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei menurut Sihar Sitorus malah mengganggu apa yang sudah ada dalam masyarakat setempat.

“Memang pengembangan wisata Danau Toba diharapkan dapat menarik wisatawan dari luar negeri untuk datang.

Namun perlu diperhatikan juga agar hal tersebut jangan mengganggu adat istiadat masyarakat lokal yang menganggap pemotongan hewan adalah halal menurut mereka.

Tradisi lokal, budaya setempat memiliki nilai kearifan yang tinggi,” ujar Sihar Sitorus.

Sihar juga mengingatkan bahwa mayoritas penduduk di sekitar Danau Toba adalah mereka yang bersuku Batak dan beragama Kristen, di mana babi bukanlah hewan yang dilarang.

“Perlu diingat bahwa mayoritas penduduk setempat adalah Suku Batak dan beragama Kristen dimana hewan seperti babi adalah makanan yang sah untuk dikonsumsi.

Mengapa pemerintah begitu sibuk mengurusi kedatangan wisatawan tanpa memikirkan apa yang telah menjadi kearifan lokal bagi masyarakat setempat?” ujarnya.

Menurut Sihar sebenarnya konsep halal dan haram tidak pernah diatur dalam UUD 1945. Konsep ini menurut Sihar malah membunuh apa yang sudah menjadi kearifan lokal Danau Toba.

“Apalagi istilah halal dan haram tidak pernah diatur dalam UUD 1945. Kebijakan ini tentunya bukan sedang memperjuangkan affirmative actions, atau kebijakan yang diambil bertujuan agar kelompok/golongan tertentu (gender ataupun profesi) memperoleh peluang yang setara dengan kelompok/golongan lain dalam bidang yang sama. Kebijakan ini malah terkesan membunuh apa yang sudah menjadi tradisi dalam masyarakat dan tentu saja menghilangkan kemandirian masyarakat dalam menentukan pilihan,”  jelas politisi PDI-Perjuangan itu.

Sihar Sitorus tidak ingin konsep halal dan haram malah menimbulkan kesombongan rohani antara satu kelompok dengan kelompok lain.

Menurut Sihar Sitorus, menghormati budaya dan tradisi lokal itu adalah bagian dari Kode Etik Pariwisata Dunia, yang telah diratifikasi oleh UNWTO, di mana kegiatan pariwisata harus menghormati budaya dan nilai lokal (local wisdom) agar tidak meresahkan masyarakat di sekitar.

Pembangunan masjid atau rumah makan muslim dirasa sudah cukup memudahkan wisatawan Muslim yang berkunjung sebagai bentuk penghormatan masyarakat setempat terhadap keberagaman.

Namun, penertiban hewan berkaki empat seperti babi dirasa kurang tepat diterapkan di Danau Toba.

Sihar Sitorus menawarkan konsep wisata halal bisa diterapkan di wilayah dengan mayoritas penduduk muslim, tapi bukan Danau Toba.

“Pariwisata halal mungkin bisa diterapkan di daerah wisata dengan penduduk mayoritas muslim seperti Sumatera Barat dan Aceh.

Sebagaimana wisatawan yang datang ke sana harus menghormati dan menghargai apa yang sudah menjadi kultur dan kepercayaan setempat begitupula halnya dengan yang terjadi di Danau Toba, wisatawan yang datang juga harus menghormati budaya setempat,” tutup Sihar Sitorus. 

Namun, pemerintah lebih fokus menata fasilitas pelayanan pariwisata atau amnenitas.

"Wisata halal ini masuk amnenitas, dalam perkembangan pariwisata ada tiga hal yang dikenal. Bagaimana aksesibilitas di bangun mudah orang mengaksesnya, ada amnenitas termasuk kelengkapannya termasuk hotel dan restoran dan dll. Terkahir ada aktraksi di sana ada tidak," ucapnya, saat ditemui di Kantor Gubernur, Jalan Pangeran Diponegoro, Kota Medan, Senin (2/9/2019).

Sebelumnya, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menyatakan bahwa pemerintah akan merencanakan wisata halal di Danau Toba.

Namun, setelah pernyataan ini dicatut hingga viral menuai kritik dari kalangan masyarakat.

Ia mengatakan, tidak semua makanan di sana dapat disajikan kepada wisatawan lokal maupun mancanegara.

Pihaknya tengah mengembangkan seluruh fasilitas pelayanan pariwisata, mulai dari hotel, restoran hingga tempat beribadah.

Menurutnya, apabila amnenitas tersebut dapat terprogram dengan baik, sehingga wisawatan yang datang akan merasa puas dengan pelayanan.

Jika ini terjadi, kata dia masyarakat setempat juga yang akan merasakan.

Pastinya, ini juga dapat meningkatkan penghasilan masyarakat setempat.

"Yang dimaksud untuk halal itu amnenitas tadi, karena memenuhi kebutuhan orang.

Kita harapkan orang yang datang kesana merasa terpuaskan dan senang. Agar bisa berdampak baik, wisatawan yang datang dapat menceritakan bagaimana selama berlibur ke danau Toba," ujarnya.

Muchlis mengatakan, wisata halal ini bukan untuk mematikan kearifan lokal maupun budaya yang ada di Danau Toba.

Malah, pemerintah juga akan memperhatikan masyarakat lokal yang membuka usaha di sana.

Kata dia, tidak akan mungkin budaya dan tradisi yang ada di Danau Toba dihilangkan. Menurutnya, orang datang ke sana karena budaya dan adat yang begitu kental.

"Halal ini bukan berarti mematikan kearifan lokal yang ada di sana.

Tetapi pemerintah malah membantu mengembangkan seluruh adat dan budaya yang ada," ujarnya.

Dipastikan, kata dia pemerintah tengah fokus terhadap fasilitas pelayanan pariwisata bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara.

Pihaknya tidak akan berbuat lain, apalagi sampai merusak dan menghilangkan kebudayaan pada kawasan Danau Toba.

"Cuman untuk kepentingan amnenitas kita penuhi.

Bagaimana orang Jawa datang ke danau Toba. Tidak merasa stres kesana dengan mencari makanan," ucapnya.


Sumber : https://medan.tribunnews.com/2019/09...datang?page=4
Diubah oleh KASKUS.HQ 04-09-2019 01:36
jagotorpedo
Ariwanas
ibelindua
ibelindua dan 10 lainnya memberi reputasi
11
15.9K
312
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.7KThread40.1KAnggota
Tampilkan semua post
agama.murahanAvatar border
agama.murahan
#15
ibarat ada muslim yg mau bertamu ke rumah temannya yg katolik


karena seorang muslim pasti diajarkan untuk membenci salib oleh agama dan nabinya,
si muslim berkata kpd teman katoliknya,

kalau gue mau ke rumah elu, elu harus tutupi salib dirumah elu dgn kain dulu,
elu harus menghormati gue dan agama gue.
karena gue tidak mau digoda jin kafir yg ada di salib rumah elu


dan jika teman katoliknya menolak,
si muslim teriak2 kpd teman2 lainnya, bahwa teman katoliknya islamophobia
dan islam adalah korban propaganda kebencian oleh media


realitanya justru islamlah yg menanamkan kpd umatnya salibphobia


dgn cara inilah islam selalu menggiring opini orang2 tolol,
dari mereka si pembenci yg sesungguhnya,
menjadi seakan2 mereka korban kebencian emoticon-Shutup
Diubah oleh agama.murahan 04-09-2019 03:05
Mautahu99
cloverbless
lailasofianty
lailasofianty dan 37 lainnya memberi reputasi
38
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.