kucingbudukanAvatar border
TS
kucingbudukan
Kita Ini, Kan?
Halo semua. Aku mau permisi ikutan posting cerita di SFTH. Udah janji dari lama sama temenku, akhirnyaaaaaa beraniin diri untuk posting. Sebelumnya baca disclaimer dulu ya.

- Cerita ini hanya fiktif belaka, kalau namanya sama, atau karakternya mirip, itu hanyalah kebetulan, jangan dibikin cocoklogi ya.
- Cerita ini setiap partnya aku bagi jadi 2 bab yang menggambarkan sudut pandang kedua tokoh utama.
- Kalau kamu baca cerita ini dan karakternya mirip sama kamu atau orang yang kamu kenal, coba bacanya terusin pasti ada yang beda. Soalnya karakternya hasil fusion kreasiku aja hehe.
- Mau bata boleh, tapi jangan dimarahin ya, aku kan nubi. Cendol aja deh hehe.
- Kalau kamu baca dan punya pengalaman mirip, aku tunggu cerita kamu di kolom komentar.

Selamat membaca, lovyu all.



Kita?
*foto hanyalah ilustrasi belaka



Bab 1.1 Undangan yang Gak Pernah Datang


“Dateng ke nikahan Lukman kan? Barengan yok cari tiket...”

Sebuah pesan whatsapp masuk membuatku tertegun sejenak. Pengirimnya Heru, bekas rekan kerjaku duku. Aku berpikir keras sebelum mengirim pesan balasan. Heru gak tahu kalau aku dan Lukman sudah lama gak saling bicara. Kami dulu temen se-geng yang akrab banget, ada di dalam satu whatsapp group yang sama. Tapi sudah setahun terakhir aku gak pernah merespon apapun di grup itu, gak pernah datang ke pertemuan-pertemuan geng kami, dari yang gak penting sampai yang penting. Aku melakukan hal itu karena menghindari Lukman. Selain gak saling bicara, aku memang gak ingin bertemu dia. Lebih mudah untukku.


“Gue gak diundang Her, hehe” jawabku berusaha gak ingin menjelaskan banyak.

“Belum aja kali, gue juga gak sengaja liat undangannya di kantor sekretariat. Belum sempet aja kali ngirim ke lo..”

“Iya mungkin. Tapi gue gak akan diundang deh kayaknya. Nanti salam aja…”


Heru terkejut dengan balasanku. Dia sontak meneleponku.


“Apa sih maksud lu? Dia gak maksud kali, nanti juga ngirim undangan kalau udah sempet. Lagian lu kan susah banget diajak ketemuan, di grup juga gak pernah ngomong apa-apa sih…”


Heru mencecarku dengan nada sedikit kesal. Dia tau aku dan Lukman punya hubungan paling dekat di antara teman se-geng yang lain. Aku menghela napas dengan berat sebelum menjawab pertanyaan Heru yang setengah emosi.


“Lu gak tau ceritanya Her. Gue yakin dia gak akan ngundang gue. Paling ngundang di grup aja…”

“Emang lu pengennya dia japri? Minta dihormatin banget sama temen sendiri aja..”

“Enggak gitu..”

“Ya lu ceritain lah kalau gue gak tau ceritanya. Kalian berdua emang selalu gitu kan, ada apa-apa berdua aja, sampai ada masalah kayak gini biarin aja kita gatau”suara Heru mulai melunak tapi masih ada kekesalan di ujung kalimatnya.


“Gimana ya, ceritanya ribet. Intinya gue gak akan diundang, karena emang sebaiknya begitu. Udah ya..”aku memutus telepon secara sepihak. Malas rasanya menjelaskan apa yang terjadi antara aku dan Lukman. Lagian aku takut menangis saat menceritakannya.


Aku dan Lukman sudah bersahabat selama 3 tahun, jadi lumayan kehilangan juga sih kalau kayak gini. Apalagi aku gak sempat menyelesaikan masalahku dengan Lukman sampai benar-benar tuntas, malah pilih diam dan pergi begitu aja. Aku orangnya gak suka konfrontasi, soalnya aku pasti gak tahan untuk nangis. Cukup sekali aja nangis di depan dia waktu itu. Gengsi.


Tak lama kemudian whastsapp group geng kami memunculkan notifikasi. Sebuah undangan dari Lukman. Aku melempar handphone ke kasur, karena kalau ke lantai sayang juga sih, baru beli. Aku menutup wajahku dengan bantal, sok-sokan menahan air mata padahal mah gak ngaruh, tetap aja mengalir deras banget.

Bab 1.2 Undangan Siap Kirim

“Eh kecot, lo mau nikah kok gak undang-undang sih. Gue masa nemu undangannya di sekretariat. Kasih tau duluan kek ke kita, tinggal dua minggu pula, mana di luar kota..”


Chat whatsapp dari Heru bikin gue gak enak hati. Gue balas dengan segera karena Heru salah satu teman baik yang gue hormati juga karena dia itu bisa dibilang senior di kantor.


“Sori bosque, gue bukannya lupa. Gue tuh mau kasih langsung, cuma belum sempet ketemu kalian. Ini gue kirim di grup dulu yah. Nanti undangan benerannya nyusul”


“Kahiyang gak lu undang emang?”


“Sekalian aja di grup ya”


Gue menjawab sok cool aja ke Heru. Padahal jantung gue kayak kesentil dikit waktu dia nanya tadi.


“Dia tau masalah gue sama Kahiyang ya? Pura pura gak tau aja deh”pikir gue gelisah, untungnya trik gue berhasil, Heru gak nanya-nanya lebih lanjut.


Sebenarnya apa yang Heru tanyakan ke gue itu udah jadi pertanyaan gue sejak gue bikin undangan ini. Gue juga udah siapin undangan buat Kahiyang, sahabat gue yang dulu pernah sekantor sama gue dan Heru. Masalahnya gue gak tau kapan bisa kasih ke dia, karena dia menghindari gue udah setahun terakhir ini. Chat gue gak pernah dibales, telepon gak pernah diangkat. Pernah saking desperate-nya gue buka profil instagram dia terus kasih lovebuat semua foto yang dia posting. Hasilnya? Nihil, tetep aja lho gak ada respon. Gue tau Kahiyang marah sama gue, tapi gue gak tau kenapa. Cewek susah ditebak itu bener ya, padahal gue pikir gue udah paham dia luar dalam. Selama 3 tahun gue sahabatan sama dia, gue pikir dia itu dalam jiwanya cowok, karena dia gak pernah biarin gue nebak-nebak kayak gini.


“Ah mungkin udah punya pacar baru. Makanya gue dicuekin…”dugaan gue waktu awal-awal dia sulit dihubungi. Gak sadar udah setahun aja. Kangen juga.


“Temen-temen maaf baru kasih tau, tapi ini tempatnya jauh jadi gue gak expect kalian dateng. Tapi kalau mau dateng gue seneng banget sih, kalau enggak sih gue maklum kok..”. Gue mengirim pesan di grup whatsapp beserta dua buah foto, foto undangan dan peta lokasi acara gue.


Pada chat berikutnya gue mohon doa dengan mentionsemua teman yang ada di grup, termasuk Kahiyang. Usaha terakhir gue ini juga gak direspon sama dia. Semalaman itu gue jadi uring-uringan nungguin balasan. Gue liat statusnya udah dibaca kok. Sial. Kuat banget ini anak gak ngomong sama gue. Gue kangen tau gak sih. Tapi mau chat japri juga gak berani, terakhir kali chat gue juga gak dibalas.


Gue dan Kahiyang itu jarang berantem beneran. Maksudnya, kalau debat-debat hal gak jelas sih sering, tapi kita gak pernah marahan lama. Setiap kali Kahiyang marah gue akan dengan cepat mengalihkan perhatian dia, dan biasanya gak lama dia lupa soal marahnya itu. Setahun gak bicara sama dia rasanya menyiksa banget buat gue. Apalagi gue gak tau salah gue apa. Gue coba pikir-pikir lagi, kayaknya gue gak melakukan sesuatu yang fatal deh. Terakhir kali gue emang batalin janji karena gue mau jalan sama cewek, cewek itu yang akan gue nikahi 2 minggu lagi.


“Eh apa karena itu ya? Tapikan gue gak bilang alasan sebenarnya, gue alasan ke rumah kakak gue, jadi dia gak mungkin marah dong. Waktu itu sih dia sempat kesal karena gue emang gak ngasih kabar sampai dia teleponin gue. Waktu itu gue pikir, paling dia marah cuma sebentar. “Jadi karena itu ya?”perang batin gue lebih seru dari Avengers: Infinity War. Capek banget deh menduga-duga doang.


Gue keplak kepala sendiri, merasa kebegoan akut udah menyerang gue. Gue menenggelamkan muka di bantal gue yang udah kempes, mencoba berpikir keras.


“Kalau karena itu, berarti emang gue yang gak peka, bukan dia yang susah ditebak. Tapi masa gara-gara itu doang dia marahnya sampai setahun sih?”pikiran gue berkecamuk, sampai sulit tidur padahal mata udah dimerem-meremin. Gak taunya karena gue sesak napas akibat membekap muka sendiri pakai bantal.

bersambung
Diubah oleh kucingbudukan 03-09-2019 09:05
tyoguf
anasabila
someshitness
someshitness dan 14 lainnya memberi reputasi
15
4.1K
36
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.5KThread41.6KAnggota
Tampilkan semua post
kucingbudukanAvatar border
TS
kucingbudukan
#7

konser yang tidak terlupakan


Bab 2.1 Menyerah Pada Sop Kaki Kambing



Hari ini bukan hari pertama aku masuk ke kantor baru, sebuah stasiun televisi swasta di ibukota. Aku sudah bekerja selama sebulan di kantor itu, menulis naskah untuk sebuah program khusus. Setelah program itu selesai, aku pun ditugaskan untuk program lain, sebuah program talkshow mingguan, tempat aku bertemu dengan Lukman untuk pertama kalinya. Lukman adalah pria sunda berkulit putih, berkacamata dengan rambut sedikit ikal yang dibiarkannya tumbuh megar dan kumis tipis seperti lele yang cukup menjadi bahan ledekan setiap kali aku kesal padanya. Dia bertugas sebagai production assistantdi kantor ini. Lukman mengajakku berkenalan dengan anggota tim yang lain, lalu mengajak kami makan siang bersama.



Selama ditugaskan di program yang sama, kami jadi semakin dekat. Selain karena pekerjaan yang membuat kami harus bertemu setiap hari, aku dan Lukman memang nyambung satu sama lain. Aku gak bisa mendeskripsikannya dengan jelas, gak tau juga kenapa, padahal aku dan dia memiliki karakter yang sangat jomplang. Selera musik kami berbeda, makanan kesukaan kami bertolak belakang, aku takut anjing, sementara dia punya seekor bulldog di rumah. Yang pasti kami jadi sering pergi berdua ke mana-mana, sampai-sampai kalau aku sedang kebetulan sendirian, orang pasti menanyakan keberadaan dia padaku, begitupun sebaliknya. Pertemanan ini juga berlanjut di luar kantor.



Kadang sepulang lembur Lukman mengajakku ke warung nasi uduk betawi yang sangat dia sukai. Lain waktu ia mengajakku ke warung bubur dekat rumahnya - yang jauh banget dari rumah atau kosan ku- lalu mengantarkanku pulang kembali. Kadang dia main ke kosanku hanya karena ingin dimasakin spaghetti instan. 



Lukman tau betul apa saja hal yang membuatku kesal, salah satunya adalah menemaninya makan sop kaki kambing. Aku gak suka dengan bau kambing, tapi tetap saja aku temani dia makan sop kaki itu sebulan sekali, yang minyak saminnya selalu minta ditambah sesendok dari takaran aslinya.



“Mumpung gajian Kay, lu tau kan sop kaki kambing buat gue itu udah cukup mewah haha..”

“Iya deh gue temenin aja”

“Cobain sih sekali-kali”

“Udah pernah nyoba dan gak suka”

“Ya, yaudah makan yang lain aja deh”

“Ya gak apa-apa lu aja makan, gue entar bisa makan yang lain..”



Perdebatan kayak gini bisa diulang setiap bulan, karena Lukman ingin sop kaki kambing tapi sok-sokan gak enak sama aku, ujung-ujungnya kita ke sana meskipun aku cuma pesan es teh manis.



Di perjalanan pulang dari warung sop kaki kambing langganan Lukman, aku bercerita tentang seorang pria di kantor yang menarik perhatianku.



“Eh man, Lo tau mas Kamal kan?”

“Kamal...Kamal yang anak Morning Show?”

“Iya”

“Kenal, kenapa?”

“Minggu depan gue janjian sama dia nonton konser Metallica”

“Hah, kok bisa?”

“Gak sengaja sih, kemaren kan gue numpang nge-print tiket di printer kantor, ada dia tuh yang nemuin print-an gue. Terus dia nanya kan, gak taunya dia juga mau nonton sendirian. Jadinya ngajakin bareng deh ke sananya.”

“Ohh gitu. Untung deh, lo gak jadi nonton sendirian. Maaf ya gue gak bisa nemenin, gue gak ada duit soalnya, lagian gue mana ngerti Metallica ahahah”

“Iyee gue tau. Selow aja. Eh Man, mas Kamal udah punya pacar belum ya?”

“Hmmm gue kurang deket sih. Tapi kayaknya belum deh”

“Hoooo”

“Kok muka lo mendadak merah? Lo naksir dia ya?”

“Enggak.. Enggak tau sih..”



Aku makin gak bisa menyembunyikan muka merahku saat sedang membahas mas Kamal. Melihat hal ini, Lukman makin semangat meledekku sampai aku pengen masuk ke kolong mobil aja rasanya.



Aku bisa menceritakan segala hal tanpa ditutupi pada Lukman, tentang pekerjaan, keluarga, ataupun tentang pria yang membuatku jatuh cinta sekaligus patah hati. Dia selalu tahu semua pria-yang lalu lalang di hidupku, dia juga yang akan meledekku paling keras jika aku sedang norak karena kasmaran. Aku memang bukan cewek yang punya banyak sahabat cewek. Sahabatku yang cewek bisa dihitung jari lah, itu pun biasanya tetap ada hal-hal yang gak bisa aku ungkapkan pada mereka. Aku memang cenderung mudah bersahabat dengan cowok, mungkin karena aku ini bukan cewek sensitif, dan beberapa hobiku yang lebih banyak digandrungi cowok, bikin aku lebih sering main sama temen-temen cowok.



Persahabatan cewek dan cowok itu selalu dianggap gak mungkin terjadi. Aku tau kalian mikir apa. Tapi aku meyakini hal sebaliknya, meski sepanjang hidupku aku selalu dikasih bukti yang sebaliknya sih. Aku ini orangnya gak gampang menyerah, lebih tepatnya ya selalu terjebak dalam persahabatan dengan cowok. Beberapa kali sudah gagal, seringnya karena pacar-pacar mereka cemburu sama aku untuk alasan yang gak jelas, atau mungkin ya karena salah satu dari kita punya perasaan lebih dari sahabat. Aku dan Lukman, aku pikir kami gak akan terpisahkan, gak seperti persahabatan-persahabatanku sebelumnya yang berakhir tragis.




Bab 2.2 Perjuangan Sop Kaki Kambing



Pertama kali ketemu Kahiyang, gue gak nyangka bakal nyaman menghabiskan waktu sama dia. Kahiyang bisa jadi temen kerja yang menyenangkan, meski sering ngomel demi pekerjaan jadi beres tepat waktu dan hasilnya memuaskan. Di luar itu, gue suka ngobrol sama dia tentang banyak hal, meskipun lebih banyak berdebatnya sih, karena kita suka hal-hal yang berbeda. Kahiyang pernah bilang kalau dia suka kantor ini mewajibkan seragam, jadi dia gak perlu mikir pakai baju apa setiap hari. Sementara itu, gue paling malas pakai seragam, paling sering kena razia HRD karena pakai kaos doang. Kay itu gak kayak cewek kebanyakan, dia gak mementingkan gaya fashion terkini, gak suka pakai make up, bahkan nyisir rambut aja jarang. Gue suka meledeknya dengan sebutan cewek jadi-jadian, dia gak pernah marah sih, paling cuma ketawa aja sampai matanya jadi segaris.



Setiap hari ada aja hal yang kita debatin. Tapi kalau hari ini udah waktunya gue maksa dia makan sop kaki kambing. Pas banget hari ini  gajian dan kebetulan juga program gue udah lolos quality control, tinggal tayang aja.



“Kay, bang Anen yuk entar malem”, gue menyebutkan warung sop kaki kambing langganan gue, yang disambutnya dengan helaan napas. Gue udah tau sih dia gak suka sop kaki kambing, tapi gue suka banget dan pengen aja makan sama dia.



“Yang lain kek, jangan kambing!”jawabnya dengan sedikit sewot.



Meskipun gue udah tau kalau Kahiyang pasti menerima ajakan gue walau dia hanya akan memesan es teh manis, tapi gue gak pernah menyerah untuk membuat dia menyukai sop kaki kambing. Gagal terus sih, tapi kan selalu ada bulan depan untuk coba lagi. Hehe.



Tiga jam kemudian gue udah di jalan menuju Depok untuk mengantarkan Kahiyang pulang ke kost-nya. Sebelum itu gue mampir ke drive thrunya McDonalds untuk beli cheese burger biar dia gak kelaparan, kasian cuma minum es teh manis. Sementara gue, udah kenyang begah banget gara-gara sop kaki kambing Bang Anen yang enak banget.



Gue sedang berusaha konsentrasi menyetir dengan kebegahan dan kantuk yang mulai menyerang, saat Kahiyang menyinggung soal Kamal. Kamal adalah production assistantsenior yang ditugaskan di program tetangga. Gue kenal dia sih, cuma gak terlalu deket juga karena gak pernah satu program bareng. Udah gitu anaknya gak ngerokok juga, jadi gak pernah ngobrol di ruangan merokok. Yang gue tau Kamal itu sholatnya rajin. Lurus-lurus aja deh pokoknya.



Gue agak kaget waktu Kahiyang nanyain Kamal dengan wajah tersipu-sipu. Apa dia suka sama Kamal yah? Emang sih Kamal itu secara tampilan masuk ke tipe cowok kesukaan Kahiyang. Terutama brewoknya yang gak terlalu tipis tapi gak terlalu lebat juga. Gak kayak kumis gue yang tipis ini, sama lele juga masih cakepan lele. Huft.



“Jelas-jelas muka lo merah gitu Kay. Ngaku aja deh kalau lo naksir Kamal..”gue memaksa Kahiyang mengaku, padahal sih udah tertangkap basah gitu.

“Ya gak tau kan baru kenal. Seru aja kayaknya nemu orang yang band favoritnya samaan. Bisa ngobrolin Metallica sampe puas gitu”

“Ohh gitu doang?”

“Brewoknya gue suka sih. Udah gitu orangnya agak unik yah..”

“Unik gimana?”

“Dia tattoan, tapi sholatnya rajin lho!”

“Emang dia tattoo-an? Kok gue gak pernah liat?”

“Emang gak keliatan tattoo-nya, ada di lengan sebelah kanan. Kan ketutupan lengan baju.”

“Lah terus kok lo bisa liat?”

“Waktu itu gak sengaja, dia kan mau ambil gelas di lemari atas, terus lengan bajunya tersingkap dikit....”

“Oalah gue kira lu udah sampe buka-bukaan baju..”

“Ya belum lah kan baru kenal. Gue jadi inget waktu hari pertama masuk kantor, dia yang kenalin gue sama orang-orang se-ruangan karena gue diem aja sendirian di pojokan...”Kahiyang cerita sambil menerawang ke langit-langit mobil gue. Kayaknya dia jatuh cinta beneran. Gue pun semakin gencar meledek dia.



Kahiyang gak gampang marah, itu yang paling gue suka dari dia. Berteman sama dia itu gak perlu drama. Marah sebentar, abis itu lupa. Tapi dia akan jadi orang pertama yang ingetin kalau gue udah kelewat batas, sekaligus jadi yang pertama menghibur kalau hidup gue lagi asem banget. Gue senang karena dia itu bisa mengimbangi ke-spontan-an gue. Suatu hari gue pernah tiba-tiba ngajak dia ke puncak karena gue pengen makan sate maranggi, lalu pulang lagi sehabis makan sate. Ini pertama kalinya gue punya sahabat cewek. Menyenangkan juga ternyata, bisa melihat perspektif cewek secara langsung tentang hal-hal, tapi minus merasakan keribetan-keribetannya. Gue dan Kahiyang kayaknya bisa bikin band bareng deh saking klopnya.
Diubah oleh kucingbudukan 03-09-2019 09:06
tuffinks
FeLixOn
yusufchauza
yusufchauza dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.