mbakendutAvatar border
TS
mbakendut
Tikus Munafik
Kumpulan Cerpen Bikin Baper





Ilustrasi: Pinterest



*

Suatu hari, seorang wartawan datang ke rumah jubir KPT (Komisi Pemberantasan Tikus). Dia ingin mendengar langsung pendapat sang jubir mengenai jenis-jenis tikus yang berbahaya dan pantas mendapat hukuman.

"Menurut Anda, tikus apa sih yang harus dihukum selain tikus-tikus yang doyan makan uang?"

Sambil tersenyum takzim, si jubir menjawab, "Tikus munafik."

"Apa itu tikus munafik?" tanya si wartawan heran.

"Saya membagi tikus munafik ini menjadi tiga jenis, yakni tikus pengkhianat, tikus pembohong, dan tikus lapar."

Si wartawan itu menunjukkan wajah antusias. "Wow, terdengar menarik istilahnya. Mungkin bisa dijelaskan satu per satu."

"Pertama, tikus pengkhianat. Ini salah satu jenis tikus yang sering ada di sekitar kita. Jadi, saya sarankan jangan percaya pada jenis tikus satu ini. Jangan pernah menaruh harapan padanya. Nanti kamu sakit hati sendiri."

"Kenapa, Anda pernah mengalaminya?"

"Teman saya. Beliau pernah merasakan pahitnya dikhianati, oleh orang terdekat sendiri. Dia percaya pada si pengkhianat karena wajah orang itu sangat manis dan bermulut manis juga."

"Wah, memang ada banyak orang seperti itu. Terlihat baik, tapi nusuk di belakang, " tanggap si wartawan.

Si jubir tersenyum. "Masuk jenis kedua, tikus pembohong. Nah, ini dia tikus pencari kesempatan yang baik. Dia memanfaatkan kebaikan dan kemurahan hati orang untuk mengambil hatinya. Dia kadang datang padamu untuk meminta sesuatu dan memuja prestasimu, tapi sebenarnya itu hanya akal bulus untuk keuntungan dirinya sendiri. Tikus jenis ini juga mudah terpengaruh alias tidak bisa setia."

Si wartawan manggut-manggut sambil mencatat di-note hal-hal yang penting.

"Sisa satu jenis, saya penasaran dengan jenis terakhir ini. Tikus lapar, gimana tuh?"

Si jubir tertawa kecil, merasa lucu dengan istilah yang diciptakannya sendiri.

"Jadi, tikus lapar ini sebenarnya istilah yang saya ciptakan karena teringat dengan orang yang sering ke rumah saya dulu. Dia kalau datang ke rumah itu nggak pernah tidak lapar. Setiap saya dan ibu menyediakan makanan di meja, pasti dia habiskan. Sebenarnya, kami itu ikhlas. Cuma, gini loh. Bukannya tidak tahu diri namanya kalau dia sering diberi makan, tapi ujung-ujungnya berlagak sok seakan kami nggak pernah berbuat baik pada dia, parahnya minta nambah lagi. Itu kan tikus kelaparan namanya. Mirip sama tikus-tikus kantor itu lah."

Si wartawan manggut-manggut. "Jadi, menurut Anda, ketika jenis tikus ini wajib dijauhi, dihukum, dibenci atau gimana?"

Si jubir menggeleng. "Tidak perlu."

Wartawan mengernyit bingung. "Loh kenapa? Bukannya mereka ini penyakit dan harus dihukum?"

"Tikus munafik ini ada tempat hukumnya sendiri, dan bukan hak manusia menghukumnya. Tahu Jahanam?"

Wartawan mengangguk refleks.

"Nah, itulah tempat hukuman terbaik untuk tikus munafik ini."


-Tamat-


Spoiler for Indeks Link Cerpen Lainnya:
Diubah oleh mbakendut 14-10-2019 15:56
phyu.03
tehpena
bukhorigan
bukhorigan dan 67 lainnya memberi reputasi
68
22.3K
598
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.5KAnggota
Tampilkan semua post
mbakendutAvatar border
TS
mbakendut
#366
Mantan Gesrek (Special POV Gilang)
Kumpulan Cerpen Bikin Baper



Quote:


***

“Kuping lo taruh di mana sih? Gue ‘kan udah bilang jangan makan gorengan terus!” Gadis manis yang baru seminggu jadi pacar gue nyerocos tanpa henti. Baru beberapa menit dia datang, gue ngerasa kalo kuping  gue udah sakit. Huff, untung sayang.

“Gue sakit perut bukan karena gorengan kali.” Gue berkilah, meski pada kenyataannya kayak gitu sih.

“Ngaco, lo beli gorengan di mana?”

“Di warung pinggir jalan.”

Bukk!!

Gue merasa saat ini udah jadi korban KDRT dari pacar gue yang tersayang. Gue yang mulanya tiduran di sofa beranjak dan meraih tangannya. “Gue laper, trus nggak bisa masak selain mie sama telur. Makanya gue beli gorengan.”

“Kenapa nggak manggil gue buat masakin lo?”

Gue tersenyum. “Ntar, kalo lo udah jadi istri gue.”

Bukk!!

Lagi, gue digebuk di perut untuk kedua kalinya. Padahal, dia tahu kalau gue lagi sakit perut. Aneh memang. Tapi, gue seneng karena bisa melihat semburat merah di pipinya yang penuh itu. Demi Baco sekeluarga, gue yakin kalo dia malu karena pernyataan gue barusan. Fix, dia bakal jadi Nyonya Gilang secepatnya.

“Nggak usah gembel!”

“Dih, siapa yang ngegembel sih? Hayoo, pipi gemuk lo mau meletus tuh.” Dengan jahil, gue menusuk-nusuk kedua pipinya yang emang ngegemesin.

Dia mencoba menahan geli, tapi pada akhirnya ia tertawa lepas juga.

Mendadak, gue ngerasa kalau sakit perut gue hilang  … karena ada dia di sini.

*

Quote:


**

Gue nggak pernah ngasih tau password apartement gue, selain Yuna. Namun, malam itu entah kenapa cewek yang paling gue hindarin datang dengan senyuman malaikat.

Andai tuh cewek datang dengan penampilan sopan, gue nggak terlalu masalah. Dia ... seolah sengaja bikin naluri kelaki-lakian gue naik.

"Lo kenapa bisa ada di apart gue?" Gue bertanya dingin.

"Om Surya nyuruh aku ke sini, katanya kamu sakit, Beb," katanya dengan senyum manis. Bukan itu jawaban yang gue inginkan. Gue mau tahu kenapa ia bisa tau-tau sudah ada di dalam sini.

Ini sudah malam, dan pertahanan diri seorang cowok sangat dipertaruhkan. Terlebih, gue rasa tuh tua bangka udah hilang akal buat nyuruh gue suka sama ini cewek.

Big hell no, itu nggak bakal pernah terjadi.

"Nggak baik cewek malem-malem nyamperin cowok. Gue nggak mau denger gosip tetangga, mending lo pulang." Gue berusaha mengusir baik-baik cewek ini tanpa melihat wajahnya, meski gue rasa suara gue nggak ada lembut-lembutnya sama sekali.

"Aku mau nginap di sini malam ini. Kamu lupa kita udah dijodohin, Lang?"

Deg!!

Gue yang awalnya muak melihat wajah tuh cewek langsung terusik. Dapat gue liat seringai puas tercetak di bibirnya yang merah merekah. Kedua tangannya terlipat di depan dada seolah menantang gue buat menerima kenyataan. Ia mempersempit jarak kami hingga tinggal hitungan jengkal saja.

"Jangan coba main-main sama gue, Angel!" Tatapan tajam gue menghunus tepat ke netra Angel yang disambut dengan cewek itu tanpa rasa takut, justru ia makin berani dengan maju selangkah hingga wajahnya benar-benar ada di hadapan gue, dalam jarak tak kurang dari sejengkal.

Tersenyum sangat manis, ia mendekatkan wajahnya. "Aku kangen sama kamu, Beb."

Cupp!!

Napas gue nyaris berhenti begitu sebuah kecupan basah mendarat di pipi gue. Begitu tiba-tiba, gue shock di tempat. Angel malah nyengir-nyengir senang tak menjauhkan wajahnya.

Sebenarnya, bukan cuma kecupan itu yang bikin gue syok, tapi kedatangan seseorang secara tiba-tiba. Orang itu membekap mulutnya dengan tubuh bergetar.

Tak sempat memberi penjelasan, orang itu--Yuna keburu berlari keluar.

*

Quote:


**

"Saya sudah bilang jangan ikut campur hidup saya. Sudah cukup Mama menderita di bawah kuasa Papa yang diktator!" Nada bicara gue tegas, tanpa rasa gentar sedikitpun. Ini adalah kali pertama gue menginjakkan kaki di rumah masa kecil, sejak gue tinggal di apartemen Kak Rangga setahun yang lalu.

Satu tujuan, menemui pria titisan Hitler yang tetap memasang wajah kaku. Ia menatap gue sekilas dengan mata berkilat-kilat, setelah itu terdengar tarikan napasnya.

"Papa melakukan itu untuk kebaikan kamu, tapi saya dengar kamu malah mengusir Angel," ujarnya dengan nada tenang.

"Saya sudah bilang tidak tertarik pada Angel. Kenapa Gilang bisa tunangan waktu itu karena terpaksa!"

Papa memegang gagang cangkir kebesarannya dengan kuat, kebiasaannya jika mendengar sesuatu yang menurutnya tidak masuk nalar.

"Beranjak dewasa attitude-mu jadi minus, Nak."

Gue mendengus, ingin membalas dengan kasar, tapi langsung teringat dengan tujuan utama gue menyambangi dia di sini.

"Gilang tidak ingin buang-buang energi untuk berdebat sama Papa," ucapku setelah terdiam beberapa saat. "Bentar lagi Gilang lulus SMA, dan ... ingin lanjut kuliah di Yogya, bareng Kak Rangga. Bukan di Singapura atau kampus pilihan Papa."

Gue menunggu reaksi papa. Ia tampak terkejut dan raut wajahnya berubah garang. "Apa maksudmu?"

"Bukannya Yogya bagus? Di sana juga ada Nenek."

"Papa pengen kamu kuliah di Singapura, bukan di Yogyakarta atau kampus manapun di Indo!" tandasnya.

Gue tak langsung merespons, melainkan bangkit dari duduk karena merasa negosiasi dengan Papa bakal berjalan alot. Diktator macam dia tidak bakal menerima saran atau bantahan.

"Gilang, mau ke mana kamu?" Papa ikut bangkit dari duduknya. Wajahnya memerah kali ini menandakan jika emosinya mulai naik.

Gue menarik napas panjang, merasakan jika kepala gue berdenyut sakit.

"Gilang juga bakal pindah sekolah besok, dan jangan suruh bodyguard Papa untuk menghalangi saya"

*

Papa mengizinkan? Tentu saja tidak, mungkin. Gue nyelonong pergi aja waktu gue ngucapin kalau gue mau pindah. Ia mungkin telah mengutuk gue sebagai anak durhaka. Jujur gue merasa tak enak, tapi sikapnya pada mama yang keterlaluan dulu bikin gue muak.

Mama--orang satu-satunya yang gue sayang pergi, maka gue nggak akan biarin orang yang gue sayang setelahnya pergi juga.

Dan... di sinilah gue sekarang. Memakai seragam berbeda dan rambut yang sengaja gue cat putih dari warna sebelumnya--merah.

Meski harus jadi pusat perhatian cewek-cewek yang terpesona sama ketampanan ini, gue rela. Sebab, gadis yang jadi alasan gue ke sini lebih penting. Ya, Yuna. Gadis gue ini benar-benar menggemaskan, meski ia ngatain gue sinting sekalipun.

"Apa cuma gue yang ngerasa kalo lo berubah? Makin ganteng, tapi agak geser," ujar Yuna sarkas yang diiringi gerakan bola mata menyiratkan rasa jengkel.

Bukannya kesal karena di-cap sinting, gue malah gemas. "Gue emang ganteng, kan? Lo suka sama gue karena  tampang gue yang ganteng ini."

"Lo mesti ke rumah sakit jiwa setelah ini, Lang. Gue nggak bisa ngadepin orang sinting kayak lo."

Gue memasang senyum semanis mungkin, seraya menopang dagu. "Gue emang sinting kok, karena lo."

Yuna memuntahkan baksonya.

***
Quote:



Indeks link Di sini
Diubah oleh mbakendut 20-07-2019 12:30
YenieSue0101
peggimiru
pzwildaas
pzwildaas dan 15 lainnya memberi reputasi
16
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.