skydaveeAvatar border
TS
skydavee
[Review Debat Capres] Perdebatan yang Minim Adu Argumen

Acara debat untuk capres yang akan mengikuti konstelasi politik (terpanas) sejagad Indonesia tuntas untuk sesi yang kedua. Berbeda dengan sesi sebelumnya yang full squad, kali ini ajang debat hanya diikuti oleh capres. Jikapun riuh meski tak full team, bisa ditebak, itu adalah tim hore dari masing-masing kubu. Recok plus bertekak yang bikin pemandangan rusak.

Mumpung peristiwa kemaren belum minggat dari pemikiran, berikut saya coba sajikan beberapa hal terkait dengan jalannya perdebatan tersebut.

Namun, perlu ditekankan, bahwa, kendati bersumber dari tempat yang sama (meski stasiun kita bisa berbeda), tentu saja ini hanya pandangan subyektif saya, yang bisa jadi, berbeda pandangan dengan kisanak semua.

1. Jawaban Normatif
Tim panelis dari beberapa pakar yang ditunjuk oleh KPU sebenarnya telah menjalankan tugasnya dengan baik. Tema diskusi episode kali ini menyasar perihal Energi, Pangan, Infrastruktur, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Tema tersebut, merupakan tema yang diharapkan dijawab dengan penjelasan yang detail dari masing-masing calon presiden selanjutnya.

Selain detail, yang tak kalah penting adalah diksi kata dalam penyampaiannya. Jangan sampai program bagus, namun karena terbungkus dengan rangkaian kata yang njlimet, akhirnya pesan justru tak tersampaikan ke dalam hati sanubari masyarakat. Bukankah rakyat yang notabene lebih banyak daripada segelintir elite di pusaran kekuasaan memiliki pengaruh suara yang lebih besar?

Apesnya, beberapa penjelasan dari kedua capres masih terkesan jawaban yang normatif. Sebagai misal tatkala mengulas tentang kebijakan sawit. Kenapa sawit? Ya, karena jumlah perkebunan sawit di nusantara ini memiliki potensi besar.

Seperti dilansir dari media Kompas, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan) mengatakan, lahan sawit Indonesia yang tercatat hingga saat ini seluas 14,03 juta hektare. Dengan fakta demikian, luasnya lahan perkebunan sawit diharapkan mampu bersaing setidaknya dengan negeri jiran, Malaysia.

Sayang sekali, meski jawaban kedua calon orang nomor satu ini, cukup menarik dengan saling berjanji melepaskan ketergantungan pada sumber energi fosil, dengan cara meningkatkan B20 menuju B100 dan lain sebagainya, namun proses keseimbangan lingkungan urung dibahas.

Padahal keberlanjutan lingkungan juga penting. Sebagaimana kita ketahui, akar serabut yang dimiliki sawit banyak mengambil unsur-unsur hara di dalam tanah. Ini bisa disaksikan dari sekaratnya rambutan binjai, rambutan gula batu dan terangbulan diladang saya. Semua menjadi kurus karena kalah berebut dengan akar sawit.

Lantas, bagaimana dengan sistem keseimbangan lingkungan jika banyak hutan diubah lalu dijadikan perkebunan kelapa sawit? Mungkin akan dijawab pada sesi selanjutnya. Jika tidak, mungkin calon presiden berikutnya yang akan menjawabnya. Titik!

Tak hanya mengenai permasalahan sawit, untuk tiap pokok permasalahan yang dilontarkan panelis, nyaris mendaparkan jawaban yang juga kurang greget dan menyentuh akar permasalahan. Lagi dan lagi, kedua paslon yang kelak akan memimpin negara (beda paslon auto kafir) ini, terkesan menjawab pertanyaan sebatas kewajiban saja. Padahal, saya berpikiran ini akan menjadi ajang yang mengasyikkan. Ajang tempat putra terbaik milik negeri ini mencurahkan semua jalan pemikirannya dengan mantap, semantap kopi susu yang menemani saya melototin layar televisi.

2. Miskin Adu Argumen
Selain statemen yang belum menyentuh pada pokok permasalahan, acara debat kemarin nyaris miskin dengan adu argumen. Jauh dari kesan "perdebatan" itu sendiri.

Bahkan, capres nomor urut 2 berkali-kali menyetujui ulasan sang petahana? Lantas apakah hal demikian diharamkan? Ya ndak juga. Akan tetapi kode etik secara tersirat dalam ajang perdebatan adalah, dilarang menyetujui dengan gamblang wacana apapun dari lawan debatnya. Sebab, jika hal ini dilakukan, seolah tidak ada ide lain yang diharapkan mencuat sebagai alternatif. Bila perlu, ide itu harus lebih tokcer sekaligus trengginas. Selain daripada itu, mengakui, konon lagi ikutan memuji, (masih secara tersirat pula), seolah-olah menunjukkan sebuah kekalahan.

3. Mempertanyakan Kinerja Timses
Selain paslon yang berlaga pada acara debat, timses pada dasarnya haruslah memberikan banyak masukan kepada jagoannya. Sebab, banyak materi (walau sudah dipersempit dengan tema yang disusun panelis) harus disinergikan kepada paslon dari kubu mereka. Setidaknya, menjadi pengingat terhadap ingatan manusia yang memang terbatas.

Dalam debat pada tanggal 17 Februari yang silam, nuansa yang monoton dan normatif bukanlah mutlak kesalahan capres semata. Timses, harusnya bisa memainkan peran pada sesi latihan sebelum debat dilaksanakan. Atau jangan-jangan kedua capres tidak melakukan latihan sebelumnya? Keknya ndak mungkin. Namun, mock debateyang justru menjadikan debat lebih seru dan hidup terkesan tidak terjadi. Bilapun ada, lagi-lagi hanya jawaban normatif.

***
Acara debat bertujuan menggali seluruh potensi capres yang berambisi menduduki kursi RI-1. Penting atau tidaknya momen ini dilakukan, tentu kembali kepada opini masing-masing pihak. Meski kelak tidak "terlalu" berpengaruh secara signifikan pada perolehan suara. Lagipula, seperti apapun narasi diungkapkan melalui acara perdebatan, ada banyak pendukung fanatik yang tetap tak tergoyahkan. Namun bagi saya, debat tetap diperlukan.


Sebagai penutup, kepiawaian dalam berdebat bukan sebuah bakat. Ia harus senantiasa diasah agar bisa menghasilkan pendebat yang ulung, yang bisa menceritakan gagasannya secara runut, sistematis, dan mudah untuk dipahami, serta membuat pihak lawan gentar. Tetapi yang terpenting dari semua itu, gagasan-gagasan yang dilontarkan mampu direalisasikan. Itu saja!




©Skydavee 2019
Sumber gambar: google
Referensi: Kompas

Artikel terkait:
1. Bagaimanapun Narasi Negatif Dikembangkan, Ada Pengikut yang Tak Tergoyahkan
2. Alasan Kenapa Pemilu Jadi Pesta Demokrasi yang Menyenangkan, Bukan Malah Menakutkan
Diubah oleh skydavee 19-02-2019 13:25
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
627
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Pilih Capres & Caleg
Pilih Capres & Caleg
icon
22.5KThread3.1KAnggota
Tampilkan semua post
skydaveeAvatar border
TS
skydavee
#1
[Review Debat Capres] Perdebatan yang Minim Adu Argumen

Acara debat untuk capres yang akan mengikuti konstelasi politik (terpanas) sejagad Indonesia tuntas untuk sesi yang kedua. Berbeda dengan sesi sebelumnya yang full squad, kali ini ajang debat hanya diikuti oleh capres. Jikapun riuh meski tak full team, bisa ditebak, itu adalah tim hore dari masing-masing kubu. Recok plus bertekak yang bikin pemandangan rusak.

Mumpung peristiwa kemaren belum minggat dari pemikiran, berikut saya coba sajikan beberapa hal terkait dengan jalannya perdebatan tersebut.

Namun, perlu ditekankan, bahwa, kendati bersumber dari tempat yang sama (meski stasiun kita bisa berbeda), tentu saja ini hanya pandangan subyektif saya, yang bisa jadi, berbeda pandangan dengan kisanak semua.

1. Jawaban Normatif
Tim panelis dari beberapa pakar yang ditunjuk oleh KPU sebenarnya telah menjalankan tugasnya dengan baik. Tema diskusi episode kali ini menyasar perihal Energi, Pangan, Infrastruktur, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Tema tersebut, merupakan tema yang diharapkan dijawab dengan penjelasan yang detail dari masing-masing calon presiden selanjutnya.

Selain detail, yang tak kalah penting adalah diksi kata dalam penyampaiannya. Jangan sampai program bagus, namun karena terbungkus dengan rangkaian kata yang njlimet, akhirnya pesan justru tak tersampaikan ke dalam hati sanubari masyarakat. Bukankah rakyat yang notabene lebih banyak daripada segelintir elite di pusaran kekuasaan memiliki pengaruh suara yang lebih besar?

Apesnya, beberapa penjelasan dari kedua capres masih terkesan jawaban yang normatif. Sebagai misal tatkala mengulas tentang kebijakan sawit. Kenapa sawit? Ya, karena jumlah perkebunan sawit di nusantara ini memiliki potensi besar.

Seperti dilansir dari media Kompas, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan) mengatakan, lahan sawit Indonesia yang tercatat hingga saat ini seluas 14,03 juta hektare. Dengan fakta demikian, luasnya lahan perkebunan sawit diharapkan mampu bersaing setidaknya dengan negeri jiran, Malaysia.

Sayang sekali, meski jawaban kedua calon orang nomor satu ini, cukup menarik dengan saling berjanji melepaskan ketergantungan pada sumber energi fosil, dengan cara meningkatkan B20 menuju B100 dan lain sebagainya, namun proses keseimbangan lingkungan urung dibahas.

Padahal keberlanjutan lingkungan juga penting. Sebagaimana kita ketahui, akar serabut yang dimiliki sawit banyak mengambil unsur-unsur hara di dalam tanah. Ini bisa disaksikan dari sekaratnya rambutan binjai, rambutan gula batu dan terangbulan diladang saya. Semua menjadi kurus karena kalah berebut dengan akar sawit.

Lantas, bagaimana dengan sistem keseimbangan lingkungan jika banyak hutan diubah lalu dijadikan perkebunan kelapa sawit? Mungkin akan dijawab pada sesi selanjutnya. Jika tidak, mungkin calon presiden berikutnya yang akan menjawabnya. Titik!

Tak hanya mengenai permasalahan sawit, untuk tiap pokok permasalahan yang dilontarkan panelis, nyaris mendaparkan jawaban yang juga kurang greget dan menyentuh akar permasalahan. Lagi dan lagi, kedua paslon yang kelak akan memimpin negara (beda paslon auto kafir) ini, terkesan menjawab pertanyaan sebatas kewajiban saja. Padahal, saya berpikiran ini akan menjadi ajang yang mengasyikkan. Ajang tempat putra terbaik milik negeri ini mencurahkan semua jalan pemikirannya dengan mantap, semantap kopi susu yang menemani saya melototin layar televisi.

2. Miskin Adu Argumen
Selain statemen yang belum menyentuh pada pokok permasalahan, acara debat kemarin nyaris miskin dengan adu argumen. Jauh dari kesan "perdebatan" itu sendiri.

Bahkan, capres nomor urut 2 berkali-kali menyetujui ulasan sang petahana? Lantas apakah hal demikian diharamkan? Ya ndak juga. Akan tetapi kode etik secara tersirat dalam ajang perdebatan adalah, dilarang menyetujui dengan gamblang wacana apapun dari lawan debatnya. Sebab, jika hal ini dilakukan, seolah tidak ada ide lain yang diharapkan mencuat sebagai alternatif. Bila perlu, ide itu harus lebih tokcer sekaligus trengginas. Selain daripada itu, mengakui, konon lagi ikutan memuji, (masih secara tersirat pula), seolah-olah menunjukkan sebuah kekalahan.

3. Mempertanyakan Kinerja Timses
Selain paslon yang berlaga pada acara debat, timses pada dasarnya haruslah memberikan banyak masukan kepada jagoannya. Sebab, banyak materi (walau sudah dipersempit dengan tema yang disusun panelis) harus disinergikan kepada paslon dari kubu mereka. Setidaknya, menjadi pengingat terhadap ingatan manusia yang memang terbatas.

Dalam debat pada tanggal 17 Februari yang silam, nuansa yang monoton dan normatif bukanlah mutlak kesalahan capres semata. Timses, harusnya bisa memainkan peran pada sesi latihan sebelum debat dilaksanakan. Atau jangan-jangan kedua capres tidak melakukan latihan sebelumnya? Keknya ndak mungkin. Namun, mock debateyang justru menjadikan debat lebih seru dan hidup terkesan tidak terjadi. Bilapun ada, lagi-lagi hanya jawaban normatif.

***
Acara debat bertujuan menggali seluruh potensi capres yang berambisi menduduki kursi RI-1. Penting atau tidaknya momen ini dilakukan, tentu kembali kepada opini masing-masing pihak. Meski kelak tidak "terlalu" berpengaruh secara signifikan pada perolehan suara. Lagipula, seperti apapun narasi diungkapkan melalui acara perdebatan, ada banyak pendukung fanatik yang tetap tak tergoyahkan. Namun bagi saya, debat tetap diperlukan.


Sebagai penutup, kepiawaian dalam berdebat bukan sebuah bakat. Ia harus senantiasa diasah agar bisa menghasilkan pendebat yang ulung, yang bisa menceritakan gagasannya secara runut, sistematis, dan mudah untuk dipahami, serta membuat pihak lawan gentar. Tetapi yang terpenting dari semua itu, gagasan-gagasan yang dilontarkan mampu direalisasikan. Itu saja!




©Skydavee 2019
Sumber gambar: google
Referensi: Kompas

Artikel terkait:
1. Bagaimanapun Narasi Negatif Dikembangkan, Ada Pengikut yang Tak Tergoyahkan
2. Alasan Kenapa Pemilu Jadi Pesta Demokrasi yang Menyenangkan, Bukan Malah Menakutkan
Diubah oleh skydavee 19-02-2019 13:25
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.