skydaveeAvatar border
TS
skydavee
Minat Baca Literatur Rendah, Sweeping Merajalela

Entahlah. Itu jawaban paling bisa saya beri saat teman saya bertanya tentang kasus penyitaan beberapa buku pada minggu-minggu kemarin. Buku malang tersebut, disinyalir mengandung unsur komunisme, yang oleh sebab itu, menjadi sebuah kewajiban untuk dienyahkan selekasnya. Sebelum, pada akhirnya ia menjelma menjadi virus menakutkan, yang pada puncaknya mematikan seluruh komponen kehidupan berbangsa dan bernegara, di sebuah negeri bernama Indonesia. Kira-kira begitu anggapan pelakunya.

***
Kejagung Akan Meneliti

Seperti diwartakan oleh salah satu media, aparat Kejaksaan dan Kodim melakukan penyitaan terhadap beberapa buku di Padang, Sumatera Barat. Konon, buku-buku yang dimaksud, terindikasi paham komunis.

Namun, saat dikonfirmasi, pihak Kejagung memberikan jawaban, yang sulit untuk dipaksakan sebagai sebuah jawaban logis. Mereka (Kejagung), berdalih akan melakukan serangkaian penelitian terlebih dahulu. Nantinya, buku yang terlanjur disita, akan dikembalikan kepada ahlinya. Sudah barang tentu, jawaban demikian merupakan jawaban dan tindakan yang begitu konyol.

Secara sederhana, langkah serta tindakan yang dilakukan oleh aparat tersebut dapat disimpulkan bahwa, sebelum adanya serangkaian penelitian, lakukan eksekusi terlebih dahulu. Jika nanti terbukti, maka keseluruhan buku yang dimaksud akan diberangus. Sedangkan bila tidak ada, buku tersebut akan dikembalikan. Bukankah begitu?

***
Paranoid yang Berlebihan

Bagi segelintir orang, hantu bernama komunisme memang cukup menggetarkan jika ia dibahas dalam narasi penuh ketakutan. Semua yang berbau dan dalam konteks paham haluan kiri ini, kerap disejajarkan bak siluman hantu kuyang yang begitu santer di wilayah Kalimantan. Ia tidak boleh muncul dan diberi ruang sekecil apapun. Sebab, kehidupan diramal akan binasa bila komunisme diberi panggung untuknya menghela nafas. No excuse!

Sedangkan bagi sebagian orang yang kritis, alasan pelarangan haruslah diketahui, lantas membuat kesimpulan yang pada akhirnya akan menentukan (secara personal), apakah alasan demikian patut dijadikan sebagai pedoman. Karena sebagaimana kita ketahui, bentuk larangan tanpa alasan, justru akan membuat rasa penasaran bagi orang lain. Ini sangat manusiawi.

***
Pro dan Kontra

Sikap represif yang dilakukan pihak Kejaksaan beserta Kodim setempat, selanjutnya melahirkan dua pemikiran yang kontras. Pendapat yang pro terhadap tindakan demikian, dianggap sebagai bagian dari upaya preventif, agar sejarah dan noda hitam terkait gerakan komunisme tidak terulang kembali. Tentu, kita mafhum, bahwasannya gelimang darah dan korban terkait komunisme, ditengah kebenaran atau tidaknya sejarah itu, beberapa bagian dari peristiwa itu masih diingat oleh para orang tua era tahun 60-an. Ditambah dengan doktrinasi yang begitu kencang, maka ia menanamkan proses pembenaran dalam alam bawah sadar setiap orang.

Sedangkan di sisi lain, pemikiran kritis terlontar dari mereka yang, dalam hal ini diwakili oleh penulis bukunya. Pelarangan boleh-boleh saja. Namun, haruslah diawali dengan serangkaian penelitian juga. Jika tidak dilakukan, hal ini akan menjadikan sebuah paradoks, bahwa ditengah rendahnya minat baca, namun sweeping buku justru merajalela. Lalu, out putapa yang lantas diharapkan dari kejadian ini? Bukankah buku adalah salah satu guru yang baik? Sebab buku tidak akan pernah marah?

Saya malah ragu mereka paham tentang konten buku itu. Pokoknya sweeping dulu ajalah. Urusan tindakan itu benar atau tidak, dipikir keri karo ngopi. Asyeem toh?




©Skydavee 2019
Sumber gambar: google
Referensi: klik
Diubah oleh skydavee 15-01-2019 08:54
cru153r
cru153r memberi reputasi
12
8.9K
111
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThread82KAnggota
Tampilkan semua post
skydaveeAvatar border
TS
skydavee
#1
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.