• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Bagaimanapun Narasi Negatif Dikembangkan, Ada Pengikut yang Tak Tergoyahkan

skydaveeAvatar border
TS
skydavee
Bagaimanapun Narasi Negatif Dikembangkan, Ada Pengikut yang Tak Tergoyahkan

Tahun ini adalah tahun politik. Berbagai aktifitas mendekati pemilihan legislatif dan puncaknya yaitu pemilihan presiden untuk periode 2019-2024, kian memanas. Masing-masing pihak melakukan serangkaian kegiatan, kampanye, atau apapun jenisnya, yang pada muaranya adalah mencari dukungan dari anda, saya, mereka, atau siapapun, yang selanjutnya disebut dengan rakyat.

Mengacu pada sistem pemilihan dengan azas demokrasi, maka pada tahapan ini, rakyat adalah segala-galanya. Melalui tangan rakyat pula, nasib para calon legislator, bahkan calon presiden ditentukan. Kalau rakyat ogah milih, mereka bisa apa? Tentu, kejadian ini mengingatkan saya tentang ungkapan populer (bukan) dari tanah kelahiran saya di Sumatera, yaitu Vox populi, vox dei. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Ini artinya betapa mulia suara rakyat. Rakyat, yang notabene kerap hanya dianggap sebagai pendulang suara dikala pemilu tiba.

Menyadari begitu berharganya satu suara dalam sistem pemilihan ini, beribu janji, harapan sekaligus mimpi yang dijual para paslon, harus benar-benar menyentuh ke dalam benak rakyat. Semua wajib terbungkus dengan begitu indah, menyilaukan (kadang nggak masuk akal), dan pada akhirnya membuat rakyat begitu terpesona, lantas suara (mereka) akan dapat diraup melalui kotak suara.

Selain beragam janji-janji, tak jarang pula pihak yang satu melakukan kampanye negatif untuk menyerang atau mendeskreditkan pihak lainnya.

Meski tak dilarang oleh juri, dalam hal ini KPU (D), bentuk kampanye negatif atau sering diistilahkan dengan negative campaign, dianggap kurang etis. Sebab, pada proses ini, pihak yang sedang berlawanan arus preferensi politik, akan ditelanjangi oleh sejumlah fakta tentang kekurangannya. Meskipun itu fakta, sekali lagi, untuk ukuran adat ketimuran, ada anggapan bahwa yang demikian itu tidaklah sopan. Jika negative campaignsaja tidak baik, konon lagi black campaign, alias kampanye hitam yang berisikan fitnah belaka.

Namun, ada fenomena yang harus diperhitungkan oleh timses maupun paslon yang hendak menuju ke gedung DPRD maupun gedung ijo di Senayan, atau ingin melenggang menjadi RI-1. Meski kedua metode kampanye, baik negative ataupun black campaign gencar dilakukan, beberapa pendukung awal paslon masih ada yang tidak tergoyahkan.

Lalu, mengapa kondisi tersebut bisa terjadi?

***
1. Fanatik

Lawan kata fanatik adalah tidak fanatik. Cukup jelas ya? Bagi yang sudah fanatik pada satu paslon, serangkaian berita yang bertebaran (yang kadang nggak jelas), tidak akan pernah menggoyahkan komitmen mereka pada paslon pujaan hatinya. Pokoknya, gosip-gosip tetangga, berita di media, broadcastdi WA, tidak akan pernah mempan untuk mengubah pendiriannya. Sekali layar berkembang, surut berarti tidak ada tsunami.

Biasanya, mereka ini hidup berkelompok dengan orang-orang sealiran. Bagi timses yang mencoba merebut suara mereka, disarankan putar arah sahaja. Meski mulut berbusa, fakta dipampangkan, tidak akan pernah bisa mengubah arus keberpihakan seperti yang diinginkan timses. Percuma. Tidak semudah itu Ferguso!

***
2. Barisan Sakit Hati

Rasa sakit hati memang menyisakan kepedihan yang begitu mendalam. Penyebab sakit hati bisa apa saja. Dalam kancah dan pergulatan politik, sakit hati yang tak terperihkan biasanya disebabkan oleh tidak terakomodasinya "kepentingan" yang mereka dambakan.

Bukan rahasia umum, munculnya partai politik yang begitu banyak di Indonesia, dilatarbelakangi oleh rasa sakit hati. Misal, kalah dalam perebutan menjadi ketua umum, lantas mendirikan partai sendiri. Tentu, mereka-mereka ini tidak secara vulgar menyebut jika kekalahan yang mendasari insan di dunia perpolitikan membuat partai sendiri. Yang umum, mereka akan menyebut "adanya perbedaan ideologi", atau tidak sejalan dengan platform partai lama. Sehingga, arus keberpihakan berubah 180 derajat. Dari yang semula memuja, lantas menghina. Menyebalkan bukan? Padahal jelas. Politik tidak akan jauh-jauh dari kepentingan, kekuasaan, dan sebagainya.


***
3. Pendekatan yang Masif

Faktor selanjutnya adalah pendekatan yang begitu masif pada awalnya. Jika hal ini sudah dilakukan, maka akan tertanam doktrin bahwa paslon yang mereka usung merupakan representatif "kepentingan" dan wadah yang tepat bagi sekelompok orang. Pada selanjutnya, pendekatan yang begitu masif akan menciptakan kumpulan orang yang fanatik. Nah, balik lagi ke poin pertama. Lawan kata fanatik, adalah tidak fanatik.

So, pada ketiga jenis manusia seperti yang kita bahas ini, untuk mengubah pendirian kepada paslon seakan tampak percuma. Mereka akan tetap ngotot membela paslon idamannya meski kerap dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan sama sekali. Padahal, politik adalah seni merangkai segala kemungkinan. Yang pada akhirnya, bermuara pada "kekuasaan" atau selera pada kepentingan.

Yuk, sikapi perbedaan preferensi politik dengan hati yang sejuk nan damai. Nggak usah ikut-ikutan mereka yang membela tanpa berpikir panjang.





©Skydavee 2019
Sumber gambar: google
Diubah oleh skydavee 12-01-2019 01:35
11
6.1K
56
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThread82KAnggota
Tampilkan semua post
gorenglahayamAvatar border
gorenglahayam
#17
Quote:


emoticon-Ngakak emoticon-Ngakak emoticon-Ngakak mantap gan..
2
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.