- Beranda
- Stories from the Heart
Namanya Adalah...
...
TS
bocup
Namanya Adalah...
Thread ini tidak akan berisi ucapan selamat datang dan semacamnya. Hanya konten dan cerita. Selamat menikmati.

CHAPTER 1.
Hai. Namaku Rio, penulis cerita ini. Aku adalah seorang bujangan yang ber-profesi sebagai guru disalah satu sekolah menengah atas negri kota Palembang. Aku tinggal sendirian disebuah rumah yang belum lunas kreditnya. Mungkin sekitar 12 tahun lagi. Setidaknya masih seperti itu hingga setahun lalu. Walaupun aku menyukai kisah hidupku yang lurus-lurus saja. Tidak dapat di pungkiri, bahwa tidak ada yang menarik dari kisah hidupku. Karna itu... Cerita ini bukan tentang aku.
Bermula pada awal September tahun lalu saat malam hari dan hujan gerimis turun. Aku sempatkan diri bersantai dan menikmati segelas kopi hangat, sambil menonton acara berita televisi. Aku biasa tidur pada pukul 1 atau 2 dini hari. Malam itu tidak terkecuali.
Well, mungkin sedikit pengecualian. Kalau kalian sering menonton teleivisi hingga dini hari, maka kalian akan tau. Beberapa stasiun televisi mengganti channel menjadi saluran lokal. Jadi acara yang ditampilkan waktu itu juga acara-acara dan berita lokal kota Palembang (Sumatera Selatan). Karna ternyata pada akhirnya aku belum tidur hingga pukul 3 dini hari.
Pada pukul 3 itu, aku sudah ngantuk dan sebenernya sangat ingin tidur. Hujan di luar juga makin deras membuat kasurku seperti bersuara memanggil-manggil namaku. Tapi satu berita di televisi membuat aku terhenyak sesaat. Memperhatikan. Berita itu bercerita tentang hilangnya seorang siswa SMA kelas 12. Laki-laki. Sudah 3 hari ia tak pulang ke rumah dan tak ada kabar. Pesan yang terakhir di sampaikan pada teman sekolahnya terjadi pagi ini. Dan pesan itu di sinyalir tidak ber faedah apa-apa.
Anak itu bukan anak didik-ku. Aku juga tidak mengenalnya. Mungkin aku mengenalnya, tapi hanya sebatas tau. Hanya saja... Pengetahuanku itu sudah cukup untuk menduga-duga apa yang terjadi. Aku melamun sesaat dan hujan menderu makin deras. Saat itulah lamunanku terpecah oleh pintu yang diketuk. Pelan memang seperti ketukan orang yang ragu. Jika saja aku sudah tidur, pasti tidak akan terdengar.
Aku membuka pintu, juga secara perlahan. Suara hujan terasa makin keras terdengar. Seliwer angin badai membuat kelebat hujan kesana kemari. Basah sudah lantai teras rumahku. Juga basah kuyup seorang gadis yang sedang berdiri di depan pintu. Menundukkan kepala. Wajahnya tertutup rambut hitam panjang yang masih meneteskan sisa air hujan. Tangannya sedikit gemetar memegang untaian tali tambang kecil yang namaknya sudah teputus-putus. Aku bisa menebak ekspresinya yang diam termangu. Tidak senang, tidak sedih, tidak marah, tidak merasa bersalah. Tidak ada.
Dia adalah anak didik-ku. Siswa kelas 12 di sekolah tempat aku mengajar. Aku mengenalnya sejak ia kelas 10, kami cukup dekat. Aku merengkuh bahunya yang gemetar kedinginan. Aku perhatikan dia sebentar.. Lalu aku peluk dia cukup erat. Ia masih mengenakan seragam sekolah dan berlumuran darah kering. Kini lembab tercampur air hujan. Membaur pula dengan kaos putih yang ku kunakan saat berpelukan dengannya.
"tidak apa-apa. Ayo masuk ke rumah. Kau boleh tidur disini malam ini. " kataku sambil tersenyum.
Bersambung...
Chapter 2 :
https://bit.ly/2BDqQa6
Chapter 3 :
https://bit.ly/2GDso9D
Chapter 4 :
https://bit.ly/2Re9omm
Chapter 5 (Stefani) :
https://bit.ly/2EIb9S9
Chapter 6 part 1 (Bima) :
https://bit.ly/2BHq6kj
Chapter 6 part 2 (Bima) :
https://bit.ly/2QMpwMx
Chapter 7 part 1 (Namanya adalah...) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...-adalah-part-1
Chapter 7 part 2 ( Namanya adalah...) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...-adalah-part-2
Chapter 7 part 3 (Namanya adalah...) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...-adalah-part-3
Chapter 8 (Duo) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5.../chapter-8-duo
Chapter 9 END (Epilog) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...r-9-epilog-end
download e-book lengkapnya disini : https://bit.ly/2rWYNOe

CHAPTER 1.
Hai. Namaku Rio, penulis cerita ini. Aku adalah seorang bujangan yang ber-profesi sebagai guru disalah satu sekolah menengah atas negri kota Palembang. Aku tinggal sendirian disebuah rumah yang belum lunas kreditnya. Mungkin sekitar 12 tahun lagi. Setidaknya masih seperti itu hingga setahun lalu. Walaupun aku menyukai kisah hidupku yang lurus-lurus saja. Tidak dapat di pungkiri, bahwa tidak ada yang menarik dari kisah hidupku. Karna itu... Cerita ini bukan tentang aku.
Bermula pada awal September tahun lalu saat malam hari dan hujan gerimis turun. Aku sempatkan diri bersantai dan menikmati segelas kopi hangat, sambil menonton acara berita televisi. Aku biasa tidur pada pukul 1 atau 2 dini hari. Malam itu tidak terkecuali.
Well, mungkin sedikit pengecualian. Kalau kalian sering menonton teleivisi hingga dini hari, maka kalian akan tau. Beberapa stasiun televisi mengganti channel menjadi saluran lokal. Jadi acara yang ditampilkan waktu itu juga acara-acara dan berita lokal kota Palembang (Sumatera Selatan). Karna ternyata pada akhirnya aku belum tidur hingga pukul 3 dini hari.
Pada pukul 3 itu, aku sudah ngantuk dan sebenernya sangat ingin tidur. Hujan di luar juga makin deras membuat kasurku seperti bersuara memanggil-manggil namaku. Tapi satu berita di televisi membuat aku terhenyak sesaat. Memperhatikan. Berita itu bercerita tentang hilangnya seorang siswa SMA kelas 12. Laki-laki. Sudah 3 hari ia tak pulang ke rumah dan tak ada kabar. Pesan yang terakhir di sampaikan pada teman sekolahnya terjadi pagi ini. Dan pesan itu di sinyalir tidak ber faedah apa-apa.
Anak itu bukan anak didik-ku. Aku juga tidak mengenalnya. Mungkin aku mengenalnya, tapi hanya sebatas tau. Hanya saja... Pengetahuanku itu sudah cukup untuk menduga-duga apa yang terjadi. Aku melamun sesaat dan hujan menderu makin deras. Saat itulah lamunanku terpecah oleh pintu yang diketuk. Pelan memang seperti ketukan orang yang ragu. Jika saja aku sudah tidur, pasti tidak akan terdengar.
Aku membuka pintu, juga secara perlahan. Suara hujan terasa makin keras terdengar. Seliwer angin badai membuat kelebat hujan kesana kemari. Basah sudah lantai teras rumahku. Juga basah kuyup seorang gadis yang sedang berdiri di depan pintu. Menundukkan kepala. Wajahnya tertutup rambut hitam panjang yang masih meneteskan sisa air hujan. Tangannya sedikit gemetar memegang untaian tali tambang kecil yang namaknya sudah teputus-putus. Aku bisa menebak ekspresinya yang diam termangu. Tidak senang, tidak sedih, tidak marah, tidak merasa bersalah. Tidak ada.
Dia adalah anak didik-ku. Siswa kelas 12 di sekolah tempat aku mengajar. Aku mengenalnya sejak ia kelas 10, kami cukup dekat. Aku merengkuh bahunya yang gemetar kedinginan. Aku perhatikan dia sebentar.. Lalu aku peluk dia cukup erat. Ia masih mengenakan seragam sekolah dan berlumuran darah kering. Kini lembab tercampur air hujan. Membaur pula dengan kaos putih yang ku kunakan saat berpelukan dengannya.
"tidak apa-apa. Ayo masuk ke rumah. Kau boleh tidur disini malam ini. " kataku sambil tersenyum.
Bersambung...
Chapter 2 :
https://bit.ly/2BDqQa6
Chapter 3 :
https://bit.ly/2GDso9D
Chapter 4 :
https://bit.ly/2Re9omm
Chapter 5 (Stefani) :
https://bit.ly/2EIb9S9
Chapter 6 part 1 (Bima) :
https://bit.ly/2BHq6kj
Chapter 6 part 2 (Bima) :
https://bit.ly/2QMpwMx
Chapter 7 part 1 (Namanya adalah...) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...-adalah-part-1
Chapter 7 part 2 ( Namanya adalah...) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...-adalah-part-2
Chapter 7 part 3 (Namanya adalah...) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...-adalah-part-3
Chapter 8 (Duo) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5.../chapter-8-duo
Chapter 9 END (Epilog) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...r-9-epilog-end
download e-book lengkapnya disini : https://bit.ly/2rWYNOe
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 1 suara
Apakah cerita ini berpotensi menjadi novel?
Sangat berpotensi
100%
lihat endingnya dulu
0%
bisa jika di usahakan
0%
kurang menarik untuk dibaca
0%
tidak berpotensi
0%
Diubah oleh bocup 28-12-2018 21:49
0
5K
28
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
bocup
#26
CHAPTER 8. DUO
“DOR!” suara tembakan terdengar dari luar tenda. “dor!” “dor!” terdengar lagi dua suara tembakan secara beruntun. “aaaaaahhhhh…! Tolooooong!” suara jeritan mengiringi. Kemudian sunyi.
Pria jepang itu melotot pada kedua anak buahnya dan mengisyaratkan mereka untuk keluar memastikan situasi. Sementara ia sudah berpindah posisi ke belakangku dan mengacungkan moncong pistolnya pada kepalaku. Bukan yang pertama kalinya, aku tak terlalu terkejut.
Sebelum dua pengawalnya itu keluar tenda. Seorang wanita dengan postur sangat tinggi lebih dulu memasuki tenda dengan sedikit menundukan kepalanya di bagian pintu. Oh my… akupun terkejut dengan posturnya. Wajahnya putih dengan mata tanpa kelopak ganda, oriental. Rambutnya hitam panjang di ikat ke belakang. Badannya sedikit berotot, cukup berotot untuk ukuran seorang wanita. Dan yang paling membuat takjub, tingginya. Lebih tinggi dari si berewok dan si botak. Kepalanya bahkan menyentuh kain bagian atas tenda. Mungkin sampai dua meter?
“Akihilo?” wanita itu berkata dan mendongakkan kepalanya padaku.
Aku melihatnya tanpa ekspresi. Si berewok dan si botak melihat kebelakang pada pria jepang yang masih berlindung jongkok di belakangku.
“the fuck you see boys, get rid of that bloody women!” katanya menjerit.
Wanita berpostur besar itu sedikit memiringkan kepalanya gantian melihat pria jepang di belakangku. “anta… akihilo?” katanya santai tidak memperhatikan si berewok dan si botak yang siaga dengan kuda-kuda tempur mereka.
“fuck I don’t have time for this shit!” kata pria jepang di belakangku sambil berdiri dan mengalihkan arah pistolnya. Tangannya menjulur kedepan tepat di atas kepalaku mengarahkan pistol pada wanita itu.
“Sretttt..” “ouch!” Pistol itu terjatuh tepat di depanku. Kakiku cepat menyeretnya kearahku mengamankan dari si berewok dan si botak. Aku menoleh ke atas sedikit ke bagian belakang memastikan apa yang terjadi pada pria jepang itu. Tangan kanannya memegangi pergelangan tangan kiri yang berlumur darah.
“aaaaaaarrrrrhhh” dia menjerit hebat seolah baru merasakan kesakitan yang tertunda.
Sementara wanita besar itu sudah mencekik si berewok sampai kakinya terangkat dari tanah. Persis seperti yang dilakukan si berewok itu padaku sebelumnya. Si botak mencoba menendang kaki wanita itu. Tidak ada hasil. Kemudian ia berbalik mengambil kursi lipat yang tadi menjadi tempat duduk pria jepang yang kini masih mengerang kesakitan.
Diayunkan kursi itu sekuat tenaga oleh si botak. Namun wanita itu bergerak cepat dan menangkap ayunan kursi. Kini gantian wanita itu yang mengayunkannya… si pria botak tadi ikut terayun dan terhempas keluar tenda.
Belum sempat berdiri, seorang pria dengan postur kecil dan gerakan lincah melompat menaiki si botak dan menancapkan sebilah pisau ke bagian samping kepalanya. Begitu cepat dan kuat tekanan pisaunya hingga mampu menembus tengkorak si botak. Ditariknya lagi kemudian di tancapkan ke lehernya. Kemudian ia melompat turun. Meninggalkan si botak yang yang masih kejang-kejang berjalan golang-galing bagai ayam yang baru saja disembelih. Pria berpostur kecil itu ikut masuk ke dalam tenda.
Si berewok terjatuh saat wanita tadi selesai mencekik dan melepaskan cengkraman di lehernya. Mati. Lehernya membiru dan sekujur mukanya sangat merah. Lidahnya terjulur dan matanya melotot melihat ke atas. Pemandangan yang sangat mengejutkan. Tinggallah aku dengan pria Jepang ini. yang mencoba mendekat padaku untuk mengambil pistolnya kembali.
“swussh” “crout” sebilah pisau kecil melayang dan menancap tepat di paha pria jepang itu. Didikuti jeritan dan makiannya yang keras sekali…”kuso!” katanya. Ia terjatuh dan terduduk dengan kaki menjulur kedepan “Anta wa dare!” lanjutnya masih sambil memegangi pergelangan tangan kirinya yang belum berhenti berdarah.
Pria kecil itu mendekat padanya dan menancapkan pisau kecil lain pada paha satunya lagi… “aaaarrrrrrhhhhhh” pria jepang itu kembali menjerit keras.
“pake bahasa Indonesia aja makanya baik! Gua ga ngerti!” kata pria kecil itu.
“tolong… siapapun kalian. Akan kuberikan apapun… jangan bunuh aku. Tolong…” kata pria Jepang itu memohon. Dua pisau masih tertancap di pahanya. Sedikit saja bergerak pasti akan terasa nyeri sekali, belum lagi tangannya yang masih mengeluarkan darah segar. Mukanya berubah drastis dibandingkan saat ia mengintrogasiku beberapa saat lalu. Kini, usianya terlihat bagai 60 tahun.
“kau, akihiro bukan?” kata pria kecil itu menanyasi si jepang. Pria kecil itu mengecek kantong blazer yang di kenakan oleh si pria jepang, kemudian mengambil sebuah handphone dari sana. “iya bukan?” tanyanya sekali lagi.
“ya. Iya..” kata pria jepang itu. “siapapun kalian. Mungkin aku pernah melakukan hal buruk pada kalian. Tapi aku hanya menjalankan perintah. Aku hanya bawahan. Tolong… tolong ampuni nyawaku.” Katanya masih memelas.
“aku tau.” kata pria kecil itu santai sambil mengantongi hp yang diambilnya dari si pria jepang. Ia kemudian berdiri dan mendekatiku. Tanganku yang masih terikat pada tiang tenda mengambil pistol yang ada di bawah kakiku dan mengarahkan padanya.
“jangan mendekat!” kataku.
“santai bro.” kata pria kecil itu. Ia mengeluarkan sebatang rokok dan kemulian menyulutnya. Menghisapnya sebentar… kemudian itu berjongkok di hadapanku tanpa memperhatikan aku yang masih mengacungkan pistol padanya. Ia mengeluarkan sebilah pisau kecil lain dari banyak kantong pisau di pinggangnya. Kemudian melepaskan ikatan pada tanganku. “kau rio bukan?” katanya.
“bagaimana kau tau namaku?” tanyaku.
“ntar aja cerinya, ada mobil van di jalan setapak yang jaraknya setengah jam perjalanan dari sini” kemudian ia membantuku berdiri dan mengambil pistol yang ada di tanganku. Aku yang sudah lemas juga hanya melepaskannya saja. “masih kuat jalan kan?” katanya lagi. aku hanya mengangguk.
Ia kembali menoleh ke arah pria jepang tadi. Wajah pria jepang itu masih memohon untuk nyawanya. Ketakutan.
“pak tua.. kau tau kan, aku tak mungkin membiarkanmu hidup. Pilihanmu hanya dua, mati memalukan atau mati terhormat.” Kata si pria kecil sambil melemparkan sebilah pisau yang agak besar kali ini.
Pria jepang itu tertegun dan melihat ke arah pisau yang di ada di hadapannya. Kemudian ia menangis perlahan.. “nooo..” “noooo…” katanya. Namun ia masih mengambil pisau itu dan terus memandanginya. Memegangnya dengan kedua tangannya.
Tak berapa saat, pria jepang itu menjerit “Die bitch!” dan malah melemparkan pisaunya ke arah si pria kecil, namun pria kecil ini terlalu sigap dan lincah. Ia menangkapnya dengan satu tangan. Rokok di mulutnya bahkan tidak terjatuh.
Ia mngambil rokok dari mulutnya dengan tangan yang lain. “ kau ingin membunuhku dengan pisauku sendiri? Hahaha” kata pria kecil itu tertawa. “lo pikir lo siapa, baik.” Ia kemudian berjalan keluar tenda sambil memberiku isyarat untuk mengikutinya.
Tak berapa lama setelah itu, kami mulai berjalan menyusuri pinggiran hutan menuju mobil van mereka, dua orang yang penyelamatku yang bahkan belum aku tau namanya. Meninggalkan sebuah tenda yang terbakar dengan dua mayat dan satu orang calon mayat di dalamnya.
Hari hampir pagi saat kami sampai di depan mobil van yang ternyata cukup besar. Gurat-gurat sinar matahari sudah muncul di kaki langit bagian timur. Banyak gemuruh ayam kate yang berkokok dan suara jangkrik mulai menghilang. Embun pagi terasa menyegarkan menyentuh kulitku yang sudah hampir mati rasa.
Aku membuka pintu geser bagian samping van tersebut, disitu kulihat seorang gadis tergeletak menyamping terkulai lemas. Bajunya masih sama dengan banyak bercak darah di sana sini. Rambutnya terurai kumal dan tangannya memiliki banyak goresan kecil. Kakinya benar-benar membengkak dan penuh luka di bagian telapaknya.
Ia tersadar dan menoleh ke arahku. Matanya nanar, ber-air. Bibirnya yang merah bagai ingin mengucapkan banyak hal namun tak mampu. Kemudian ia dengan payah mendorong tubuhnya untuk bangkit dan mendekat ke arahku.. lalu memelukku erat. Menangis. Tanpa mengatakan apapun.
Untuk pertama kalinya aku melihat gadis di pelukanku ini menangis. Empat tahun sejak aku pertama bertemu gadis ini, setahun penuh aku hidup berdua dengannya. dan aku masih belum mengetahui apa-apa.
Bersambung…
Pria jepang itu melotot pada kedua anak buahnya dan mengisyaratkan mereka untuk keluar memastikan situasi. Sementara ia sudah berpindah posisi ke belakangku dan mengacungkan moncong pistolnya pada kepalaku. Bukan yang pertama kalinya, aku tak terlalu terkejut.
Sebelum dua pengawalnya itu keluar tenda. Seorang wanita dengan postur sangat tinggi lebih dulu memasuki tenda dengan sedikit menundukan kepalanya di bagian pintu. Oh my… akupun terkejut dengan posturnya. Wajahnya putih dengan mata tanpa kelopak ganda, oriental. Rambutnya hitam panjang di ikat ke belakang. Badannya sedikit berotot, cukup berotot untuk ukuran seorang wanita. Dan yang paling membuat takjub, tingginya. Lebih tinggi dari si berewok dan si botak. Kepalanya bahkan menyentuh kain bagian atas tenda. Mungkin sampai dua meter?
“Akihilo?” wanita itu berkata dan mendongakkan kepalanya padaku.
Aku melihatnya tanpa ekspresi. Si berewok dan si botak melihat kebelakang pada pria jepang yang masih berlindung jongkok di belakangku.
“the fuck you see boys, get rid of that bloody women!” katanya menjerit.
Wanita berpostur besar itu sedikit memiringkan kepalanya gantian melihat pria jepang di belakangku. “anta… akihilo?” katanya santai tidak memperhatikan si berewok dan si botak yang siaga dengan kuda-kuda tempur mereka.
“fuck I don’t have time for this shit!” kata pria jepang di belakangku sambil berdiri dan mengalihkan arah pistolnya. Tangannya menjulur kedepan tepat di atas kepalaku mengarahkan pistol pada wanita itu.
“Sretttt..” “ouch!” Pistol itu terjatuh tepat di depanku. Kakiku cepat menyeretnya kearahku mengamankan dari si berewok dan si botak. Aku menoleh ke atas sedikit ke bagian belakang memastikan apa yang terjadi pada pria jepang itu. Tangan kanannya memegangi pergelangan tangan kiri yang berlumur darah.
“aaaaaaarrrrrhhh” dia menjerit hebat seolah baru merasakan kesakitan yang tertunda.
Sementara wanita besar itu sudah mencekik si berewok sampai kakinya terangkat dari tanah. Persis seperti yang dilakukan si berewok itu padaku sebelumnya. Si botak mencoba menendang kaki wanita itu. Tidak ada hasil. Kemudian ia berbalik mengambil kursi lipat yang tadi menjadi tempat duduk pria jepang yang kini masih mengerang kesakitan.
Diayunkan kursi itu sekuat tenaga oleh si botak. Namun wanita itu bergerak cepat dan menangkap ayunan kursi. Kini gantian wanita itu yang mengayunkannya… si pria botak tadi ikut terayun dan terhempas keluar tenda.
Belum sempat berdiri, seorang pria dengan postur kecil dan gerakan lincah melompat menaiki si botak dan menancapkan sebilah pisau ke bagian samping kepalanya. Begitu cepat dan kuat tekanan pisaunya hingga mampu menembus tengkorak si botak. Ditariknya lagi kemudian di tancapkan ke lehernya. Kemudian ia melompat turun. Meninggalkan si botak yang yang masih kejang-kejang berjalan golang-galing bagai ayam yang baru saja disembelih. Pria berpostur kecil itu ikut masuk ke dalam tenda.
Si berewok terjatuh saat wanita tadi selesai mencekik dan melepaskan cengkraman di lehernya. Mati. Lehernya membiru dan sekujur mukanya sangat merah. Lidahnya terjulur dan matanya melotot melihat ke atas. Pemandangan yang sangat mengejutkan. Tinggallah aku dengan pria Jepang ini. yang mencoba mendekat padaku untuk mengambil pistolnya kembali.
“swussh” “crout” sebilah pisau kecil melayang dan menancap tepat di paha pria jepang itu. Didikuti jeritan dan makiannya yang keras sekali…”kuso!” katanya. Ia terjatuh dan terduduk dengan kaki menjulur kedepan “Anta wa dare!” lanjutnya masih sambil memegangi pergelangan tangan kirinya yang belum berhenti berdarah.
Pria kecil itu mendekat padanya dan menancapkan pisau kecil lain pada paha satunya lagi… “aaaarrrrrrhhhhhh” pria jepang itu kembali menjerit keras.
“pake bahasa Indonesia aja makanya baik! Gua ga ngerti!” kata pria kecil itu.
“tolong… siapapun kalian. Akan kuberikan apapun… jangan bunuh aku. Tolong…” kata pria Jepang itu memohon. Dua pisau masih tertancap di pahanya. Sedikit saja bergerak pasti akan terasa nyeri sekali, belum lagi tangannya yang masih mengeluarkan darah segar. Mukanya berubah drastis dibandingkan saat ia mengintrogasiku beberapa saat lalu. Kini, usianya terlihat bagai 60 tahun.
“kau, akihiro bukan?” kata pria kecil itu menanyasi si jepang. Pria kecil itu mengecek kantong blazer yang di kenakan oleh si pria jepang, kemudian mengambil sebuah handphone dari sana. “iya bukan?” tanyanya sekali lagi.
“ya. Iya..” kata pria jepang itu. “siapapun kalian. Mungkin aku pernah melakukan hal buruk pada kalian. Tapi aku hanya menjalankan perintah. Aku hanya bawahan. Tolong… tolong ampuni nyawaku.” Katanya masih memelas.
“aku tau.” kata pria kecil itu santai sambil mengantongi hp yang diambilnya dari si pria jepang. Ia kemudian berdiri dan mendekatiku. Tanganku yang masih terikat pada tiang tenda mengambil pistol yang ada di bawah kakiku dan mengarahkan padanya.
“jangan mendekat!” kataku.
“santai bro.” kata pria kecil itu. Ia mengeluarkan sebatang rokok dan kemulian menyulutnya. Menghisapnya sebentar… kemudian itu berjongkok di hadapanku tanpa memperhatikan aku yang masih mengacungkan pistol padanya. Ia mengeluarkan sebilah pisau kecil lain dari banyak kantong pisau di pinggangnya. Kemudian melepaskan ikatan pada tanganku. “kau rio bukan?” katanya.
“bagaimana kau tau namaku?” tanyaku.
“ntar aja cerinya, ada mobil van di jalan setapak yang jaraknya setengah jam perjalanan dari sini” kemudian ia membantuku berdiri dan mengambil pistol yang ada di tanganku. Aku yang sudah lemas juga hanya melepaskannya saja. “masih kuat jalan kan?” katanya lagi. aku hanya mengangguk.
Ia kembali menoleh ke arah pria jepang tadi. Wajah pria jepang itu masih memohon untuk nyawanya. Ketakutan.
“pak tua.. kau tau kan, aku tak mungkin membiarkanmu hidup. Pilihanmu hanya dua, mati memalukan atau mati terhormat.” Kata si pria kecil sambil melemparkan sebilah pisau yang agak besar kali ini.
Pria jepang itu tertegun dan melihat ke arah pisau yang di ada di hadapannya. Kemudian ia menangis perlahan.. “nooo..” “noooo…” katanya. Namun ia masih mengambil pisau itu dan terus memandanginya. Memegangnya dengan kedua tangannya.
Tak berapa saat, pria jepang itu menjerit “Die bitch!” dan malah melemparkan pisaunya ke arah si pria kecil, namun pria kecil ini terlalu sigap dan lincah. Ia menangkapnya dengan satu tangan. Rokok di mulutnya bahkan tidak terjatuh.
Ia mngambil rokok dari mulutnya dengan tangan yang lain. “ kau ingin membunuhku dengan pisauku sendiri? Hahaha” kata pria kecil itu tertawa. “lo pikir lo siapa, baik.” Ia kemudian berjalan keluar tenda sambil memberiku isyarat untuk mengikutinya.
Tak berapa lama setelah itu, kami mulai berjalan menyusuri pinggiran hutan menuju mobil van mereka, dua orang yang penyelamatku yang bahkan belum aku tau namanya. Meninggalkan sebuah tenda yang terbakar dengan dua mayat dan satu orang calon mayat di dalamnya.
Hari hampir pagi saat kami sampai di depan mobil van yang ternyata cukup besar. Gurat-gurat sinar matahari sudah muncul di kaki langit bagian timur. Banyak gemuruh ayam kate yang berkokok dan suara jangkrik mulai menghilang. Embun pagi terasa menyegarkan menyentuh kulitku yang sudah hampir mati rasa.
Aku membuka pintu geser bagian samping van tersebut, disitu kulihat seorang gadis tergeletak menyamping terkulai lemas. Bajunya masih sama dengan banyak bercak darah di sana sini. Rambutnya terurai kumal dan tangannya memiliki banyak goresan kecil. Kakinya benar-benar membengkak dan penuh luka di bagian telapaknya.
Ia tersadar dan menoleh ke arahku. Matanya nanar, ber-air. Bibirnya yang merah bagai ingin mengucapkan banyak hal namun tak mampu. Kemudian ia dengan payah mendorong tubuhnya untuk bangkit dan mendekat ke arahku.. lalu memelukku erat. Menangis. Tanpa mengatakan apapun.
Untuk pertama kalinya aku melihat gadis di pelukanku ini menangis. Empat tahun sejak aku pertama bertemu gadis ini, setahun penuh aku hidup berdua dengannya. dan aku masih belum mengetahui apa-apa.
Bersambung…
0