Kaskus

Story

bocupAvatar border
TS
bocup
Namanya Adalah...
Thread ini tidak akan berisi ucapan selamat datang dan semacamnya. Hanya konten dan cerita. Selamat menikmati.

Namanya Adalah...

CHAPTER 1.

Hai. Namaku Rio, penulis cerita ini. Aku adalah seorang bujangan yang ber-profesi sebagai guru disalah satu sekolah menengah atas negri kota Palembang. Aku tinggal sendirian disebuah rumah yang belum lunas kreditnya. Mungkin sekitar 12 tahun lagi. Setidaknya masih seperti itu hingga setahun lalu. Walaupun aku menyukai kisah hidupku yang lurus-lurus saja. Tidak dapat di pungkiri, bahwa tidak ada yang menarik dari kisah hidupku. Karna itu... Cerita ini bukan tentang aku.

Bermula pada awal September tahun lalu saat malam hari dan hujan gerimis turun. Aku sempatkan diri bersantai dan menikmati segelas kopi hangat, sambil menonton acara berita televisi. Aku biasa tidur pada pukul 1 atau 2 dini hari. Malam itu tidak terkecuali.

Well, mungkin sedikit pengecualian. Kalau kalian sering menonton teleivisi hingga dini hari, maka kalian akan tau. Beberapa stasiun televisi mengganti channel menjadi saluran lokal. Jadi acara yang ditampilkan waktu itu juga acara-acara dan berita lokal kota Palembang (Sumatera Selatan). Karna ternyata pada akhirnya aku belum tidur hingga pukul 3 dini hari.

Pada pukul 3 itu, aku sudah ngantuk dan sebenernya sangat ingin tidur. Hujan di luar juga makin deras membuat kasurku seperti bersuara memanggil-manggil namaku. Tapi satu berita di televisi membuat aku terhenyak sesaat. Memperhatikan. Berita itu bercerita tentang hilangnya seorang siswa SMA kelas 12. Laki-laki. Sudah 3 hari ia tak pulang ke rumah dan tak ada kabar. Pesan yang terakhir di sampaikan pada teman sekolahnya terjadi pagi ini. Dan pesan itu di sinyalir tidak ber faedah apa-apa.

Anak itu bukan anak didik-ku. Aku juga tidak mengenalnya. Mungkin aku mengenalnya, tapi hanya sebatas tau. Hanya saja... Pengetahuanku itu sudah cukup untuk menduga-duga apa yang terjadi. Aku melamun sesaat dan hujan menderu makin deras. Saat itulah lamunanku terpecah oleh pintu yang diketuk. Pelan memang seperti ketukan orang yang ragu. Jika saja aku sudah tidur, pasti tidak akan terdengar.

Aku membuka pintu, juga secara perlahan. Suara hujan terasa makin keras terdengar. Seliwer angin badai membuat kelebat hujan kesana kemari. Basah sudah lantai teras rumahku. Juga basah kuyup seorang gadis yang sedang berdiri di depan pintu. Menundukkan kepala. Wajahnya tertutup rambut hitam panjang yang masih meneteskan sisa air hujan. Tangannya sedikit gemetar memegang untaian tali tambang kecil yang namaknya sudah teputus-putus. Aku bisa menebak ekspresinya yang diam termangu. Tidak senang, tidak sedih, tidak marah, tidak merasa bersalah. Tidak ada.

Dia adalah anak didik-ku. Siswa kelas 12 di sekolah tempat aku mengajar. Aku mengenalnya sejak ia kelas 10, kami cukup dekat. Aku merengkuh bahunya yang gemetar kedinginan. Aku perhatikan dia sebentar.. Lalu aku peluk dia cukup erat. Ia masih mengenakan seragam sekolah dan berlumuran darah kering. Kini lembab tercampur air hujan. Membaur pula dengan kaos putih yang ku kunakan saat berpelukan dengannya.

"tidak apa-apa. Ayo masuk ke rumah. Kau boleh tidur disini malam ini. " kataku sambil tersenyum.

Bersambung...

Chapter 2 :
https://bit.ly/2BDqQa6

Chapter 3 :
https://bit.ly/2GDso9D

Chapter 4 :
https://bit.ly/2Re9omm

Chapter 5 (Stefani) :
https://bit.ly/2EIb9S9

Chapter 6 part 1 (Bima) :
https://bit.ly/2BHq6kj

Chapter 6 part 2 (Bima) :
https://bit.ly/2QMpwMx

Chapter 7 part 1 (Namanya adalah...) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...-adalah-part-1

Chapter 7 part 2 ( Namanya adalah...) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...-adalah-part-2

Chapter 7 part 3 (Namanya adalah...) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...-adalah-part-3

Chapter 8 (Duo) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5.../chapter-8-duo

Chapter 9 END (Epilog) :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...r-9-epilog-end

download e-book lengkapnya disini : https://bit.ly/2rWYNOe
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 1 suara
Apakah cerita ini berpotensi menjadi novel?
Sangat berpotensi
100%
lihat endingnya dulu
0%
bisa jika di usahakan
0%
kurang menarik untuk dibaca
0%
tidak berpotensi
0%
Diubah oleh bocup 28-12-2018 21:49
0
5K
28
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
bocupAvatar border
TS
bocup
#22
CHAPTER 7. NAMANYA ADALAH... (Part 2)
Saat aku mulai memejamkan mata dan siap merasakan kematian itu datang…

Crootttt.. hempasan keras terasa mengalir di belakangku. Aku terjatuh secara tiba-tiba terlungkup di tanah. Baru saja ku buka wajahku menoleh ke arah dua orang di hadapanku. Suara tembakan peluru menghujam ke pundak salah satu dari mereka. “aaarrrrrhhhh” katanya menjerit memegang pundaknya uang sedikit terserempet peluru.

“Jangan bergerak!” suara lantang seorang perempuan dari belakang. Dua lelaki besar di hadapanku mematung dan melihat penuh benci kepada perempuan itu. Gadisku. Disana dia berdiri tegak, kemejanya yang kebesaran kembali di nodai bercak darah, begitu juga punggungku. Aku melihat seorang yang mati seketika di sebelahku, sebilah parang masih melekat di kepalanya, membelah sebagian otaknya yang nyaris terlihat jelas.

“eeerrmmmmmhhhh” salah seorang laki-laki menggeram kesakitan memegang pundaknya. Darah mengalir menyelip melalui jari-jari besarnya.

Aku cepat-cepat berdiri dan mengepakkan sisa tanah dan rumput di pakaianku. Mendekati mayat di sebelahku dan mencabut parang yang melekat di kepalanya, ku gesek kanan kiri sisi parang pada pakaian mayat itu dan membuatnya bersih kembali dari bekas darah serta sebagian cairan yang mungkin saja otaknya.

Kami berdiri berhadap-hadapan di tengah remang kegelapan rimba. Cahaya bulan yang lumayan terang menerobos dahan-dahan dan menyajikan pemandangan yang indah. Beberapa kunang-kunang juga beterbangan mengelilingi tempat kami berdiri. Perlahan tapi pasti, area ini menjadi terang dengan wajah-wajah kami yang terlihat jelas. Moment ini akan menjadi sangat romantis jika saja tak ada darah disana-sini, juga mayat, juga senjata, juga empat orang yang berdiri bersitegang satu sama lain.

“calm down, ok..” kata salah seorang dari mereka. “we can talk about this.” Lelaki itu maju mendekat dan tangannya mengarah ke depan menandakan agar kami tenang. Wajahnya terlihat jelas kini, bejanggut tebal. Warnanya kekuningan. Kulitnya putih seperti keturunan bule, tapi aku tau dia masih warga pribumi. Aksennya.

Pria yang satu lagi berdiri dengan masih mengikat bahunya dengan seuntai kain. dia menyobek lengan bajunya sendiri. Kulitnya coklat menuju hitam, wajahnya mulus tanpa bulu dan rambutnya juga botak.

“jangan bergerak!” sekali lagi gadis di sebelahku berteriak. “DOR!!!” Kemudian ia menembakkan senjata ke udara. Dan mengacungkannya pada dua lelaki itu lagi. aku pun mulai mengacungkan parang di genggamanku pada mereka.

Bukannya takut, mereka berdua malah saling melihat satu sama lain dan tertawa.
Kemudian mereka mengalihkan pandangan pada kami dan berkata… “matilah kalian sekarang.” Secara perlahan dan mulai mendekat pada kami.

Gadis di sebelahku mengecek sejata yang di pegangnya, dan kemudian mencoba menembak ke arah mereka. “Cklek.. cklek” pelurunya sudah habis. Dia melotot dan melihat ke arahku.

“Lari!” kataku berteriak.

Ia pun melemparkan senjata tadi dan berlari secepatnya menerobos remang rimba. Menghilang di balik semak belukar.

Dua lelaki berbadan besar tadi mencoba mengejarnya, namun belum sempat melewatiku parang panjang melesat di hadapan mereka, salah langkah maka dada mereka robek cukup dalam. Seorang yang botak dan bahunya terluka sudah berdiri tegak dan mengambil sebilah pisau dari tas kecil di bagian paha celananya. Seorang yang berjanggut tebal di belakangku melihat ke arah gadis tadi berlari. Dan memundurkan langkahnya sedikit.

“knock it off dude” kata seorang yang botak sambil maju memainkan pisau miliknya. Cukup besar, pisau itu bisa menyayat kulit babi sekalipun. “menyingkir atau ma…”

“swousssshhh” aku ayunkan lagi parangku ke hadapannya. Jika ia bersikeras maju maka akan aku kerahkan seangan tak beraturan yang sering aku tonton di televisi. Apapun itu. Aku hanya mengulur waktu selama mungkin. Mungkin saat ini juga adalah saat terakhirku. Aku tak peduli.

Si lelaki berjanggut menghembuskan nafas dan menggaruk dagunya yang penuh rambut. Kemudian ia melihat kearah lelaki botak dan menggunakan isyarat mata. Aku masih memperhatikan setiap gerak mereka untuk berjaga-jaga jika saja mereka melakukan serangan dadakan.

Benar saja, sepersekian detik setelahnya lelaki botak itu melemparkan pisaunya padaku. Aku yang sangat fokus memperhatikan mereka bisa menghindarinya dengan melompat ke samping. Pisaunya merancau saja dengan arah tak beraturan menuju semak belukar hilang.

Namun ternyata pisau itu memang tak pernah dimaksudkan untuk mengenaiku.

Saat aku fokus untuk menghindari lemparan pisau, lelaki berjanggut tadi juga langsung melompat ke arahku. Tangan kirinya yang cukup panjang mampu menggapai pergelangan tangan kananku yang yang memegang parang, tanganku sudah terkunci. Tangan kirinya mencekik leherku dan sekali lagi, kakiku melayang tak menapak tanah. Kali ini, jantungku berdegup amat kecang dan tubuhku kejang-kejang.
Tangan kiriku mencoba memukul wajahnya sekuat tenaga. “bukkk!” keras sekali bunyinya. Tapi hanya mampu menolehkan wajahnya ke samping. Yang ada dia makin garang dan beringas. Di ayunkannya aku ke bawah, tanganku di hempaskan dengan tekukan lututnya yang melayang ke atas. “ kreteekkk” aku bisa merasakan sedikit bagian tulang lengan kananku patah.

“arrrrrrrrgggggghhhhhh” kataku menjerit tertahan. Tangan kananku lemas dan melepaskan parang yang ku pegang. Tak lama kemudian di ayunkan tubuhku sangat kencang, terpental ke arah batang pohon besar tempat ku bersandar beberapa saat lalu. Terjatuh kebawah meninggalkan suara keras ranting-ranting kecil yang patah tertimpa badanku.

Kemudian ia datang lagi dengan cepat, kaki besarnya menendang perutku. Sampai aku memuntahkan air dengan jumlah yang sangat banyak. Aku tebatuk terbata-bata merungkuk melingkarkan badanku menahan sakit di perut dan lengan kananku. Belum habis aku membuang satu tarikan nafas tangannya mencengkeram kerah bajuku, mengangkatku sedikit menjadi posisi berdiri beralaskan lutut. Aku masih mampu melihat ke arahnya.

Sesaat kemudian dia berjongkok dengan tangan kirinya masih mencengkeram kerah bajuku, tangan kanannya melayangkan tinju ke arah wajahku, aku berusaha menepis dengan tangan kiri. Bukan tertepis, tangan kiriku kalah kuat dan ikut membuat wajahku bonyok. Pelipis kiri di atas mataku sudah berlinang darah segar. Tanganku lemas di kanan maupun di kiri. Mata kiriku bengkak tak dapat melihat dengan jelas. Penglihatanku mulai kabur.. aku hampir jatuh pingsan.

Namun sekali lagi hantaman kepal tinjunya yang besar menerpa wajahku, tanpa perlindungan apapun. Tersentak ke belakang. Hitungku remuk. Darah mengalir keluar dari balik kulit hidungku. Ditariknya lagi kerah bajuku ke depan, di tinjunya lagi. dan sekali lagi..

Aku terkulai lemas menghadap tanah. Tangan kiri lelaki berjenggot tebal itu masih menahanku agar tidak jatuh ke tanah. Meremas daguku dan menatapku yang sudah hampir hilang kesadaran.
“now what?” katanya. Sekali lagi tinjunya menghantam. Kali ini perutku, lebih keras dari tendangannya yang tadi. Aku bisa merasa bagai isi perutku ingin keluar semua. Darah segar muncrat dari mulutku.

Aku terkulai lemah. Tak mampu lagi melihat ke arah mereka. Terlungkup di tanah lembab dan daun-daun kering. Wajahku mengarah ke samping. Pandanganku samar melihat dedaunan yang kering… beberapa semut kecil melintas di hadapanku. Cahaya kunang mulai memudar seperti melihat cahaya di tempat jauh. Pandanganku perlahan menjadi gelap.

Aku masih bisa merasakan nyeri pada perut, tangan, punggung, mata, dan hidungku. Saat udara masuk melalui lubang hidungpun membuat nyerinya terasa. Bau rerumputan dan daun kering perlahan memenuhi hidung, merasuk ke otakku. Lembabnya tanah dan dinginya malam menjalar lewat kulitku. Semilir angin menerpa rambutku. Perlahan… bunyi jangkrik terdengar kembali memenuhi malam. Aneh… dalam keadaan yang sudah setengah sadar. Aku bisa mendengar suara-suara nun jauh di sana. Tupai yang baru pulang ke rumah pohonnya. Burung hatu yang baru membuka matanya. Kadal yang berlari seliweran melintas kesana-kemari. Ular yang melata pelan tapi pasti, melintas dahan melalui pohon demi pohon. Kemudian suara itu. Suara derap kaki yang walaupun lelah dan membengkak, tetap berlari, berlari sejauh mungkin menerpa dedaunan dan duri-duri, menerpa dinginnya malam. Berkilo meter dari sini. Pergilah jauh… larilah sejauh mungkin. Gadisku.

Semua rasa itu mulai hilang perlahan. Hingga akhirnya, aku tak merasakan apapun.

Bersambung…
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.