- Beranda
- Stories from the Heart
Cruise to Alaska
...
TS
storyharibawa
Cruise to Alaska

Aku hanyalah seekor ubur-ubur di tengah lautan
DAFTAR ISI
Welcome on Board!
Bisul Pecah
Deck 1 - Kabar Mengejutkan
Deck 2 - Fly to The Sky
Deck 3 - San Francisco
Deck 4 - Sign On
Deck 5 - Perang Hari Pertama
Deck 6 - Paisano
Deck 7 - Insiden
Deck 8 - Rencana Yang Gagal
[URL="https://www.kaskus.co.id/show_post/5bfb6bafd675d4410f8b4567/49/deck-9---ikan-dendeng-tanpa busana-dan-cinta-satu-kontrak"][size="6"][color=blue]Deck 9 - Ikan Dendeng tanpa busana dan Cinta Satu Kontrak[/color][/size][/URL]
Deck 10 - Beer Bad
Deck 11 - Sepiring Cheechako di Robert Peaks
Deck 12 - USPH (United States Public Health)
Deck 13 - Gaji Pertama
Deck 14 - Tengsin
Deck 15 - Romantisme Skagway
Deck 16 - Grrr!
Deck 17 - La Piazza
Deck 18 - Masalah Davor dan Pacarnya
Deck 19 - Sikap Aneh Alfredo
Deck 20 - Kabar Menggembirakan
Deck 21 - Kecewa
Deck 22 - Gara-gara King Crab
Deck 23 - Di Ruang Isolasi
Deck 24 - Di Rumah Sakit
Intermezo Penulis: Mengapa saya menulis?
Deck 25 - Kedatangan Veronica
Deck 26 - Kebersamaan Dengan Veronica
Deck 27 - Sepiring Nasi Goreng Bersama Veronica
Deck 28 - Ternyata Gara-Gara Antibiotik
Deck 29 - Air Mata Veronica UPDATE!
Deck 30 - Kabar Dari Office UPDATE
Deck 31 - Kabar Dari Office (Bagian 2) UPDATE
Deck 32 - Wellcome Back TAMAT
Diubah oleh storyharibawa 27-01-2019 06:16
adhemy dan 29 lainnya memberi reputasi
30
47.3K
461
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
storyharibawa
#198
Deck 21- Kecewa
Begini kalau jomblo, aku belum pernah patah hati karena seorang wanita, tapi memendam perasaan teramat sering. Ya, itu dulu semasa aku masih SMA. Seorang gadis berambut panjang, bermata bulat membuatku tertarik padanya. Dia adalah anak kelas IPA sementara aku anak kelas bahasa. Aku tidak punya alasan berteman denganya, jadi hanya dari kejauhan aku sering memperhatikan gadis itu. Hingga lulus SMA, kami tidak mengenal satu sama lain.
Beuh. Ngapain juga aku harus mengingat itu. Lebih baik aku segera menemui Cici dan mengajaknya mengobrol lebis serius.
Aku berjalan menyusuri lorong menuju kabin Cici. Wine yang dulu ingin kunikmati bersamanya, kini kubawa lagi. Ah, tidak ada yang lebih menggembirakan seperti hari ini. Jika hanya ada sepuluh orang di kapal ini yang sedang berbahagia, akulah salah satunya.
Tunggu sebentar, siapa itu? Langkahku terhenti ketika melihat sosok pria berdiri di depan pintu kabin Cici. Pria itu mengenakan kemeja flanel abu-abu dan celana jeans ketat. Kancing kemejanya dibiarkan terbuka hingga memperlihatkan dada bidangnya. Ugh. Kayaknya sengaja pamer dada tuh orang. Lihat saja mulai besok aku sudah masuk malam, dan pagi hari punya banyak waktu pergi ke tempat gym untuk membesarkan otot-otot tubuku.
Beberapa saat kemudian Cici keluar. Ia mengenakan dress ungu, sementara kedua kakinya beralaskan high heel lancip. Nyaliku tiba-tiba saja menciut dan ingin sekali transformasi menjadi apa pun yang tidak dikenali oleh Cici. Namun terlambat, Cici sudah melihat kedatanganku. Gadis itu sama terkejutnya.
“Yudis!” panggil Cici.
Bagaimana ini? Masa iya aku harus berpura-pura numpang lewat lagi seperti tempo hari. Ayolah Yudis, kau harus lebih bersikap layaknya laki-laki lain. Katakan saja kau ingin minum bersamanya. Biarkan dia memilih, bersamamu atau bersama pria itu. Kalau tidak, pria itu akan membawanya pergi.
Aku berjalan mendekati mereka dengan menegakkan badan dan membusungkan dada. Sementara wine yang kubawa sengaja kupamerkan dengan memeganginya menggunakan dua tangan di depan perut.
“Hey!” sapaku. Meskipun tahu Cici akan pergi bersama pria si Tukang Pamer Dada itu, aku tetap memberanikan diri. Kali ini aku tidak akan mengalah. “Saya sengaja datang ke sini untuk menemuimu. Apa kau punya waktu? Saya ingin minum wine bersama.” Bodo amat. Si Bule itu mana tahu apa yang kubicarakan.
Sejanak Cici dan pria itu saling pandang. Ugh. Aku mencium aroma pria brengsek di sekitar Cici.
“Ng ...” aku mulai menangkap keraguan dari raut wajah Cici, “Kok, tidak bilang-bilang dulu? Kalau kau bilang tadi siang, saya tidak akan pergi dengan Alexander.”
Mendengar nama Alexander dibicarakan, pria itu lantas bertanya, “Apa yang terjadi?”
“Saya ingin mengajaknya minum bersama malam ini. Kami ingin merayakan sesuatu,” ucapku tanpa pikir-pikir.
“Dia pergi bersamaku,” balas Alexander.
“Kau bisa membatalkanya.” Aku tidak ingin kalah dan terang saja suasana mendadak seperti adegan sinetron dua pria berebut wanita yang sama.
“Shit!” pria itu bergumam dan wajahnya terlihat memerah. Sementara aku sendiri tidak percaya bisa senekad itu. “Cici, tolong katakan pada paisano ini bahwa kau akan pergi bersamaku.”
Cici terdiam sesaat. Tampaknya dia galau mengambil sikap. Sementara aku memandang Cici penuh harap sambil memutar-mutar botol wine. Entah apa yang akan dikatakannya.
“Ng, sori banget, Yud. Saya harus pergi dengan Alexander. Mungkin besok malam kita bisa melakukannya,” Cici berkata dengan nada lembut, tapi tetap saja itu melukai perasaanku. Sejurus kemudian, ekspresinya berubah. “Oh ya, kau bilang kita akan merayakan sesuatu. Kau ulang tahun hari ini?”
Pertahananku melemah. Wine yang sengaja kupamerkan langsung kuturunkan dan menyerah. “Tidak ada ulang tahun.”
“Lalu?”
“Sudahlah lupakan saja. Lebih baik kau pergi saja bersama pria ini.”
Cici mengulum senyumnya kembali. Ia memandang ke arah Alexander. Sementara Alexander memberinya isyarat agar gadis itu segera pergi bersamanya.
Aku menyingkir dan membiarkan mereka lewat. Dasar pecundang kau Yudis!
“Sampai ketemu besok, Yud,” ucap Cici sambil beralu.
Aku tidak membalas salam perpisahan Cici. Ah, betapa bodohnya aku ini. Seharusnya tadi berpura-pura numpang lewat saja, dengan begitu Cici tidak perlu tahu bagaimana perasannku saat ini.
Beuh. Ngapain juga aku harus mengingat itu. Lebih baik aku segera menemui Cici dan mengajaknya mengobrol lebis serius.
Aku berjalan menyusuri lorong menuju kabin Cici. Wine yang dulu ingin kunikmati bersamanya, kini kubawa lagi. Ah, tidak ada yang lebih menggembirakan seperti hari ini. Jika hanya ada sepuluh orang di kapal ini yang sedang berbahagia, akulah salah satunya.
Tunggu sebentar, siapa itu? Langkahku terhenti ketika melihat sosok pria berdiri di depan pintu kabin Cici. Pria itu mengenakan kemeja flanel abu-abu dan celana jeans ketat. Kancing kemejanya dibiarkan terbuka hingga memperlihatkan dada bidangnya. Ugh. Kayaknya sengaja pamer dada tuh orang. Lihat saja mulai besok aku sudah masuk malam, dan pagi hari punya banyak waktu pergi ke tempat gym untuk membesarkan otot-otot tubuku.
Beberapa saat kemudian Cici keluar. Ia mengenakan dress ungu, sementara kedua kakinya beralaskan high heel lancip. Nyaliku tiba-tiba saja menciut dan ingin sekali transformasi menjadi apa pun yang tidak dikenali oleh Cici. Namun terlambat, Cici sudah melihat kedatanganku. Gadis itu sama terkejutnya.
“Yudis!” panggil Cici.
Bagaimana ini? Masa iya aku harus berpura-pura numpang lewat lagi seperti tempo hari. Ayolah Yudis, kau harus lebih bersikap layaknya laki-laki lain. Katakan saja kau ingin minum bersamanya. Biarkan dia memilih, bersamamu atau bersama pria itu. Kalau tidak, pria itu akan membawanya pergi.
Aku berjalan mendekati mereka dengan menegakkan badan dan membusungkan dada. Sementara wine yang kubawa sengaja kupamerkan dengan memeganginya menggunakan dua tangan di depan perut.
“Hey!” sapaku. Meskipun tahu Cici akan pergi bersama pria si Tukang Pamer Dada itu, aku tetap memberanikan diri. Kali ini aku tidak akan mengalah. “Saya sengaja datang ke sini untuk menemuimu. Apa kau punya waktu? Saya ingin minum wine bersama.” Bodo amat. Si Bule itu mana tahu apa yang kubicarakan.
Sejanak Cici dan pria itu saling pandang. Ugh. Aku mencium aroma pria brengsek di sekitar Cici.
“Ng ...” aku mulai menangkap keraguan dari raut wajah Cici, “Kok, tidak bilang-bilang dulu? Kalau kau bilang tadi siang, saya tidak akan pergi dengan Alexander.”
Mendengar nama Alexander dibicarakan, pria itu lantas bertanya, “Apa yang terjadi?”
“Saya ingin mengajaknya minum bersama malam ini. Kami ingin merayakan sesuatu,” ucapku tanpa pikir-pikir.
“Dia pergi bersamaku,” balas Alexander.
“Kau bisa membatalkanya.” Aku tidak ingin kalah dan terang saja suasana mendadak seperti adegan sinetron dua pria berebut wanita yang sama.
“Shit!” pria itu bergumam dan wajahnya terlihat memerah. Sementara aku sendiri tidak percaya bisa senekad itu. “Cici, tolong katakan pada paisano ini bahwa kau akan pergi bersamaku.”
Cici terdiam sesaat. Tampaknya dia galau mengambil sikap. Sementara aku memandang Cici penuh harap sambil memutar-mutar botol wine. Entah apa yang akan dikatakannya.
“Ng, sori banget, Yud. Saya harus pergi dengan Alexander. Mungkin besok malam kita bisa melakukannya,” Cici berkata dengan nada lembut, tapi tetap saja itu melukai perasaanku. Sejurus kemudian, ekspresinya berubah. “Oh ya, kau bilang kita akan merayakan sesuatu. Kau ulang tahun hari ini?”
Pertahananku melemah. Wine yang sengaja kupamerkan langsung kuturunkan dan menyerah. “Tidak ada ulang tahun.”
“Lalu?”
“Sudahlah lupakan saja. Lebih baik kau pergi saja bersama pria ini.”
Cici mengulum senyumnya kembali. Ia memandang ke arah Alexander. Sementara Alexander memberinya isyarat agar gadis itu segera pergi bersamanya.
Aku menyingkir dan membiarkan mereka lewat. Dasar pecundang kau Yudis!
“Sampai ketemu besok, Yud,” ucap Cici sambil beralu.
Aku tidak membalas salam perpisahan Cici. Ah, betapa bodohnya aku ini. Seharusnya tadi berpura-pura numpang lewat saja, dengan begitu Cici tidak perlu tahu bagaimana perasannku saat ini.
Diubah oleh storyharibawa 25-12-2018 09:09
9
Tutup