Jakarta- Aksi besar-besaran digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Sabtu (8/12) lalu.
Aksi 812 itu disebut-sebut terinspirasi dari Aksi Bela Islam di Indonesia yang kerap dimotori Persaudaraan Aksi 212.
PA 212 menyatakan semangat mereka dengan penggelar aksi 812 itu sama.
"Aksi di Malaysia sama tujuannya dengan 212, membela negara,
membela tauhid, dari penjajahan yang tak dikehendaki dari masing-masing penduduk negara yang mayoritas itu," kata Ketua Media Center PA 212 Novel Bamukmin saat dihubungi, Senin (10/12/2018).
Novel mengatakan kesamaan di 212 dengan 812 yakni bukan hanya untuk membela agama. Dia mengatakan sosok penjajah yang dimaksudnya ialah asing dan aseng.
Novel mencontohkan beberapa negara yang sudah 'dijajah' asing dan aseng.
"Kita melihat ini bentuk untuk melawan penjajahan dari asing dan aseng. Bukan membela agama saja. Sebenarnya mereka punya semangat dengan kita.
Mereka ingin pribumi tidak terancam eksistensinya di negerinya sendiri," ucap dia.
"Yang kita lihat di Singapura sudah berubah jauh, faktor daripada Islam sendiri dan faktor dari pribumi sendiri. Kita harap Asia bisa bersatu. Jangan seperti Zimbabwe, jangan jadi Tibet. Jangan sampai seperti negara lain yang sudah jadi jajahan mereka," tuturnya.
Dia mengatakan saat ini asing dan aseng sudah menguasai dari bidang politik, ekonomi, budaya, hingga iptek. Novel melihat, semangat yang sama juga akan terjadi di negara lainnya juga.
"Kita melihat negara lain akan bangkit. Karena kita lihat Islam akan bangkit dari Asia, dari timur ini," ucap Novel.
Diketahui, pada Sabtu (8/12) ada puluhan ribu orang, termasuk mantan Perdana Menteri Malaysia
Najib Razak turun ke jalan.
Aksi 812 ini sebenarnya didudukung dua partai oposisi terbesar Malaysia, United Malays National Organisation (UMNO), dan Parti Islam Se-Malaysia (PAS) itu.
Aksi ini awalnya dimaksudkan untuk memprotes rencana pemerintah Mahathir Mohamad untuk meratifikasi konvensi PBB mengenai larangan diskriminasi rasial. Para pengkritik konvensi itu khawatir bahwa
ratifikasi konvensi bisa mengganggu hak-hak istimewa etnis Melayu dan mengancam status Islam sebagai agama resmi Malaysia.
Pemerintah Mahatir lalu menyatakan tak akan meratifikasi konvensi International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD) atau Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial.