- Beranda
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
...
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)

Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 29-05-2022 00:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
161.2K
Kutip
916
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#102
Chapter 20
Spoiler for Inside:
Di sebuah rumah tua berornamen kayu dengan arsitektur khas rumah betawi, tengah duduk di teras depan lelaki tua memakai kaos kutang putih lusuh miliknya, ia tengah menunggu seseorang di temani secangkir kopi hitam di sebelahnya.
"Assalamualaikum," sapa seorang pemuda berjaket hitam di tengah gelapnya malam.
"Waalaikumsalam, masuk sini cu," balas sang lelaki tua.
Sang pemuda mencium punggung tangan sang lelaki tua itu, di belakang sang pemuda berdiri dengan manisnya seorang perempuan dengan jilbab putih miliknya.
"Assalamualaikum pak Kusni," seru sang gadis manis tersebut.
"Waalaikumsalam neng Naura, kalian yakin kan tidak ada yang mengikuti?" tanya Kusni selidik.
Kedua sejoli itu saling tatap menatap kemudian saling menggelengkan kepala bersamaan seraya berkata, "enggak ada kok."
"Bagus kalau begitu, ayo masuk Senja, Naura, maaf rumah babeh hanya sebatas gubuk kecil ini," seru pak Kusni merendah.
Senja dan Naura berjalan memasuki rumah Kusni yang terletak tidak jauh dari sekolah mereka.
Di dalam rumah mereka di sambut istri pak Kusni yang bernama ibu Juleha, Senja dan Kusni duduk bersila di ruang tamu sambil di temani tiga cangkir minuman dan makanan ringan seadanya.
"Bu Juleha ngerepotin ih, air putih saja sudah cukup bu," seru Naura di dapur rumah tersebut.
"Sudah enggak kenapa-napa neng Naura, ibu kan enggak punya cucu, jadi pas kalian datang ibu senang sekali, hayuk ke depan," pinta bu Juleha sambil membawakan makanan tambahan untuk para tamunya.
Naura bersama ibu Juleha bersama duduk di ruang tamu, Kusni dan Senja tengah berdebat tentang suatu hal yang terlihat pelik.
"Kalo gua cabut itu entitas, elu yang enggak selamat, gua enggak bisa ngelakuin itu," seru Kusni.
"Tapi kalau itu bisa menghentikan segala kekacauan ini say..."
"TIDAK! SEKALI TIDAK TETAP TIDAK SENJA! Ingat dengan pengorbanan Surya selama ini! Kamu jangan egois! Kamu numpang di tubuh dia!!" teriak Kusni kesal.
"Pak sabar pak," seru bu Juleha mengelus punggung suaminya menenangkan amarah yang sempat ada.
Dengan gusar Kusni berdiri kemudian berjalan memasuki kamar, bu Juleha mengekor sang suami berusaha untuk menenangkan suaminya kembali.
"Ada apa sih mas Senja?" tanya Naura.
"Enggak, enggak ada apa-apa," seru Senja dingin berusaha menjauh dari Naura.
Senja berdiri dan berlalu menuju teras depan, ia duduk di kursi teras dan perlahan mengambil sebungkus rokok dan sebuah korek dari kantong miliknya.
"Mas Senja ngerokok?"
"Engh, iya, hanya kalau lagi kalut saja kok Ra," kilah Senja.
"Sedikit info aja, aku enggak suka lelaki perokok, tubuhnya aja enggak di sayang apa lagi pasangannya kelak," sindir Naura dengan tatapan tajam kearah Senja.
Senja melirik Naura lemas kemudian tersenyum tipis, ia langsung berdiri kemudian melempar jauh-jauh bungkus rokok dan korek api miliknya tanpa penyesalan sedikitpun.
"Nah githu dong," pungkas Naura kembali sembari tersenyum puas.
"Apapun buat kamu Naura," gombal Senja.
Wajah Naura memerah mendengar kata-kata Senja, "sekarang cerita ada apa sebenarnya, entitas apa yang tadi pak Kusni maksud?" tanya Naura langsung.
"Itu …"
"Kalau kamu mau tahu entitas itu bapak bisa kasih unjuk ke kamu kok Ra," seru pak Kusni muncul tiba-tiba dari balik daun pintu.
Senja menghela nafas panjang mendengar ujaran Kusni lalu ia berdiri kemudian beranjak masuk kembali ke dalam rumah,
Naura menatap pak Kusni heran, "bagaimana caranya pak?"
"Kamu sudah diajarkan proyeksi astral kan sama Surya?"
"Sudah tapi masih belum sempurna," jelas Naura.
"Tapi kamu tau dasarnya kan?" tanya Kusni kembali.
Naura mengangguk mengiyakan pertanyaan Kusni.
"Ayo ke dalam, bapak akan kasih liat ke kamu entitas apa yang ada di dalam tubuh Senja."
Suasana malam itu sepi, hanya ada suara jangkrik pakan burung pak Kusni yang sesekali berbunyi, Senja duduk bersila di tengah ruang tamu dengan Naura di belakang punggungnya, Kusni menggenggam pergelangan tangan Naura yang tertutup kain baju lengan panjangnya.
"Pusatkan tenaga dalammu di ulu hati, ketika sudah fokus lepaskan dari tangan kanan mu."
Naura mengangguk tanda mengerti kemudian memejamkan kedua matanya, ia berusaha memusatkan energi sukma miliknya, disaat ia merasakan sudah memfokuskan tenaganya ia melepaskan energi miliknya ke arah puncak kepala Senja.
Dan seketika gelap, sangat gelap, Naura membuka matanya dan hanya kegelapan yang melingkupi dirinya, seberkas cahaya berpendar di sebelah kanan tubuhnya, pak Kusni berdiri dengan bola cahaya melayang di pundak kanannya.
"Ini dimana pak?" tanya Naura kebingungan.
"Enggak perlu panik, ini di dalam ruang jiwa milik Senja," terang Kusni.
"Mengapa gelap sekali disini?"
"Ikut bapak, nanti kamu akan mengerti."
Naura dan Kusni berjalan perlahan di sebuah lorong gelap, lorong bercat merah darah tanpa ada ujungnya, Kusni berhenti di sebuah pintu kayu berknop metalik.
"Jangan berisik ya, dia sedang tidur," seru Kusni setengah berbisik.
Ruangan bercat putih dengan cahaya menyinari tiap sudutnya memberikan kesan hangat bagi siapapun yang memasuki ruangan tersebut, di dalam sangat kontras dengan lorong yang tadi di tapaki Naura dan Kusni, di dalam ruangan itu tengah tidur Surya di sebuah ranjang putih sedang memeluk boneka teddy bear pink sembari memakai penutup mata bergambar hati.
"Pfffft..." tawa Naura tertahan melihat pemandangan yang ia lihat.
"Ini Surya?" tanya Naura setengah berbisik.
"Hhe, iya, di luar Surya memang kuat dan tangguh tapi di dalam jiwanya princess, hehehe."
"Lalu jiwa Senja dimana?"
Senyum Kusni langsung menghilang berganti menjadi senyum tipis saat Kusni mendengar Naura bertanya hal tersebut.
"Ayo kita keluar ruangan ini, babeh akan menjelaskan sembari berjalan menuju ruang Senja."
Naura dan Kusni berjalan menyusuri lorong gelap itu kembali.
"Ini adalah ruang jiwa Ra, kamu punya, babeh punya, semua manusia punya ruang jiwa seperti ini," seru Kusni sambil berjalan bersama Naura.
"Bukannya manusia hanya memiliki satu jiwa beh?" tanya Naura heran.
"Iya, normalnya sih seperti itu, tapi saat Senja dan Surya lahir ada kejadian yang mengubah semua itu."
"Kejadian apa?" tanya Naura selidik.
"Dulu mereka kembar Ra, memiliki dua tubuh, dua jiwa yang saling terpisah, kemudian seseorang memasukkan entitas energi hitam yang amat jahat ke dalam tubuh ibu Surya dan Senja, ketika umur mereka masih sembilan bulan seseorang itu mengambil tubuh milik Senja ya g masih bayi secara ghoib dan menghilang bersamanya."
Naura menutup mulutnya seraya bertanya, "siapa yang tega melakukan hal seperti itu beh?"
"Nenek mereka sendiri, nyonya Evelin, ia berhasil mengambil tubuh Senja akan tetapi ritualnya tidak sempurna."
"Maksud babeh dengan tidak sempurna?"
"Saat ia mengambil tubuh Senja, jiwa Senja masuk ke dalam tubuh Surya beserta entitas jahat tersebut."
Naura terdiam mendengarkan penuturan Kusni, mereka berhenti di sebuah pintu kayu hitam berknop besi yang sudah berkarat.
"Kamu lihat lorong gelap yang barusan kita tapaki tadi ?" tanya Kusni.
"Iya," jawab Naura.
"Kegelapan ini adalah kekuatan Senja yang sebenarnya, ia menggunakan energi sukma miliknya untuk menahan entitas hitam tersebut agar tidak lepas dan mengganggu Surya, itu yang menyebabkan Senja tidak bisa sekuat Surya saat bertarung, walaupun demikian ia tetap berusaha menolong orang-orang yang membutuhkan bantuannya."
"Jadi maksud babeh Kusni kekuatan api yang selama ini di gunakan mas Senja bukan kekuatan Miliknya?!" seru Naura.
"Bukan, selama ini Senja menggunakan kekuatan milik entitas hitam itu."
-Cklek-
Pintu hitam itupun terbuka, seorang pemuda dengan tatapan tajam berkalungkan naga hitam menyambut Naura dan Kusni.
Bersambung..
"Assalamualaikum," sapa seorang pemuda berjaket hitam di tengah gelapnya malam.
"Waalaikumsalam, masuk sini cu," balas sang lelaki tua.
Sang pemuda mencium punggung tangan sang lelaki tua itu, di belakang sang pemuda berdiri dengan manisnya seorang perempuan dengan jilbab putih miliknya.
"Assalamualaikum pak Kusni," seru sang gadis manis tersebut.
"Waalaikumsalam neng Naura, kalian yakin kan tidak ada yang mengikuti?" tanya Kusni selidik.
Kedua sejoli itu saling tatap menatap kemudian saling menggelengkan kepala bersamaan seraya berkata, "enggak ada kok."
"Bagus kalau begitu, ayo masuk Senja, Naura, maaf rumah babeh hanya sebatas gubuk kecil ini," seru pak Kusni merendah.
Senja dan Naura berjalan memasuki rumah Kusni yang terletak tidak jauh dari sekolah mereka.
Di dalam rumah mereka di sambut istri pak Kusni yang bernama ibu Juleha, Senja dan Kusni duduk bersila di ruang tamu sambil di temani tiga cangkir minuman dan makanan ringan seadanya.
"Bu Juleha ngerepotin ih, air putih saja sudah cukup bu," seru Naura di dapur rumah tersebut.
"Sudah enggak kenapa-napa neng Naura, ibu kan enggak punya cucu, jadi pas kalian datang ibu senang sekali, hayuk ke depan," pinta bu Juleha sambil membawakan makanan tambahan untuk para tamunya.
Naura bersama ibu Juleha bersama duduk di ruang tamu, Kusni dan Senja tengah berdebat tentang suatu hal yang terlihat pelik.
"Kalo gua cabut itu entitas, elu yang enggak selamat, gua enggak bisa ngelakuin itu," seru Kusni.
"Tapi kalau itu bisa menghentikan segala kekacauan ini say..."
"TIDAK! SEKALI TIDAK TETAP TIDAK SENJA! Ingat dengan pengorbanan Surya selama ini! Kamu jangan egois! Kamu numpang di tubuh dia!!" teriak Kusni kesal.
"Pak sabar pak," seru bu Juleha mengelus punggung suaminya menenangkan amarah yang sempat ada.
Dengan gusar Kusni berdiri kemudian berjalan memasuki kamar, bu Juleha mengekor sang suami berusaha untuk menenangkan suaminya kembali.
"Ada apa sih mas Senja?" tanya Naura.
"Enggak, enggak ada apa-apa," seru Senja dingin berusaha menjauh dari Naura.
Senja berdiri dan berlalu menuju teras depan, ia duduk di kursi teras dan perlahan mengambil sebungkus rokok dan sebuah korek dari kantong miliknya.
"Mas Senja ngerokok?"
"Engh, iya, hanya kalau lagi kalut saja kok Ra," kilah Senja.
"Sedikit info aja, aku enggak suka lelaki perokok, tubuhnya aja enggak di sayang apa lagi pasangannya kelak," sindir Naura dengan tatapan tajam kearah Senja.
Senja melirik Naura lemas kemudian tersenyum tipis, ia langsung berdiri kemudian melempar jauh-jauh bungkus rokok dan korek api miliknya tanpa penyesalan sedikitpun.
"Nah githu dong," pungkas Naura kembali sembari tersenyum puas.
"Apapun buat kamu Naura," gombal Senja.
Wajah Naura memerah mendengar kata-kata Senja, "sekarang cerita ada apa sebenarnya, entitas apa yang tadi pak Kusni maksud?" tanya Naura langsung.
"Itu …"
"Kalau kamu mau tahu entitas itu bapak bisa kasih unjuk ke kamu kok Ra," seru pak Kusni muncul tiba-tiba dari balik daun pintu.
Senja menghela nafas panjang mendengar ujaran Kusni lalu ia berdiri kemudian beranjak masuk kembali ke dalam rumah,
Naura menatap pak Kusni heran, "bagaimana caranya pak?"
"Kamu sudah diajarkan proyeksi astral kan sama Surya?"
"Sudah tapi masih belum sempurna," jelas Naura.
"Tapi kamu tau dasarnya kan?" tanya Kusni kembali.
Naura mengangguk mengiyakan pertanyaan Kusni.
"Ayo ke dalam, bapak akan kasih liat ke kamu entitas apa yang ada di dalam tubuh Senja."
Suasana malam itu sepi, hanya ada suara jangkrik pakan burung pak Kusni yang sesekali berbunyi, Senja duduk bersila di tengah ruang tamu dengan Naura di belakang punggungnya, Kusni menggenggam pergelangan tangan Naura yang tertutup kain baju lengan panjangnya.
"Pusatkan tenaga dalammu di ulu hati, ketika sudah fokus lepaskan dari tangan kanan mu."
Naura mengangguk tanda mengerti kemudian memejamkan kedua matanya, ia berusaha memusatkan energi sukma miliknya, disaat ia merasakan sudah memfokuskan tenaganya ia melepaskan energi miliknya ke arah puncak kepala Senja.
Dan seketika gelap, sangat gelap, Naura membuka matanya dan hanya kegelapan yang melingkupi dirinya, seberkas cahaya berpendar di sebelah kanan tubuhnya, pak Kusni berdiri dengan bola cahaya melayang di pundak kanannya.
"Ini dimana pak?" tanya Naura kebingungan.
"Enggak perlu panik, ini di dalam ruang jiwa milik Senja," terang Kusni.
"Mengapa gelap sekali disini?"
"Ikut bapak, nanti kamu akan mengerti."
Naura dan Kusni berjalan perlahan di sebuah lorong gelap, lorong bercat merah darah tanpa ada ujungnya, Kusni berhenti di sebuah pintu kayu berknop metalik.
"Jangan berisik ya, dia sedang tidur," seru Kusni setengah berbisik.
Ruangan bercat putih dengan cahaya menyinari tiap sudutnya memberikan kesan hangat bagi siapapun yang memasuki ruangan tersebut, di dalam sangat kontras dengan lorong yang tadi di tapaki Naura dan Kusni, di dalam ruangan itu tengah tidur Surya di sebuah ranjang putih sedang memeluk boneka teddy bear pink sembari memakai penutup mata bergambar hati.
"Pfffft..." tawa Naura tertahan melihat pemandangan yang ia lihat.
"Ini Surya?" tanya Naura setengah berbisik.
"Hhe, iya, di luar Surya memang kuat dan tangguh tapi di dalam jiwanya princess, hehehe."
"Lalu jiwa Senja dimana?"
Senyum Kusni langsung menghilang berganti menjadi senyum tipis saat Kusni mendengar Naura bertanya hal tersebut.
"Ayo kita keluar ruangan ini, babeh akan menjelaskan sembari berjalan menuju ruang Senja."
Naura dan Kusni berjalan menyusuri lorong gelap itu kembali.
"Ini adalah ruang jiwa Ra, kamu punya, babeh punya, semua manusia punya ruang jiwa seperti ini," seru Kusni sambil berjalan bersama Naura.
"Bukannya manusia hanya memiliki satu jiwa beh?" tanya Naura heran.
"Iya, normalnya sih seperti itu, tapi saat Senja dan Surya lahir ada kejadian yang mengubah semua itu."
"Kejadian apa?" tanya Naura selidik.
"Dulu mereka kembar Ra, memiliki dua tubuh, dua jiwa yang saling terpisah, kemudian seseorang memasukkan entitas energi hitam yang amat jahat ke dalam tubuh ibu Surya dan Senja, ketika umur mereka masih sembilan bulan seseorang itu mengambil tubuh milik Senja ya g masih bayi secara ghoib dan menghilang bersamanya."
Naura menutup mulutnya seraya bertanya, "siapa yang tega melakukan hal seperti itu beh?"
"Nenek mereka sendiri, nyonya Evelin, ia berhasil mengambil tubuh Senja akan tetapi ritualnya tidak sempurna."
"Maksud babeh dengan tidak sempurna?"
"Saat ia mengambil tubuh Senja, jiwa Senja masuk ke dalam tubuh Surya beserta entitas jahat tersebut."
Naura terdiam mendengarkan penuturan Kusni, mereka berhenti di sebuah pintu kayu hitam berknop besi yang sudah berkarat.
"Kamu lihat lorong gelap yang barusan kita tapaki tadi ?" tanya Kusni.
"Iya," jawab Naura.
"Kegelapan ini adalah kekuatan Senja yang sebenarnya, ia menggunakan energi sukma miliknya untuk menahan entitas hitam tersebut agar tidak lepas dan mengganggu Surya, itu yang menyebabkan Senja tidak bisa sekuat Surya saat bertarung, walaupun demikian ia tetap berusaha menolong orang-orang yang membutuhkan bantuannya."
"Jadi maksud babeh Kusni kekuatan api yang selama ini di gunakan mas Senja bukan kekuatan Miliknya?!" seru Naura.
"Bukan, selama ini Senja menggunakan kekuatan milik entitas hitam itu."
-Cklek-
Pintu hitam itupun terbuka, seorang pemuda dengan tatapan tajam berkalungkan naga hitam menyambut Naura dan Kusni.
Bersambung..
simounlebon dan 22 lainnya memberi reputasi
19
Kutip
Balas