31-08-2017 20:15 WIB






Gue masih inget banget dulu waktu kecil, setiap nyokap gue mudik. Gue pasti nangis dan ngambek berhari-hari setiap nyokap gue pergi lagi. Bahkan mainan yang saat gue kecil tergolong maenan mahal pun ga bikin gue senang. Gue masih inget banget dulu gue nangis sesenggukan tanpa mau cerita ke eyang gue saat sepulang dari maen ke rumah temen TK gue, hanya karena melihat temen gue dibeliin pistol2an sama bokapnya lalu mereka bisa bermain bersama. Dan kemudian hari gue nangis lagi akibat berantem sama temen gue karena pistolnya gue banting. Gue iri sama temen gue dan alhasil maenan dia yang jadi korban gue yang berakhir dengan gue disambit sapu ama eyang.


Ketika kecil, gue bercita-cita jadi jadi he-man (just in case buat yang ga tau siapa itu he-man, bisa googling. Anak 90an pasti tau hahaha. eventhough when i was a kid, i cant spell the word he-man properly). cita-cita gue pengen jadi pahlawan super, yang bisa membantu siapa saja. Simpel tapi mustahil kayaknya.

Then, saat gue beranjak remaja. Cita-cita gue berubah lagi, gue pengen jadi pemain basket profesional. Walapun beberapa kali gue ikut turnamen dan menang-is, But that didn’t really pan out for me either. meskipun begitu, saat gue di bali cita-cita gue kesampaian karena berulangkali gue bikin score. Dude, not even close. Itu lo nempatin ‘bola’ ke ranjang bukan nempatin bola ke keranjang.

I mean, everyone wanted to be something in our life. But time flies and our goals too. Banyak keinginan yang ga bisa dilaksanakan bukan karena ga mampu, tapi ada prioritas lain yang harus dijalani dan bikin keinginan maupun cita-cita kita masa kecil terlupakan bahkan terbengkalai. Personally, maybe i got wannabe syndrome. ketika gue sedang tertarik dengan sesuatu, gue selalu berusaha keras untuk bisa meraihnya dalam waktu yang cepat, meskipun berakhir kecewa. We all know, it suck that we never became any of those. Karena mungkin, gue terlalu sibuk dengan cita-cita gue untuk menjadi apa dan siapa, bukannya fokus dengan apa yang bener2 ingin dilakukan. seperti misalnya pengan jadi pemain basket profesional tapi males latian kalau ga ada cewek yang nonton.

Tapi sebagaimana sudah jadi takdir kita kali ya, manusia berencana, Tuhan juga yang menentukan. Didikan dari kecil ga cukup untuk membentuk jati diri kita saat remaja atau dewasa. Ketika gue kecil, didikan dari eyang gue yang berada di lingkungan religius tidak cukup untuk menahan gue agar tidak terjerumus pergaulan yang salah.Indeed, reality is suck and didnt fit with my expectations, even I jumped in too deep without even dipping my toes in the water.

Ketika gue beranjak gede dan mulai mengerti apa itu keluarga, apa itu kebahagiaan dan kesenangan, gue sadar kalau ternyata gue bener-bener ga mendapatkan apa yang gue harapkan. Kebahagiaan gue bersama eyang dari kecil ternyata ga cukup untuk menambal kesepian yang pelan-pelan mulai muncul. Gue mulai mencari di luar rumah, dan saat itu yang bisa mengobati perasaan gue cuma temen-temen gue dan obat, in literally. Pergaulan gue yang awalnya cuma haha-hihi nongkrong mulai menjurus kriminal, bahkan gue melupakan harga diri dengan menjualnya. Tak terhitung dosa-dosa besar yang pernah gue perbuat dan berulang kali gue lakuin lagi di masalalu.

Dan itu jadi penyesalan gue sekarang, ketika gue udah berkeluarga dan gue masih menyimpan rapat2 masalalu gue. saat gue melihat sikecil yang tertawa melihat polah bodoh bapaknya yang berpura-pura jadi gajah tanpa belalai. Gue menengok ke masalalu gue “dulu waktu kecil gue ga pernah menemukan adegan seperti ini, namun bukan berarti si kecil layak dapat hal yang sama. Dia harus lebih bahagia dari yang gue alamin saat kecil.” Bahkan gue bakal berbuat apapun untuk menebus kesalahan-kesalahan gue, meski itu belum cukup untuk menebus semua.

Saat gue melihat pasangan gue, saat pagi menyiapkan makanan buat kami dan melihat beberapa pengorbanan dia, gue kadang menangis dalam hati, gue masih merasa belum pantas mendapatkan itu semua karena sampai sekarang dia belum tahu gue yang sebenarnya. Tapi semua gue pendam rapat-rapat dan berharap masa sekarang akan baik-baik aja tanpa harus ada masalalu yang mengintai untuk berbicara tentang gue. tapi sampai kapan?

ketika ada yang bilang siapa wanita yang paling mengisi hati gue saat ini, kalo boleh jujur, gue bakal bilang itu anne dan bukan istri gue. gue tetep cinta istri gue, bukan berarti gue bakal mencoba mendekati anne, karena bagaimanapun setelah sekian lama, pertemuan itu ga bisa merubah segalanya yang telah terjadi. Gue cuma menghormati anne sebagai wanita yang telah mengubah gue ke pribadi yang lebih baik dari sebelum-sebelumnya.



Gue bikin tulisan ini gegara baca komen ada yang pengen masuk ke dunia yang pernah gue alami karena keliatan menyenangkan.. bisa hura-hura, ketemu cewek cakep (TOLONG YA READERS, GA USAH LO INGETIN UNTUK MASUKIN JEFF DKK), but u only see my shoes, bro. lo belum ngerasain apa aja yang gue alami. if u say u wanted to walk in light or dark path, the result is still the same, u will bear the consequences. Tapi satu hal yang pasti, membuang-buang waktu untuk hal yang baik lebih berguna daripada menyisihkan waktu untuk hal yang sia-sia.

Masa muda lo terlalu indah kalau dibuang hanya karena pembuktian ‘gue anak gaul suka dugem, gue make narkoba biar keren dan tenang, gue gonta ganti pasangan dan free sex karena gue keren, gue ngebacok orang karena biar gue dianggep ada sama temen-temen geng gue’. So, apa kalian siap untuk mengorbankan sesuatu yang kelak bakal sia-sia? Dengan kemungkinan lo menimbun aib dan berakhir menulis kisah dengan identitas anonim seperti gue?? meskipun masalalu yang kelam udah gue buang jauh-jauh.




adios! sampai ketemu lagi next chapter.....