Ini udah beberapa bulan selanjutnya sesudah cerita terakhir , dan ini udah beberapa hari Vio gak pernah ngehubungin gw bahkan BBMnya centang.

Besok pagi gw akan pulang ke rumah Vio dan bertemu Vio untuk yang kedua kalinya , dimana gw udah mempersiapkan sebuah cincin untuk gw pasangkan di jari manisnya yang putih , manis dan mungil itu dengan menggunakan uang dan keringat gw sendiri . ya walaupun Cuma perak bukan emas dan Cuma satu bukan sepasang tapi gw berharap cincin ini bisa berubah jadi sepasang cincin emas ketika gw dan Vio bisa duduk bersebelahan dan gw menjabat tangan Om Irman (bapaknya Vio).

Pagi telah datang , gw dengan semangat yang menggebu gebu segera memasukkan barang barang yang ingin gw bawa , tidak lupa sebuah cincin perak yang ingin gw persembahkan ke Vio gw taruh di dekat pintu mobil. Gw pun berangkat , dengan kecepatan tinggi gw melaju berharap bisa bertemu dia secepat mungkin dan sesegera mungkin.

Hari sudah menunjuk pukul 2 siang dan gw sekarang udah memarkirkan mobil gw di depan rumah Vio yang tampak sedikit lebih sibuk dari biasanya , terlihat sofa dan meja yang biasa gw liat di ruang tamu dikeluarkan di halaman rumah terlihat juga lalu lalang orang orang sekitar rumah. Gw menyapa om Irman yang lagi duduk di kursi yang ada di teras rumahnya.


Om Irman hanya memberi gw senyuman dan menyruh gw mengikutinya , terlihat ruang tamu yang luas ini dan berisi oleh 2 set sofa dan 3 buah meja ini berubah menjadi kosong dan hanya beralaskan tiker. Om irman terus berjalan menuju kamar Vio lalu mengambil sebuah surat sebesar HVS dengan banyak kalimat dengan bahasa jawa. Disana tertulis :