- Beranda
- Stories from the Heart
TENTANG SEBUAH KUTUKAN, SETAN, DAN PESUGIHAN.
...
TS
pijar88
TENTANG SEBUAH KUTUKAN, SETAN, DAN PESUGIHAN.


Quote:
Quote:
Quote:
Original Posted By geabeautycare►serem bgt gan baca ceritanya mlm2 gini
Quote:
Original Posted By heymeymey►Idiiih cerita horor dari agan pijar,mantau trus ah pasti jadi ht nih
Quote:
Original Posted By hag3maru►udah ane cendolin gan buat penambah semangat
Quote:
Original Posted By emakotonk►ini suasana nya mirip daerah ane gan tegal laka2 tempo doeloe. ada gobak sodor ingkling.
Quote:
Original Posted By f.erge►gelar tikar dulu gan. baru nyampe bagian 3. keren dah om pijar
Quote:
Original Posted By doa.mamah.papah►nyimak di thread agan pijar lagi 

Quote:
Original Posted By km.airlangga►Ninggalin jejak. keren tulisannya
Quote:
Original Posted By archdrex46►Ijin gelar tiker plus ngampar gan...
Curious ane gan, sm agan yg fenomenal ini
Lanjutkan gan..
(y)
Curious ane gan, sm agan yg fenomenal ini
Lanjutkan gan..
(y)
Quote:
Original Posted By R310s►seru nih,pling demen sm yg berbau mistik
.syg ane blm iso gan,bantu rate excellent aj deh..
ane tggu kelanjutannya tar mlm gan
.syg ane blm iso gan,bantu rate excellent aj deh..
ane tggu kelanjutannya tar mlm gan
Quote:
Original Posted By Kaijjinmaru►Mantaapp..ikutan gelar tiker dah dimarih
Quote:
Original Posted By Balater►dilanjut skrg aja gan, tanggung nuh penasaran..
daripada malem minggu bengong mending baca novel ente, mayan merinding juga
daripada malem minggu bengong mending baca novel ente, mayan merinding juga

Quote:
Quote:
Quote:
Original Posted By morena90►Kata tiap kata di cerita ini mantep bener dah ga ada duanya emg agan pijar 88
Quote:
Original Posted By tins2000►Ikut nyimak gan, kayaknya rame cerita mistis/magis dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono dari kesenian sintren tsb. 

Quote:
Original Posted By sr.geek►ini agan pijar yg ceritanya dijadiin film itu ya, bookmark dulu deh, buat baca2.


Quote:
Original Posted By piringmelayang►bagus bgt gan critanya..
buat di jadikan novel horor mantep
buat di jadikan novel horor mantep
Quote:
Original Posted By yogipanjul►Wih ketemu agan pijar88 lg.. lanjut gan.. ane mau ngikutin ceritanya lg kayak dulu..
Quote:
Original Posted By peturuk►widih, om pijar bikin trit lagi 

Quote:
Original Posted By tresnokaroaku►Ane numpang gelar tiker sambil jualan kopi item ama kacang rebus ya gan.. 

Quote:
Original Posted By ian.putud►mantab ceritanya gan...ijin ninggalin jejak ya gan..makasih..
Quote:
Original Posted By rphen►Tinggalin jejak dulu gan ... Nice Thread !!
Quote:
Original Posted By imutkayamarmut►kisah horror namun untaian dan rangkaian kata2 yang menjadi kalimat demi kalimat begitu enak dibaca 

Quote:
Original Posted By pekrok►bad ending....lanjutanya mana,,,,yg kena kutukan ap...tapi bagus deh ceritanya
Quote:
Original Posted By hilton13►yang 4 tahun tinggal di rumah hantu udh beli buku + nonton filmnya (yg film agak gimana gitu asudahlah) yg ini siap siap nyari lagi udh ada di gramed kan om pijar ?
Quote:
Original Posted By Virgieuniquee►ane pertaama kali baca trit TS dluu bgt waktu 4ttdh masih trit biasa bgt,, baru dibuat malahan.. ga nyangka dr bacaan trit iseng bs suksesss..
matabelo
matabeloQuote:
Original Posted By FaizFatih►Bagus banget cerita nya.. bahasa yg di pakai benar2 membuat hanyut ke dalam alur cerita tsb. Mengingatkan sy ke novel "Ronggeng Dukuh Paruk" Ahmad Tohari. Yg sdh di film kan dgn judul Sang Penari.
Utk TS: "Two Thumbs up"
Utk TS: "Two Thumbs up"
Quote:
Original Posted By stylish16►ini kisah nyata gan?
setan kresek tuh kyk gmn ya gan wujud nya
di samping rmh ane jg ada sosok jelmaan macan nih, pnasaran ane
setan kresek tuh kyk gmn ya gan wujud nya
di samping rmh ane jg ada sosok jelmaan macan nih, pnasaran ane
Diubah oleh pijar88 27-11-2014 18:48
itkgid dan mincli69 memberi reputasi
2
78.8K
Kutip
330
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
pijar88
#77
KAVLING 5
Quote:
Tiga tahun berlalu. Orang-orang baru saja merayakan tahun baru 1990. Perayaan besar-besaran telah ditandai dengan petasan yang tak putus-putus di balai desa Krandekan. Setelah petasan terakhir berhenti dilanjutkan dengan acara syukuran dan hiburan musik dangdut.
Perayaan tahun baru ini diharapkan membawa kesuksesan dan harapan yang juga baru. Wardoyo yang telah menyelesaikan sekolahnya di SMP dengan hasil terbaik melanjutkan sekolahnya di kota Kecamatan, di SMA Favorit yang mensyaratkan NEM tinggi bagi calon siswanya. Demikian pula dengan Ranti, Kandar, dan Mardi. Mereka sekolah di SMA favorit tersebut.
Dengan sekolah di SMA yang sama ini membuat Wardoyo semakin dekat dengan Ranti. Kedekatan mereka pun tak sebatas pertemuan di sawah atau di pasar, tetapi juga di sekolah dan di lingkungan mereka. Seperti malam ini, Wardoyo dan Ranti datang bersama menghadiri perayaan malam tahun baru di desa mereka.
Para biduan dari kota kabupaten telah tampil silih berganti menyanyikan lagu-lagunya. Kini saatnya para pemuda desa Krandekan untuk tampil unjuk kebolehan. Desa Krandekan yang terdiri dari beberapa dusun seperti Kopenan, Segeran, Lempuhan dan dusun-dusun lainnya memiliki banyak muda-mudi yang gemar bernyanyi. Biasanya mereka akan tampil menyumbangkan lagu-lagu andalannya.
Para pemuda desa Krandekan telah menunggu tampilnya para biduan dadakan tersebut. Ranti adalah orang yang paling ditunggu-tunggu tampilnya di atas panggung. Seperti biasanya Ranti turut menyumbangkan lagu kesayangannya. Sebuah lagu cinta namun lara.
Ranti tampil lincah dan memukau menyanyikan lagu dangdutnya di hadapan teman-teman dan warga desa. Ranti larut dalam irama dangdut yang dibawakannya. Riuh kekaguman dan suitan para pemuda mengiringi Ranti yang bernyanyi dengan anggun dan mempesona.
Banyak orang yang terkagum-kagum atas penampilan Ranti. Seperti yang tampak di sudut deretan belakang kursi pengunjung, seorang pemuda yang duduk di sebelah ayahnya memperhatikan seksama dari awal penampilan Ranti di panggung perayaan tersebut. Pemuda berpenampilan necis itu seolah tak berkedip melihat Ranti yang bernyanyi dengan penuh percaya diri.
Ranti yang tumbuh menjadi gadis cantik rupawan telah membuat banyak pemuda mengaguminya. Orang-orang tua pun banyak yang menginginkan Ranti untuk menjadi menantu. Hampir semua pemuda desa Krandekan tertarik dan berebut untuk mencuri perhatian Ranti.
Dengan tanpa adanya kekasih membuat Ranti semakin dibicarakan orang. Banyak yang menilai Ranti sudah cukup dewasa dan sudah layak untuk menikah seperti lazimnya para pemuda desa Krandekan. Biasanya, gadis berusia 18 tahun di desa Krandekan dan sekitarnya sudah dijodohkan orang tuanya dan kimpoi muda.
Tetapi Pak Sasmita tak seperti warga lain di desa itu yang dengan enteng menjodohkan anaknya. Ranti telah diberi kebebasan untuk memilih pria manapun yang akan menjadi suaminya. Sementara Ranti sendiri telah berniat untuk tidak berpacaran dulu sebelum cita-citanya tercapai.
Seorang pemuda tampan muncul di ruang tamu ketika Ranti pulang sekolah diantar Wardoyo. Laki-laki itu berpenampilan rapi dan necis seperti orang kantoran. Laki-laki itu datang bersama kedua orang tuanya. Mereka bermaksud melamar Ranti.
Laki-laki itu bernama Marwan. Kedua orang tuanya masih memiliki hubungan saudara jauh dengan Pak Sasmita. Pak Herman, nama ayah Marwan tersebut, adalah orang sukses yang bekerja di kota Jakarta. Beberapa bulan ini Pak Herman mulai membuka usaha di kampungnya. Ketika perayaan malam tahun baru kemarin Herman dan anaknya sempat melihat Ranti menyanyikan lagu dangdut di pentas balai desa. Herman berniat menjodohkan anaknya dengan Ranti sekaligus untuk memperlebar bisnis-bisnisnya di desa itu. Apalagi di masa kanak-kanaknya Ranti dan Marwan sudah saling kenal meskipun tak begitu akrab.
“Aku belum mau menikah ayah, aku ingin melanjutkan sekolah dulu.” Jawab Ranti ketika Pak Sasmita menanyakan padanya sebelum dipertemukan dengan Marwan.
Di kursi panjang besar berukir, Pak Sasmita duduk bersama istrinya. Di hadapannya, Pak Herman dan istrinya duduk mengapit Marwan yang tampak sesekali tersenyum. Marwan begitu yakin bahwa lamarannya akan diterima oleh Ranti.
Pak Herman pun meyampaikan maksud kedatangannya. Mereka sangat berharap Ranti mau menjadi menantu mereka. Jantung Ranti berdegub kencang menunggu reaksi ayahnya. Tak terlintas di benaknya untuk menikah muda dengan siapapun juga.
“Bukan kami tak menerima lamaranmu Marwan, bukan pula kami menolak.
Tetapi semua keputusan ada pada diri Ranti yang akan menjalaninya,” kata Pak Sasmita bijak.
“Jadi bagaiman nak Ranti, apakah kamu mau terima lamaran kami?” Tanya Pak Herman.
“Saya ingin melanjutkan sekolah paman…, aku juga ingin bekerja dulu.” Ucap Ranti pelan.
Marwan langsung berubah air mukanya mendengar jawaban Ranti. Pak Herman tampak menahan perasaannya. Ada penyesalan dari sorot mata Herman yang tampak beringas. Bu Herman langsung menunduk dan tak mau berkata-kata lagi.
“Kita ini masih terhitung saudara kangmas. Alangkah baiknya bila kita mempererat silaturahmi dengan menjodohkan mereka. Mungkin mereka bisa ditunangkan dulu atau bagaimana, itu akan lebih baik.” Pak Herman berkeras.
“Apa kamu sudah punya pacar Ranti?” Tanya bu Harni.
“Saya belum punya pacar bu, saya hanya ingin fokus untuk sekolah dulu.” Ucap Ranti.
Pak Sasmita tak memberi keputusan apapun mengenai lamaran keluarga Marwan. Laki-laki setengah baya itu menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Ranti. Herman dan keluarganya meninggalkan rumah Pak Sasmita dengan kecewa tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa. Akan halnya dengan Marwan, dia masih tampak menggebu-gebu untuk memperistri Ranti.
Sebenarnya, selain karena Ranti ingin melanjutkan sekolah, Pak Sasmita merasa tak enak hati untuk menjodohkan anaknya dengan Marwan karena mengetahui kedekatan Wardoyo dengan anaknya meskipun masih sebatas pertemanan biasa.
Marwan yang tetap menginginkan Ranti akhirnya pasrah menerima kenyataan. Apalagi di kemudian hari dia juga mengetahui kedekatan Ranti dengan Wardoyo.
Sementara itu, begitu mengetahui Ranti dilamar orang, Wardoyo merasa panas hati dan tak sabar menunggu adanya kesempatan. Wardoyo ingin secepatnya mengungkapkan isi hatinya kepada Ranti.
Maka pada suatu hari sepulang sekolah Wardoyo mengajak Ranti jalan-jalan ke Bendungan Sokaraja. Wardoyo tampak begitu bahagia mengendarai sepeda motornya sementara Ranti duduk di belakangnya. Orang-orang yang melihat mereka tampak berdecak kagum. Para pemuda merasa iri melihat kemesraan mereka. Para tetangga mengibaratkan kedua nya seumpama Rama dan Shinta, atau Romeo dan Juliet yang begitu serasi.
Mereka menyusuri jalanan desa, mampir ke kios orang tua Ranti dan sebentar ke sawah Pak Sasmita mengantar makanan untuk para pekerja. Tampaknya Pak Sasmita tak keberatan atas kedekatan anaknya dengan Wardoyo.
Selesai dari sawah mereka langsung mengarah ke bendungan Sokaraja. Biasanya pada hari minggu seperti ini bendungan ramai oleh muda-mudi yang sedang berpacaran.
Mereka sampai di Bendungan Sokaraja ketika matahari tepat diatas kepala. Tampak beberapa pasang remaja telah berada di bendungan itu. Ada yang duduk santai di tenda-tenda tukang es dan penjual makanan ringan. Ada pula yang tampak berdiri menikmati suasana bendungan dengan hutan jatinya yang dingin.
Para pedagang langsung menawari mereka makanan begitu melihat Wardoyo dan Ranti turun dari sepeda motornya. Wardoyo dan Ranti menghampiri tenda penjual es kelapa muda. Wardoyo langsung memesan es kelapa muda.
Sambil menikmati es kelapa muda Wardoyo dan Ranti duduk santai dengan obrolan panjang mereka. Obrolan yang sebenarnya hanya basa-basi Wardoyo saja hingga ujung-ujungnya dia mengungkapkan isi hatinya. Wardoyo menatap wajah Ranti yang begitu asyik menikmati es kelapa dari batok kelapanya langsung.
“Saya ingin menyampaikan sesuatu Ranti, terserah kamu mau menerima atau tidak. Sejujurnya aku katakan kalau aku mencintaimu” kata Wardoyo.
Ranti terdiam. Sorot matanya seolah ingin mengucapkan kata-kata yang sama, tetapi dia hanya diam membisu.
“Bagaimana Ranti, maukah kau menjadi kekasihku?” kata Wardoyo lagi, tampak salah tingkah.
“Aku belum mau pacaran dulu Yok, aku ingin menyelesaikan sekolahku, meneruskan kuliah dan masih banyak lagi yang ingin kulakukan.”
“Bukankah sambil sekolah atau apapun kita bisa saling mencinta, saling menyayangi...?”
“Aku tahu, tapi aku belum bisa untuk saat ini.”
Wardoyo tak bisa memaksa Ranti. Dia menyadari bahwa Ranti memiliki cita-cita yang harus diwujudkannya. Hatinya merasa sedih.
“Tapi setelah ini, setelah aku ungkapkan perasaanku, kita masih tetap bersahabat kan Ranti?”
“Iya, masih…”
Mereka pulang pada sore harinya. Di setengah perjalanan laju sepeda motor mereka mendadak oleng.
“Aduh, kenapa dengan motorku ini,” gumam Wardoyo panik.
"Coba dilihat dulu, mungkin bannya kempes Yok!"
Mereka turun. Wardoyo mengecek sepeda motornya, bannya memang kempes. Wardoyo mendorong motor itu sementara Ranti mengikutinya di belakang. Hingga jauh berjalan mereka tak juga menemukan tukang tambal ban. Wardoyo tampak kelelahan dan pakaiannya basah oleh keringat.
“Kenapa motornya dik?” Tanya seseorang yang berpapasan dengan mereka.
“Kempes bannya mas.”
“Itu, ada tukang tambal ban di tikungan sana.”
Mereka berhenti di tukang tambal ban tersebut. Sang pemilik bengkel tampak sedang menambal beberapa ban motor lainnya dan mereka harus menunggu. Selama menunggu giliran, seorang kakek tua menghampiri mereka. Kakek tua tersebut berjalan dengan tertatih-tatih. Sikapnya tampak aneh kepada Wardoyo dan Ranti.
“Anak muda, apakah kalian sepasang kekasih?”
“Iya,” ucap Wardoyo enteng. Ranti memasang wajah cemberut tetapi tidak membantah.
“Jika kalian memang pasangan kekasih, berhati-hatilah. Sepertinya kalian tidak berjodoh.”
“Jlebbh !”
Mendengar ucapan kakek tua di depannya, perasaan Wardoyo mendadak tidak enak. Ditatapnya laki-laki renta itu. Janggutnya yang panjang tampak berkibar-kibar oleh angin yang bertiup keras. Wardoyo memperhatikan tas yang tersampir di bahu kakek tua itu, tampak kumal dan kotor.
“Apa maksud kakek?”
“Tidak, saya tidak bermaksud apa-apa. Saya hanya mengira-ngira saja.”
“Sudah, biarkan saja Yok, ngapain kamu ngurusin kakek itu? Dia hanya ngelantur ...”
“Jadi… Jadi kamu mau menerima cintaku Ranti?” Ranti tak menjawab.
“Motornya dimajukan saja mas, biar lebih gampang nambalnya.” Suara pemilik bengkel mengagetkan mereka. Wardoyo langsung memajukan sepeda motornya.
“Ranti, di mana kakek itu tadi?” Tanya Wardoyo mendapati si kakek sudah tak ada lagi di tempatnya.
“Nggak tahu Yok, mungkin dia sudah masuk ke dalam kampung”
“Aneh sekali kakek itu, kenapa dia ngomong seperti itu?” Wardoyo menoleh ke tukang tambal ban yang mulai mencopot ban sepeda motornya.
“Mas, kenal dengan kakek-kakek tadi?”
“Kakek? Kakek yang mana?”
“Yang tadi duduk di sini dan ngobrol dengan kami.” Jawab Wardoyo.
“Tidak ada kakek atau siapapun dari tadi.” Saya hanya melihat kalian berdua di tempat ini.
Wardoyo dan Ranti saling pandang. Mereka tak mau berbantah-bantah dengan tukang tambal ban itu. Dalam fikiran mereka, tukang tambal ban itu memang tak memperhatikan, atau benar-benar tak menyadari kehadiran kakek tua berjanggut tadi.
Perayaan tahun baru ini diharapkan membawa kesuksesan dan harapan yang juga baru. Wardoyo yang telah menyelesaikan sekolahnya di SMP dengan hasil terbaik melanjutkan sekolahnya di kota Kecamatan, di SMA Favorit yang mensyaratkan NEM tinggi bagi calon siswanya. Demikian pula dengan Ranti, Kandar, dan Mardi. Mereka sekolah di SMA favorit tersebut.
Dengan sekolah di SMA yang sama ini membuat Wardoyo semakin dekat dengan Ranti. Kedekatan mereka pun tak sebatas pertemuan di sawah atau di pasar, tetapi juga di sekolah dan di lingkungan mereka. Seperti malam ini, Wardoyo dan Ranti datang bersama menghadiri perayaan malam tahun baru di desa mereka.
Para biduan dari kota kabupaten telah tampil silih berganti menyanyikan lagu-lagunya. Kini saatnya para pemuda desa Krandekan untuk tampil unjuk kebolehan. Desa Krandekan yang terdiri dari beberapa dusun seperti Kopenan, Segeran, Lempuhan dan dusun-dusun lainnya memiliki banyak muda-mudi yang gemar bernyanyi. Biasanya mereka akan tampil menyumbangkan lagu-lagu andalannya.
Para pemuda desa Krandekan telah menunggu tampilnya para biduan dadakan tersebut. Ranti adalah orang yang paling ditunggu-tunggu tampilnya di atas panggung. Seperti biasanya Ranti turut menyumbangkan lagu kesayangannya. Sebuah lagu cinta namun lara.
Ranti tampil lincah dan memukau menyanyikan lagu dangdutnya di hadapan teman-teman dan warga desa. Ranti larut dalam irama dangdut yang dibawakannya. Riuh kekaguman dan suitan para pemuda mengiringi Ranti yang bernyanyi dengan anggun dan mempesona.
Banyak orang yang terkagum-kagum atas penampilan Ranti. Seperti yang tampak di sudut deretan belakang kursi pengunjung, seorang pemuda yang duduk di sebelah ayahnya memperhatikan seksama dari awal penampilan Ranti di panggung perayaan tersebut. Pemuda berpenampilan necis itu seolah tak berkedip melihat Ranti yang bernyanyi dengan penuh percaya diri.
***
Ranti yang tumbuh menjadi gadis cantik rupawan telah membuat banyak pemuda mengaguminya. Orang-orang tua pun banyak yang menginginkan Ranti untuk menjadi menantu. Hampir semua pemuda desa Krandekan tertarik dan berebut untuk mencuri perhatian Ranti.
Dengan tanpa adanya kekasih membuat Ranti semakin dibicarakan orang. Banyak yang menilai Ranti sudah cukup dewasa dan sudah layak untuk menikah seperti lazimnya para pemuda desa Krandekan. Biasanya, gadis berusia 18 tahun di desa Krandekan dan sekitarnya sudah dijodohkan orang tuanya dan kimpoi muda.
Tetapi Pak Sasmita tak seperti warga lain di desa itu yang dengan enteng menjodohkan anaknya. Ranti telah diberi kebebasan untuk memilih pria manapun yang akan menjadi suaminya. Sementara Ranti sendiri telah berniat untuk tidak berpacaran dulu sebelum cita-citanya tercapai.
Seorang pemuda tampan muncul di ruang tamu ketika Ranti pulang sekolah diantar Wardoyo. Laki-laki itu berpenampilan rapi dan necis seperti orang kantoran. Laki-laki itu datang bersama kedua orang tuanya. Mereka bermaksud melamar Ranti.
Laki-laki itu bernama Marwan. Kedua orang tuanya masih memiliki hubungan saudara jauh dengan Pak Sasmita. Pak Herman, nama ayah Marwan tersebut, adalah orang sukses yang bekerja di kota Jakarta. Beberapa bulan ini Pak Herman mulai membuka usaha di kampungnya. Ketika perayaan malam tahun baru kemarin Herman dan anaknya sempat melihat Ranti menyanyikan lagu dangdut di pentas balai desa. Herman berniat menjodohkan anaknya dengan Ranti sekaligus untuk memperlebar bisnis-bisnisnya di desa itu. Apalagi di masa kanak-kanaknya Ranti dan Marwan sudah saling kenal meskipun tak begitu akrab.
“Aku belum mau menikah ayah, aku ingin melanjutkan sekolah dulu.” Jawab Ranti ketika Pak Sasmita menanyakan padanya sebelum dipertemukan dengan Marwan.
Di kursi panjang besar berukir, Pak Sasmita duduk bersama istrinya. Di hadapannya, Pak Herman dan istrinya duduk mengapit Marwan yang tampak sesekali tersenyum. Marwan begitu yakin bahwa lamarannya akan diterima oleh Ranti.
Pak Herman pun meyampaikan maksud kedatangannya. Mereka sangat berharap Ranti mau menjadi menantu mereka. Jantung Ranti berdegub kencang menunggu reaksi ayahnya. Tak terlintas di benaknya untuk menikah muda dengan siapapun juga.
“Bukan kami tak menerima lamaranmu Marwan, bukan pula kami menolak.
Tetapi semua keputusan ada pada diri Ranti yang akan menjalaninya,” kata Pak Sasmita bijak.
“Jadi bagaiman nak Ranti, apakah kamu mau terima lamaran kami?” Tanya Pak Herman.
“Saya ingin melanjutkan sekolah paman…, aku juga ingin bekerja dulu.” Ucap Ranti pelan.
Marwan langsung berubah air mukanya mendengar jawaban Ranti. Pak Herman tampak menahan perasaannya. Ada penyesalan dari sorot mata Herman yang tampak beringas. Bu Herman langsung menunduk dan tak mau berkata-kata lagi.
“Kita ini masih terhitung saudara kangmas. Alangkah baiknya bila kita mempererat silaturahmi dengan menjodohkan mereka. Mungkin mereka bisa ditunangkan dulu atau bagaimana, itu akan lebih baik.” Pak Herman berkeras.
“Apa kamu sudah punya pacar Ranti?” Tanya bu Harni.
“Saya belum punya pacar bu, saya hanya ingin fokus untuk sekolah dulu.” Ucap Ranti.
Pak Sasmita tak memberi keputusan apapun mengenai lamaran keluarga Marwan. Laki-laki setengah baya itu menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Ranti. Herman dan keluarganya meninggalkan rumah Pak Sasmita dengan kecewa tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa. Akan halnya dengan Marwan, dia masih tampak menggebu-gebu untuk memperistri Ranti.
Sebenarnya, selain karena Ranti ingin melanjutkan sekolah, Pak Sasmita merasa tak enak hati untuk menjodohkan anaknya dengan Marwan karena mengetahui kedekatan Wardoyo dengan anaknya meskipun masih sebatas pertemanan biasa.
Marwan yang tetap menginginkan Ranti akhirnya pasrah menerima kenyataan. Apalagi di kemudian hari dia juga mengetahui kedekatan Ranti dengan Wardoyo.
Sementara itu, begitu mengetahui Ranti dilamar orang, Wardoyo merasa panas hati dan tak sabar menunggu adanya kesempatan. Wardoyo ingin secepatnya mengungkapkan isi hatinya kepada Ranti.
Maka pada suatu hari sepulang sekolah Wardoyo mengajak Ranti jalan-jalan ke Bendungan Sokaraja. Wardoyo tampak begitu bahagia mengendarai sepeda motornya sementara Ranti duduk di belakangnya. Orang-orang yang melihat mereka tampak berdecak kagum. Para pemuda merasa iri melihat kemesraan mereka. Para tetangga mengibaratkan kedua nya seumpama Rama dan Shinta, atau Romeo dan Juliet yang begitu serasi.
Mereka menyusuri jalanan desa, mampir ke kios orang tua Ranti dan sebentar ke sawah Pak Sasmita mengantar makanan untuk para pekerja. Tampaknya Pak Sasmita tak keberatan atas kedekatan anaknya dengan Wardoyo.
Selesai dari sawah mereka langsung mengarah ke bendungan Sokaraja. Biasanya pada hari minggu seperti ini bendungan ramai oleh muda-mudi yang sedang berpacaran.
Mereka sampai di Bendungan Sokaraja ketika matahari tepat diatas kepala. Tampak beberapa pasang remaja telah berada di bendungan itu. Ada yang duduk santai di tenda-tenda tukang es dan penjual makanan ringan. Ada pula yang tampak berdiri menikmati suasana bendungan dengan hutan jatinya yang dingin.
Para pedagang langsung menawari mereka makanan begitu melihat Wardoyo dan Ranti turun dari sepeda motornya. Wardoyo dan Ranti menghampiri tenda penjual es kelapa muda. Wardoyo langsung memesan es kelapa muda.
Sambil menikmati es kelapa muda Wardoyo dan Ranti duduk santai dengan obrolan panjang mereka. Obrolan yang sebenarnya hanya basa-basi Wardoyo saja hingga ujung-ujungnya dia mengungkapkan isi hatinya. Wardoyo menatap wajah Ranti yang begitu asyik menikmati es kelapa dari batok kelapanya langsung.
“Saya ingin menyampaikan sesuatu Ranti, terserah kamu mau menerima atau tidak. Sejujurnya aku katakan kalau aku mencintaimu” kata Wardoyo.
Ranti terdiam. Sorot matanya seolah ingin mengucapkan kata-kata yang sama, tetapi dia hanya diam membisu.
“Bagaimana Ranti, maukah kau menjadi kekasihku?” kata Wardoyo lagi, tampak salah tingkah.
“Aku belum mau pacaran dulu Yok, aku ingin menyelesaikan sekolahku, meneruskan kuliah dan masih banyak lagi yang ingin kulakukan.”
“Bukankah sambil sekolah atau apapun kita bisa saling mencinta, saling menyayangi...?”
“Aku tahu, tapi aku belum bisa untuk saat ini.”
Wardoyo tak bisa memaksa Ranti. Dia menyadari bahwa Ranti memiliki cita-cita yang harus diwujudkannya. Hatinya merasa sedih.
“Tapi setelah ini, setelah aku ungkapkan perasaanku, kita masih tetap bersahabat kan Ranti?”
“Iya, masih…”
Mereka pulang pada sore harinya. Di setengah perjalanan laju sepeda motor mereka mendadak oleng.
“Aduh, kenapa dengan motorku ini,” gumam Wardoyo panik.
"Coba dilihat dulu, mungkin bannya kempes Yok!"
Mereka turun. Wardoyo mengecek sepeda motornya, bannya memang kempes. Wardoyo mendorong motor itu sementara Ranti mengikutinya di belakang. Hingga jauh berjalan mereka tak juga menemukan tukang tambal ban. Wardoyo tampak kelelahan dan pakaiannya basah oleh keringat.
“Kenapa motornya dik?” Tanya seseorang yang berpapasan dengan mereka.
“Kempes bannya mas.”
“Itu, ada tukang tambal ban di tikungan sana.”
Mereka berhenti di tukang tambal ban tersebut. Sang pemilik bengkel tampak sedang menambal beberapa ban motor lainnya dan mereka harus menunggu. Selama menunggu giliran, seorang kakek tua menghampiri mereka. Kakek tua tersebut berjalan dengan tertatih-tatih. Sikapnya tampak aneh kepada Wardoyo dan Ranti.
“Anak muda, apakah kalian sepasang kekasih?”
“Iya,” ucap Wardoyo enteng. Ranti memasang wajah cemberut tetapi tidak membantah.
“Jika kalian memang pasangan kekasih, berhati-hatilah. Sepertinya kalian tidak berjodoh.”
“Jlebbh !”
Mendengar ucapan kakek tua di depannya, perasaan Wardoyo mendadak tidak enak. Ditatapnya laki-laki renta itu. Janggutnya yang panjang tampak berkibar-kibar oleh angin yang bertiup keras. Wardoyo memperhatikan tas yang tersampir di bahu kakek tua itu, tampak kumal dan kotor.
“Apa maksud kakek?”
“Tidak, saya tidak bermaksud apa-apa. Saya hanya mengira-ngira saja.”
“Sudah, biarkan saja Yok, ngapain kamu ngurusin kakek itu? Dia hanya ngelantur ...”
“Jadi… Jadi kamu mau menerima cintaku Ranti?” Ranti tak menjawab.
“Motornya dimajukan saja mas, biar lebih gampang nambalnya.” Suara pemilik bengkel mengagetkan mereka. Wardoyo langsung memajukan sepeda motornya.
“Ranti, di mana kakek itu tadi?” Tanya Wardoyo mendapati si kakek sudah tak ada lagi di tempatnya.
“Nggak tahu Yok, mungkin dia sudah masuk ke dalam kampung”
“Aneh sekali kakek itu, kenapa dia ngomong seperti itu?” Wardoyo menoleh ke tukang tambal ban yang mulai mencopot ban sepeda motornya.
“Mas, kenal dengan kakek-kakek tadi?”
“Kakek? Kakek yang mana?”
“Yang tadi duduk di sini dan ngobrol dengan kami.” Jawab Wardoyo.
“Tidak ada kakek atau siapapun dari tadi.” Saya hanya melihat kalian berdua di tempat ini.
Wardoyo dan Ranti saling pandang. Mereka tak mau berbantah-bantah dengan tukang tambal ban itu. Dalam fikiran mereka, tukang tambal ban itu memang tak memperhatikan, atau benar-benar tak menyadari kehadiran kakek tua berjanggut tadi.
***
Diubah oleh pijar88 22-11-2014 21:47
itkgid dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Kutip
Balas

Shortcut:








