- Beranda
- Stories from the Heart
3 KONTRAKAN 1 KOST
...
TS
audrianramanta
3 KONTRAKAN 1 KOST
3 KONTRAKAN 1 KOST
INTRO
Halo agan dan aganwati sekalian...setelah lama jadi silent reader akhirnya aku mutusin juga untuk nyeritain kisah hidupku yang kayak permen nano-nano (itu lho yang manis asem asin rame rasanya
). Sebelum aku nyeritain kisah ini aku mau kenalin diri dulu.Namaku Rian dan ini nama asli ku lho (terus agan harus bilang "wow" gitu?
).Cukup namaku aja yang asli dan nama tokoh-tokoh lain aku samarin ya (Takut kena UU Pencemaran Polusi Udara...eh Pencemaran Nama Baik maksudnya
).
Sekarang umurku 24 tahun dan baru aja masuk kuliah S2 di kota Jogja berhati nyaman
.Sebelumnya aku kuliah S1 Teknik Sipil di Malang.Kota yang dulunya kota bunga dan berubah jadi kota ruko sekarang...hehehehe.
Durasi kisah ini terjadi 6 tahun lalu saat aku masih unyu-unyu bau penyu (halah...
),masih jadi mahasiswa teknik yang penuh suka duka sampai aku jadi seperti ini (Seperti apa ya??
).Semoga aja aku bisa terus Update kisahnya ya...jangan lupa kalo berkenan bisa kasih
udah cukup kok apalagi yang ngasih
Intinya Selamat menikmati Kisah ini...
Index 2
Index 3
INTRO
Spoiler for NEW COVER:
Halo agan dan aganwati sekalian...setelah lama jadi silent reader akhirnya aku mutusin juga untuk nyeritain kisah hidupku yang kayak permen nano-nano (itu lho yang manis asem asin rame rasanya
). Sebelum aku nyeritain kisah ini aku mau kenalin diri dulu.Namaku Rian dan ini nama asli ku lho (terus agan harus bilang "wow" gitu?
).Cukup namaku aja yang asli dan nama tokoh-tokoh lain aku samarin ya (Takut kena UU Pencemaran Polusi Udara...eh Pencemaran Nama Baik maksudnya
).Sekarang umurku 24 tahun dan baru aja masuk kuliah S2 di kota Jogja berhati nyaman
.Sebelumnya aku kuliah S1 Teknik Sipil di Malang.Kota yang dulunya kota bunga dan berubah jadi kota ruko sekarang...hehehehe.Durasi kisah ini terjadi 6 tahun lalu saat aku masih unyu-unyu bau penyu (halah...
),masih jadi mahasiswa teknik yang penuh suka duka sampai aku jadi seperti ini (Seperti apa ya??
).Semoga aja aku bisa terus Update kisahnya ya...jangan lupa kalo berkenan bisa kasih
udah cukup kok apalagi yang ngasih
Intinya Selamat menikmati Kisah ini...

Quote:
Spoiler for PRAKONTRAKAN (Before 2007- 2007):
Spoiler for KONTRAKAN PERTAMA (2007-2008):
Spoiler for KONTRAKAN KEDUA (2008-2009):
Spoiler for KONTRAKAN KETIGA (2009-2011):
Index 2
Index 3
Polling
0 suara
Siapa karakter favorit agan di thread ini?
Diubah oleh audrianramanta 02-10-2013 06:58
bagasdiamara269 dan 29 lainnya memberi reputasi
30
1.3M
3.4K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
audrianramanta
#3050
Update Malam....Selamat menikmati
PART 2 Secuil Firasat (2)
Firasat gak enak itu pun makin lama makin besar, sekarang merambah ke jantungku yang berdebar-debar.Firasat tentang Vania yang aku sendiri tak bisa jelaskan apa penyebabnya.
Aku awalnya tak terlalu memikirkannya. Akan tetapi,Mas Nubi yang mengajakku makan soto di suatu siang menangkap keganjilan di wajahku.
"Napa kamu yan ? sedari tadi aku lihat bawaannya ngelamun aja, lagi sakit ? apa mungkin berantem lagi ?hobi kok berantem, hobi yang lain kek !"
"Gak kok Mas, aku baik-baik aja, aku sama Sari adem ayem" jawabku kalem.
"Oooh...syukurlah kirain ada masalah." Mas Nubi menepuk bahuku sembari menyantap sotonya. "Tolong ambil kecapnya dong Yan gak enak nih kalo keasinan,"
"hmm" ujarku gak konsen.
"Astaga !...kecap manis, bukan tusuk gigi kampret !"Ia menjitak kepalaku, menyadarkan lamunanku.
"Sorry mas...sorry mas, hehehe". Aku meminta maaf.Wajahku memerah salah tingkah.
Mas Nubi akhirnya menaruh sendok dan garpunya. " Jujur deh, ada apa ?" Mata Mas Nubi yang sipit, setengah melebar, menyoroti wajahku dengan tegas.
Aku yang gak bisa lagi berpura-pura tenang menyembunyikan kegelisahanku lantas mulai bersuara."Sejak pagi tadi aku punya firasat gak enak tentang temenku Mas.Sahabat lamaku.Kayak ada yang membuatku resah sedari pagi, tapi aku gak bisa menjelaskannya. Cuma bisa dirasaain aja"
"Hmm..." Mas Nubi mengangguk-angguk, rautnya berpikir." menurutku firasat itu anugerah sekaligus musibah Yan. Dulu, sehari sebelum Mbah ku di Klaten sedo (meninggal). Aku nyaris gak bisa tidur, tiap jam selalu kebangun, ulu hatiku kayak ditusuk-tusuk...bayangan mbahku tiap detik muncul setiap aku berusaha memejamkan mata. Awalnya aku anggap angin lalu, tapi keesokan paginya..." Mas Nubi gak melanjutkan kata-katanya.Sekelumit ekspresi sedihnya muncul,namun sekejap hilang lagi. Ia menyeruput kuah soto terakhirnya. Sedangkan ucapannya membuatku berpikir.
"Apa aku telpon aja ya temenku hari ini ? setidaknya nanyain kabarnya"
"Nah itu lebih baik...hitung-hitung silaturahmi. Toh...silaturahmi juga bisa lewat telpon."
Tapi ada masalah. Nomer Bang Tyo tidak bisa dihubungi lagi.Cuma ada suara mailbox berulang kali setiap aku menghubungi nomernya. Lantas Dedi,Dota dan Yanu pun aku hubungi satu per satu. Namun mereka bertiga sama-sama tak punya nomer Bang Tyo yang bisa dihubungi.
Untungnya Yanu memberi solusi terbaiknya.
"Bukannya cuma satu orang lagi yang kayaknya tahu nomernya Bang Tyo yang masih aktif yan ?"seperti itu kata Yanu padaku. Ia menyebutkan sebuah nama padaku : Mbak Nahdia.
"Pinter juga kamu Nu" ujarku tiba-tiba memujinya. Bisa-bisanya aku melupakan mbak Nahdia. Orang yang paling dekat dengan Vania sekaligus Bang Tyo tentunya. Maka tak perlu berlama-lama lagi ‒ tentunya berharap cemas apakah nomer Mbak Nahdia di hapeku masih aktif ‒ aku menelponnya.Ternyata ia mengangkat telponku.
"Ya ampun Rian, kamu itu ya gak ada hujan gak ada angin tiba-tiba nelpon, gimana kabarnya ? Mbak kangen sama kamu nih, mbok sekali-sekali main ke Semarang, kan relatif dekat jaraknya dengan Jogja." Suara Mbak Nahdia masih tetap ringan dan menghangatkan ketika kami mengawali obrolan singkat ini.
"Hehehe... baik Mbak, maafin aku ya, habis sibuk juga ngurusin S2 ama kerjaan di Jogja. Mbak gimana kabarnya, denger-denger udah ada calon ya ?"
"Semoga kalau lancar gak ada halangan, tengah tahun 2013 akad nikah sekaligus resepsinya bakal berlangsung di Pati Yan." ujarnya
"Syukur deh Mbak, jangan lupa undangannya kalo gitu" jawabku sekenanya soalnya ada yang lebih penting dan utama saat ini. "Mbak ada kabar dari Vania ? aku pengen nelpon Bang Tyo nanyain kabar mereka berdua tapi nomernya gak aktif, mungkin Mbak tahu nomernya atau paling gak kabarnya."
Ucapanku membalikkan atmosfir obrolan kami. Nada suara Mbak Nahdia mendadak sedikit suram dan lirih. "Vani tepat minggu lalu opname lagi Yan, kondisi kesehatannya naik turun, begitu yang aku dengar dari Tyo, tapi harusnya hari ini sudah keluar dari rumah sakit. Aku belum sempat menelponnya lagi. Kamu tahu sendiri kesibukan Mbak kan? Harus ngurusin jadwal konsultasi pasien yang gak ada habisnya, belum lagi si Mbok gak bisa ditinggal. Lagipula Tyo selalu bilang ditelpon seolah dia bisa menangani sendiri urusan Vani. Aku sudah berulang kali menawarkan bantuan tapi dia menolak secara halus."
"Lalu, Mbak Nahdia kok gak cerita sama aku atau anak kontrakan lainnya?"
"Tyo gak mau merepotkan aku, kamu atau anak-anak lainnya, dia ngerasa sudah terlalu banyak merepotkan. Kamu pasti sudah tahu sebagai sahabatnya, Tyo wataknya keras, apa-apa pengen dikerjakan sendiri."
Setelah obrolan singkat itu, Mbak Nahdia memberikan aku nomor handphone Bang Tyo sekaligus nomor handphone Tante Vina, mamanya Vania. Dan diantara kedua nomer itu, akhirnya Tante Vina lah yang mengangkat telponnya.Sedikit berbasa-basi menanyakan kabar, akhirnya tante Vina memberikan telponnya kepada Bang Tyo, kebetulan ia sedang tidak kerja.
"Kamu itu ya Bang ! susah dihubungin, apa salahnya sih ngasih tahu, kalo nomermu ganti ?"
Bang Tyo kaget, mendengar nada suaraku meninggi di telpon."Astaga Yan, sudah lama gak ngobrol rada enakan napa ngomongnya ?".
"M-maaf" jawabku sekaligus merendahkan suaraku yang sempat meninggi." Bang, Vani katanya diopname, gimana kabarnya ? apa dia baik-baik aja ? kalian gak sedang kesusahan kan?"
"Pasti Mbak Nahdia yang memberi kabar ya ? tenang Yan,Vani baik-baik aja kok Yan, tuh lagi disuapin sama Mama, kondisinya semakin membaik kok, tangan kanannya yang sempat lumpuh sudah lumayan bisa digerakin setelah terapi. Butuh terapi saraf lebih banyak lagi sih.Kami bertiga, aku Mama sama Vani, hendak ke Malang, Lusa. Terus mampir ke Batu, refreshing. Udara segar kayaknya cocok buat penyembuhan Vani.Bentar...bentar aku kasih telponnya ke Vani."
Suara langkah kaki dan suara Bang Tyo yang berbicara dengan Vania terdengar di kupingku. Lantas hening. Tapi aku tahu sekarang Vania sedang mendengarkanku.
"Vani, maafin aku ya gak sempat besuk kamu lama sekali, tapi aku janji dalam waktu dekat ini bakal main ke tempatmu"
Vani berusaha berbicara, namun yang terdengar seperti erangan lirih. Setidaknya aku menangkap kata Sari di penggalan terakhir nadanya.
"Iya Sari juga pasti ikut Van, dia pasti kangen sama kamu, Yanu, Dota Dedi juga pasti dateng kok. Tunggu kami ya." Tapi Vania mendadak sesenggukan di telepon,tangisan bahagianya bercampur kerinduan.
"Jangan nangis dong Van. Gak cocok buat wajah cantikmu, ntar tambah tua lo kalokebanyakan nangis". Ujarku menghiburnya, cukup berhasil, disela tangisnya ia tertawa. Padahal hatiku sudah mencelos mendengar tangisannya.."... yang penting kamu harus sehat lagi, kamu puas-puasin jalan-jalan sama suamimu sama mamamu, gak boleh sedih ya Van"
Terdengar suara ketukan sekali di telpon, yang berarti isyaratnya untuk mengatakan 'Ya'. Pembicaraanku pun aku sudahi.
Nafasku berangsur teratur lantaran bisa sedikit bernafas lega mendengar kabar dari Bang Tyo terlebih dari Vania untuk yang pertama kali setelah lama putus kontak dengan mereka. aku letakkan hapeku dan menjatuhkan diri ke kasur. Sembari mengerjapkan mata sebentar, aku mengambil kembali secarik kertas dari catatan Vania.
Kenapa....firasatku masih gak enak ya ?
(BERSAMBUNG)

PART 2 Secuil Firasat (2)
Firasat gak enak itu pun makin lama makin besar, sekarang merambah ke jantungku yang berdebar-debar.Firasat tentang Vania yang aku sendiri tak bisa jelaskan apa penyebabnya.
Aku awalnya tak terlalu memikirkannya. Akan tetapi,Mas Nubi yang mengajakku makan soto di suatu siang menangkap keganjilan di wajahku.
"Napa kamu yan ? sedari tadi aku lihat bawaannya ngelamun aja, lagi sakit ? apa mungkin berantem lagi ?hobi kok berantem, hobi yang lain kek !"
"Gak kok Mas, aku baik-baik aja, aku sama Sari adem ayem" jawabku kalem.
"Oooh...syukurlah kirain ada masalah." Mas Nubi menepuk bahuku sembari menyantap sotonya. "Tolong ambil kecapnya dong Yan gak enak nih kalo keasinan,"
"hmm" ujarku gak konsen.
"Astaga !...kecap manis, bukan tusuk gigi kampret !"Ia menjitak kepalaku, menyadarkan lamunanku.
"Sorry mas...sorry mas, hehehe". Aku meminta maaf.Wajahku memerah salah tingkah.
Mas Nubi akhirnya menaruh sendok dan garpunya. " Jujur deh, ada apa ?" Mata Mas Nubi yang sipit, setengah melebar, menyoroti wajahku dengan tegas.
Aku yang gak bisa lagi berpura-pura tenang menyembunyikan kegelisahanku lantas mulai bersuara."Sejak pagi tadi aku punya firasat gak enak tentang temenku Mas.Sahabat lamaku.Kayak ada yang membuatku resah sedari pagi, tapi aku gak bisa menjelaskannya. Cuma bisa dirasaain aja"
"Hmm..." Mas Nubi mengangguk-angguk, rautnya berpikir." menurutku firasat itu anugerah sekaligus musibah Yan. Dulu, sehari sebelum Mbah ku di Klaten sedo (meninggal). Aku nyaris gak bisa tidur, tiap jam selalu kebangun, ulu hatiku kayak ditusuk-tusuk...bayangan mbahku tiap detik muncul setiap aku berusaha memejamkan mata. Awalnya aku anggap angin lalu, tapi keesokan paginya..." Mas Nubi gak melanjutkan kata-katanya.Sekelumit ekspresi sedihnya muncul,namun sekejap hilang lagi. Ia menyeruput kuah soto terakhirnya. Sedangkan ucapannya membuatku berpikir.
"Apa aku telpon aja ya temenku hari ini ? setidaknya nanyain kabarnya"
"Nah itu lebih baik...hitung-hitung silaturahmi. Toh...silaturahmi juga bisa lewat telpon."
Tapi ada masalah. Nomer Bang Tyo tidak bisa dihubungi lagi.Cuma ada suara mailbox berulang kali setiap aku menghubungi nomernya. Lantas Dedi,Dota dan Yanu pun aku hubungi satu per satu. Namun mereka bertiga sama-sama tak punya nomer Bang Tyo yang bisa dihubungi.
Untungnya Yanu memberi solusi terbaiknya.
"Bukannya cuma satu orang lagi yang kayaknya tahu nomernya Bang Tyo yang masih aktif yan ?"seperti itu kata Yanu padaku. Ia menyebutkan sebuah nama padaku : Mbak Nahdia.
"Pinter juga kamu Nu" ujarku tiba-tiba memujinya. Bisa-bisanya aku melupakan mbak Nahdia. Orang yang paling dekat dengan Vania sekaligus Bang Tyo tentunya. Maka tak perlu berlama-lama lagi ‒ tentunya berharap cemas apakah nomer Mbak Nahdia di hapeku masih aktif ‒ aku menelponnya.Ternyata ia mengangkat telponku.
"Ya ampun Rian, kamu itu ya gak ada hujan gak ada angin tiba-tiba nelpon, gimana kabarnya ? Mbak kangen sama kamu nih, mbok sekali-sekali main ke Semarang, kan relatif dekat jaraknya dengan Jogja." Suara Mbak Nahdia masih tetap ringan dan menghangatkan ketika kami mengawali obrolan singkat ini.
"Hehehe... baik Mbak, maafin aku ya, habis sibuk juga ngurusin S2 ama kerjaan di Jogja. Mbak gimana kabarnya, denger-denger udah ada calon ya ?"
"Semoga kalau lancar gak ada halangan, tengah tahun 2013 akad nikah sekaligus resepsinya bakal berlangsung di Pati Yan." ujarnya
"Syukur deh Mbak, jangan lupa undangannya kalo gitu" jawabku sekenanya soalnya ada yang lebih penting dan utama saat ini. "Mbak ada kabar dari Vania ? aku pengen nelpon Bang Tyo nanyain kabar mereka berdua tapi nomernya gak aktif, mungkin Mbak tahu nomernya atau paling gak kabarnya."
Ucapanku membalikkan atmosfir obrolan kami. Nada suara Mbak Nahdia mendadak sedikit suram dan lirih. "Vani tepat minggu lalu opname lagi Yan, kondisi kesehatannya naik turun, begitu yang aku dengar dari Tyo, tapi harusnya hari ini sudah keluar dari rumah sakit. Aku belum sempat menelponnya lagi. Kamu tahu sendiri kesibukan Mbak kan? Harus ngurusin jadwal konsultasi pasien yang gak ada habisnya, belum lagi si Mbok gak bisa ditinggal. Lagipula Tyo selalu bilang ditelpon seolah dia bisa menangani sendiri urusan Vani. Aku sudah berulang kali menawarkan bantuan tapi dia menolak secara halus."
"Lalu, Mbak Nahdia kok gak cerita sama aku atau anak kontrakan lainnya?"
"Tyo gak mau merepotkan aku, kamu atau anak-anak lainnya, dia ngerasa sudah terlalu banyak merepotkan. Kamu pasti sudah tahu sebagai sahabatnya, Tyo wataknya keras, apa-apa pengen dikerjakan sendiri."
Setelah obrolan singkat itu, Mbak Nahdia memberikan aku nomor handphone Bang Tyo sekaligus nomor handphone Tante Vina, mamanya Vania. Dan diantara kedua nomer itu, akhirnya Tante Vina lah yang mengangkat telponnya.Sedikit berbasa-basi menanyakan kabar, akhirnya tante Vina memberikan telponnya kepada Bang Tyo, kebetulan ia sedang tidak kerja.
"Kamu itu ya Bang ! susah dihubungin, apa salahnya sih ngasih tahu, kalo nomermu ganti ?"
Bang Tyo kaget, mendengar nada suaraku meninggi di telpon."Astaga Yan, sudah lama gak ngobrol rada enakan napa ngomongnya ?".
"M-maaf" jawabku sekaligus merendahkan suaraku yang sempat meninggi." Bang, Vani katanya diopname, gimana kabarnya ? apa dia baik-baik aja ? kalian gak sedang kesusahan kan?"
"Pasti Mbak Nahdia yang memberi kabar ya ? tenang Yan,Vani baik-baik aja kok Yan, tuh lagi disuapin sama Mama, kondisinya semakin membaik kok, tangan kanannya yang sempat lumpuh sudah lumayan bisa digerakin setelah terapi. Butuh terapi saraf lebih banyak lagi sih.Kami bertiga, aku Mama sama Vani, hendak ke Malang, Lusa. Terus mampir ke Batu, refreshing. Udara segar kayaknya cocok buat penyembuhan Vani.Bentar...bentar aku kasih telponnya ke Vani."
Suara langkah kaki dan suara Bang Tyo yang berbicara dengan Vania terdengar di kupingku. Lantas hening. Tapi aku tahu sekarang Vania sedang mendengarkanku.
"Vani, maafin aku ya gak sempat besuk kamu lama sekali, tapi aku janji dalam waktu dekat ini bakal main ke tempatmu"
Vani berusaha berbicara, namun yang terdengar seperti erangan lirih. Setidaknya aku menangkap kata Sari di penggalan terakhir nadanya.
"Iya Sari juga pasti ikut Van, dia pasti kangen sama kamu, Yanu, Dota Dedi juga pasti dateng kok. Tunggu kami ya." Tapi Vania mendadak sesenggukan di telepon,tangisan bahagianya bercampur kerinduan.
"Jangan nangis dong Van. Gak cocok buat wajah cantikmu, ntar tambah tua lo kalokebanyakan nangis". Ujarku menghiburnya, cukup berhasil, disela tangisnya ia tertawa. Padahal hatiku sudah mencelos mendengar tangisannya.."... yang penting kamu harus sehat lagi, kamu puas-puasin jalan-jalan sama suamimu sama mamamu, gak boleh sedih ya Van"
Terdengar suara ketukan sekali di telpon, yang berarti isyaratnya untuk mengatakan 'Ya'. Pembicaraanku pun aku sudahi.
Nafasku berangsur teratur lantaran bisa sedikit bernafas lega mendengar kabar dari Bang Tyo terlebih dari Vania untuk yang pertama kali setelah lama putus kontak dengan mereka. aku letakkan hapeku dan menjatuhkan diri ke kasur. Sembari mengerjapkan mata sebentar, aku mengambil kembali secarik kertas dari catatan Vania.
Kenapa....firasatku masih gak enak ya ?
(BERSAMBUNG)
Diubah oleh audrianramanta 25-09-2013 20:23
jenggalasunyi dan 4 lainnya memberi reputasi
5









