- Beranda
- Stories from the Heart
3 KONTRAKAN 1 KOST
...
TS
audrianramanta
3 KONTRAKAN 1 KOST
3 KONTRAKAN 1 KOST
INTRO
Halo agan dan aganwati sekalian...setelah lama jadi silent reader akhirnya aku mutusin juga untuk nyeritain kisah hidupku yang kayak permen nano-nano (itu lho yang manis asem asin rame rasanya
). Sebelum aku nyeritain kisah ini aku mau kenalin diri dulu.Namaku Rian dan ini nama asli ku lho (terus agan harus bilang "wow" gitu?
).Cukup namaku aja yang asli dan nama tokoh-tokoh lain aku samarin ya (Takut kena UU Pencemaran Polusi Udara...eh Pencemaran Nama Baik maksudnya
).
Sekarang umurku 24 tahun dan baru aja masuk kuliah S2 di kota Jogja berhati nyaman
.Sebelumnya aku kuliah S1 Teknik Sipil di Malang.Kota yang dulunya kota bunga dan berubah jadi kota ruko sekarang...hehehehe.
Durasi kisah ini terjadi 6 tahun lalu saat aku masih unyu-unyu bau penyu (halah...
),masih jadi mahasiswa teknik yang penuh suka duka sampai aku jadi seperti ini (Seperti apa ya??
).Semoga aja aku bisa terus Update kisahnya ya...jangan lupa kalo berkenan bisa kasih
udah cukup kok apalagi yang ngasih
Intinya Selamat menikmati Kisah ini...
Index 2
Index 3
INTRO
Spoiler for NEW COVER:
Halo agan dan aganwati sekalian...setelah lama jadi silent reader akhirnya aku mutusin juga untuk nyeritain kisah hidupku yang kayak permen nano-nano (itu lho yang manis asem asin rame rasanya
). Sebelum aku nyeritain kisah ini aku mau kenalin diri dulu.Namaku Rian dan ini nama asli ku lho (terus agan harus bilang "wow" gitu?
).Cukup namaku aja yang asli dan nama tokoh-tokoh lain aku samarin ya (Takut kena UU Pencemaran Polusi Udara...eh Pencemaran Nama Baik maksudnya
).Sekarang umurku 24 tahun dan baru aja masuk kuliah S2 di kota Jogja berhati nyaman
.Sebelumnya aku kuliah S1 Teknik Sipil di Malang.Kota yang dulunya kota bunga dan berubah jadi kota ruko sekarang...hehehehe.Durasi kisah ini terjadi 6 tahun lalu saat aku masih unyu-unyu bau penyu (halah...
),masih jadi mahasiswa teknik yang penuh suka duka sampai aku jadi seperti ini (Seperti apa ya??
).Semoga aja aku bisa terus Update kisahnya ya...jangan lupa kalo berkenan bisa kasih
udah cukup kok apalagi yang ngasih
Intinya Selamat menikmati Kisah ini...

Quote:
Spoiler for PRAKONTRAKAN (Before 2007- 2007):
Spoiler for KONTRAKAN PERTAMA (2007-2008):
Spoiler for KONTRAKAN KEDUA (2008-2009):
Spoiler for KONTRAKAN KETIGA (2009-2011):
Index 2
Index 3
Polling
0 suara
Siapa karakter favorit agan di thread ini?
Diubah oleh audrianramanta 02-10-2013 06:58
bagasdiamara269 dan 29 lainnya memberi reputasi
30
1.3M
3.4K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
audrianramanta
#2950
Update Siang....
PART 23 Angka Nol (7)
Yogyakarta...
Apa yang kamu lakukan kalau jadi Yusa ?
Pertanyaan itu terus aku lontarkan dalam hati, tapi aku gak menemukan jawabannya. Susah berpikir jenih saat ini. Tanganku bergetar di atas normal ketika aku menghampiri Rizal dan Vera yang menunggu cemas di dalam mobil.Bibir Rizal pucat, wajahnya ketakutan ketika aku menghampirinya.
"Gimana ?" tanyanya.
"Dia udah check out dari hotelnya, pergi pakek Taxi entah kemana ?"
"Apa Rino ada sama dia ? ada orang yang ngelihat dia gak ? paling gak nomer pelat Taxinya ".Aku menggelengkan kepala sembari masuk kedalam mobil.
Rizal melenguh keras dan menutup muka dengan tangannya. Aku tahu dia sedang mencoba berpikir keras.
"Apa kita lapor polisi aja ?" Vera di kursi tengah bersuara.
"Gak !!, aku gak mau berurusan sama polisi, urusannya bisa ribet, lagipula Rino belum ada 3 jam menghilang, masih ada kesempatan buat mencarinya ."
"Tapi mau nyari kemana ? andaikan ia menyembunyikan Rino di hotel lain, coba tebak jumlah hotel di jogja ada berapa, kita gak punya petunjuk apapun sekarang." Ujarku realistis. "kamu gak tahu siapa Yusa. Dia gak bisa diprediksi. Dia selalu punya rencana lain kalau rencana awal gagal.... ah Rena akhirnya nelpon" ujarku menatap hapeku yang bergetar. Segera aku angkat teleponku dan suara Rena langsung menyeruak di telingaku.
"Aku sudah peringatin dari dulu, tolong hentikan Yusa, tapi kalo kayak gini semuanya jadi terlambat kan !!"
"Tenang dulu Ren..." jawabku menenangkannya padahal aku gak kalah kacaunya.
"Mana Rizal, aku mau bicara sama dia"
Kuserahkan telpon kepada Rizal di sebelahku. Tanpa basa basi ia merampas telponku. Aku gak tahu apa yang mereka bicarakan, aku memilih menyalakan mobil dan melesat dengan kecepatan tinggi, mengitari kota Yogya tanpa tujuan. Kadang aku menepikan kendaraan di samping hotel-hotel yang bertebaran di pinggir jalan, berharap akan melihat rambut merah Yusa diantara macetnya jalanan Malioboro.
"Yan aku mau beritahu satu hal ?" ucap Rena, sesaat setelah telpon dikembalikan kepadaku.
"Apa Ren ?"
"Setiap malam sebelum tidur, Yusa selalu menulis angka-angka gak jelas di kertas. Angka itu wujud perasaannya yang gak bisa ia ungkapin. Aku cukup kenal
Yusa, setiap malam ia selalu cerita apa makna angka-angka yang ia tulis."
"Angka Nol" ujarku pendek.
"Apa ?"
"Awalnya dia nulis deret fibonanci, terus lama-lama dia nulis angka nol, cuma satu angka aja...gimana Ren kamu ngerti artinya ?"
Rena bernafas lega, ia terisak dan membuatku terheran.
"Semoga pikiranku gak salah Yan, tapi aku kayaknya tahu dimana Yusa berada"
"Rambutnya kakak lucu ya, kayak api" Rino makan es krim dengan rakus, mulutnya belepotan. Telunjuknya yang kecil menunjuk rambut Yusa."Kak Api...Kak Api...hahahaha." Rino tertawa memperlihatkan giginya yang gigis, menemukan sebutan baru buat Yusa membuat Yusa mencibir.
"Makan eskrimnya cepet" tukas Yusa mengambil tisu di kamar hotelnya dan memberikannya kepada Rino.
"Kak api temennya kak Rizal ya kan ? Kak Rizal mana katanya kita mau jaan-jalan ?" tanya Rino polos. Yusa menatap Rino dengan pandangan dingin.Pandangan yang berarti : jangan banyak tanya.Tapi dasar anak kecil, Rino gak merasa.
Sejak dulu Yusa gak suka anak kecil. Menurutnya, kepolosan anak kecil itu menjengkelkan. Suara mereka yang melengking bikin sakit kuping. Yusa sekarang berdiri di pojokan kamar hotelnya memandang keluar lewat jendela. Ia sadar, ini adalah tindakan paling nekat yang pernah ia lakukan sepanjang hidup. Cepat atau lambat keberadaan Yusa bakal diketahui Rizal. Pikiran terburuknya, Rizal bakal menelpon polisi.
"Kak Api....aku kebelet pipis"
"Tuh kamar mandinya disana" tunjuk Yusa kepada Rino.Tapi tampang Rino menyiratkan ia gak bisa ke kamar mandi sendiri tanpa ditemani.Lagipula saklar kamar mandi terlalu tinggi untuk diraih Rino.
"Umur kamu berapa sih ? masak pipis harus ditemenin !" ujar Yusa emosi menggeret Rino pelan dan ikut masuk ke kamar mandi. Yusa jadi canggung sendiri.Menunggu Rino yang sedang buang air kecil sambil nyanyi gak jelas.Lalu Reno mengancungkan jarinya membentuk angka empat."Kata kak Rizal, aku anak pinter, jadi gak usah lama-lama TK nya."
Yusa jadi ingat dirinya ketika melihat Rino. Ingat ketika ia membanggkan umurnya yang baru 4 tahun dan sudah masuk SD, merasa paling pintar padahal belum bisa apa-apa.
"Kak Api umurnya berapa?"
"22 tahun dan berhenti manggil aku dengan sebutan Kak Api bisa gak sih!" Yusa melotot jengkel.
" Iya Kak Api" jawab Rino tersenyum polos, duduk di lantai karpet, membuka tas sekolahnya dan mengeluarkan buku nya, mulai mencoret-coret gak jelas di atas buku itu. Ia masih bernyanyi-nyanyi kecil.
Gimana sih caranya buat Rino diem.Yusa menutup kupingnya.Suara Rino membuatnya susah berpikir .Yusa melirik es krim yang setengah meleleh milik Rino. Hatinya sempat tergoda menggunakan potasium sianida yang ia sembunyikan di tasnya. Mudah saja, menyuruh Reno memakan es krimnya yang dicampur potasium, ia gak bakal curiga, toh Rino masih kecil.Habis perkara.
"Apa lagi !" Yusa terkejut, padahal jarinya sejengkal lagi dari sebotol potasium. Rino menarik baju Yusa beberapa menit kemudian.Hendak memperlihatkan gambar hasil karyanya. Gambar yang nampak acak-acakan khas anak SD.
"Ini Ibu,ini bapak, ini Kak Rizal dan ini Aku, Kak Api mau digambar juga ?Aku pinter gambar lo".Gambar itu ada di tangan Yusa.. Entah mengapa,tiba-tiba bayangan rumahnya yang hangat mengalun di pikirannya.Ia mendadak rindu Mama, rindu Rena, rindu Rudi. Alih-alih mengambil seobotol potasium itu, Yusa mengeluarkan secarik kertas terlipat, nampak lusuh dan kuning dimakan usia. Ia membuka lipatannya,gambarannya saat SD yang selalu ia bawa kemana-mana sepanjang hidupnya.
"Wah...Kak Api juga bisa gambar" Suara Rino terdengar senang bukan main melihat gambaran Yusa yang ia letakkan di sebelah gambar Rino."Ini mamanya Kak api ya ? terus ini Kak api terus disebelahnya pasti Papanya Kak Api"
Yusa mengangguk pelan."Iya ini mamaku, ini papaku".
"Rino juga punya Ibu...tapi sekarang ibu lagi sakit.Kak Rizal janji Rino bakal diajak jenguk Ibu. Soalnya Rino kangen sama Ibu. Kalo Bapak Rino udah meninggal. Udah pergi ke surga kata Ibu...Nah terus ini siapa kak Api dua orang ini ?"
"I-ini Rena, ini Rudi..." suara Yusa tercekat, kepalanya menunduk.
"Kok kak api nangis ?" Rino melihat air mata Yusa jatuh. butirannya seperti rintik hujan yang membasahi kertas di tangannya.
Beberapa Jam kemudian...
Tak berlama-lama lagi Rizal berjalan tergesa-gesa. Sepatu ketsnya berdecit di lorong Rumah Sakit. Aku dan Vera berjalan di belakangnya.Berusaha menyaingi langkah panjangnya. Pintu lift terbuka, tangan Rizal bergetar ketika hendak
menekan tombol.Vera segera menggenggam tangan Rizal.
"Kalo Rena benar..." gumam Rizal.
"Sssst....kamu harus tenang ya Zal, jangan bilang sama ibumu tentang kejadian ini". Vera mengelus bahu Rizal. Sementara aku berada di pojokan lift. melemaskan persendian kakiku yang pegal karena sudah berjam-jam menyetir mobil menelusuri keberadaan Yusa dan Rino. Kalau prediksi Rena benar, maka Rino harusnya ada di Rumah Sakit ini.
Lift membawa kami naik 3 lantai, rasanya lama sekali lift membawa kami. Suara liftnya berderak-derak, berlomba-lomba dengan suara nafas tersengal kami bertiga.Selain itu hening, tak ada yang mau repot-repot berbicara. Kami terlampau tegang, Sibuk dengan pikiran masing-masing.
Lalu Pintu lift terbuka. Rizal yang pertama kali keluar dan langkahnya terhenti ketika ia melihat pemandangan melegakan di depannya.
"Rino...!"
"Kakak" Rino melambai senang di depan pintu kamar pucat yang setengah terbuka. Tangannya yag kecil melambai-lambai, satu tangannya memegang batang permen.
"Alhamdulillah...kamu gak apa-apa kan dek " Rizal memeluk Rino begitu eratnya.
Seakan gak mau melepaskan adik semata wayangnya itu.Wajahnya nampak lega, setitik air mata lega muncul disudut matanya.Reno nampaknya gak tahu menahu apa yang terjadi. Ia merasa risih dipeluk Rizal dan meronta-ronta minta dilepaskan. "Kok Kakak gak bilang sama Reno kalo Ibu udah sembuh, Reno kan mau jenguk Ibu"
"Maafin Kakak ya Reno". Rizal menghapus air matanya, memandang wajah lugu Reno, sambil memeriksa tiap jengkal tubuh adiknya itu. Memastikan dengan seksama untuk terkahir kali jikalau Reno baik-baik saja.
"Kamu kesini dianter siapa ?"
"Kakak Api !" jawab Reno, memperlihatkan gambarannya kepada Rizal. gambar orang digambar asal dengan warna rambut diwarna merah crayon.Reno membelalak melihat gambar itu." Kakak apinya kemana sekarang dek ?"
Reno celingukan bingung, melihat kearah lorong sambil telunjuknya diangkat."
Tadi katanya kebelet pipis terus pergi kesana."
Aku yang pertama kali tanggap hendak bergegas menuju arah yang ditunjuk Reno tapi buru-buru dihentikan Vera.
"Kayaknya gak perlu...nih Yusa nelpon ke hapeku...bentar" Vera mengangkat telponnya buru-buru. Ia hendak bicara banyak namun, kebanyakan dipotong ucapannya oleh Yusa dibalik Telepon. Aku mendengar sayup-sayup suara Yusa. Dan ketika telpon ditutup Vera langsung menghampiri Rizal, mengeluarkan amplop berisi uang dari tas tangannya dan meletakkannya ke tangan Rizal.
"Uang ini aslinya bayaranku buat menipumu. Tapi Yusa barusan menyuruhku menyerahkannya sama kamu Zal. Apa boleh buat, kalo wizard yang bilang begitu, aku gak bisa apa-apa"
"Eh ?Yusa mana "
"Percuma nyari Wizard,kalo dia memutuskan lenyap, gak ada satupun yang bakal bisa nyari dia. Urusannya sudah selesai sama kamu. Otomatis, urusanku juga udah selesai hari ini. Aku pergi dulu,gak diusah dianterin aku bisa naik taksi sendiri. Salam sama Ibumu ya. Semoga cepet sembuh, " Vera tersenyum masgul "Oh iya satu lagi, di tas ransel Reno ada amplop berisi surat dari Yusa buat kamu, silahkan dibaca kapanpun kamu mau...bye"Sosok Vera pergi, menghilang dari mata kami.
Rizal menatapku bingung sejenak, aku juga gak kalah bingungnya.
"Ayo masuk dulu, aku kenalin sama ibuku." ujar Rizal kearahku.
Kami masuk ke ruangan didekat kami. Ibunya Rizal nampak tergolek lemah, di atas ranjang, namun senyumnya yang lembut menyambut kami masuk.
"Rizal...kamu bawa temen ya, siapa namanya ?"
"Rian bu " ujarku sopan, mencium tangan ibu itu.
"Ah...terus temenmu yang lucu itu, yang rambut merah itu mana ? udah pulang ya, padahal Ibu belum ngucapin terimakasih sama dia udah nganterin Reno kesini. Kamu sih terlalu sibuk sama kerjaanmu masak sampek lupa jemput Reno"
"Maafin Rizal Bu" ujar Rizal, tersenyum lembut ke arah ibunya." Sini bu Rizal suapin, Ibu belum makan kan. Sementara Reno cuek, sibuk sendiri, main mobil-mobilan di ruangan itu.
Aku nampak canggung, seperti orang asing. Duduk di sofa, menunggu sampai Rizal selesai menyuapi ibunya. Lalu ketika Rizal memberi isyarat dari kedipan matanya. aku pamit undur diri dengan sopan.
"Kamu aja yang baca surat dari Yusa buatku"
"Kok gak kamu aja ?"
Rizal menggeleng dan memberikan selembar kertas terlipat rapi kepadaku. Aku kemudian membukanya,gak salah ini tulisan tangan Yusa.
"Apa maksudnya?" Rizal menggaruk kepalanya, ketika aku selesai membacakan surat dengan kata-kata ajaib itu.
"Hahaha...dasar Yusa" ujarku bernafas lega dan menggelengkan kepala seakan gak percaya dengan apa yang aku baca barusan.Bukan Yusa namanya, kalau ia tak membuatmu bertanya-tanya akan pemikirannya yang menakjubkan. Ia selalu berpikir kalau setiap angka punya makna.Di Moment itu Aku mendadak paham arti dibalik angka nol yang selalu ia tulis.
Aku mengulurkan tangan kepada Rizal.Uluran tangan selamat tinggal padanya "Yusa sadar, gak ada yang lebih manis dibandingkan melupakan dan memaafkan kesalahan orang lain Zal".Rizal tersenyum dan balas mengulurkan tangannya kepadaku.
(BERSAMBUNG)

PART 23 Angka Nol (7)
Yogyakarta...
Apa yang kamu lakukan kalau jadi Yusa ?
Pertanyaan itu terus aku lontarkan dalam hati, tapi aku gak menemukan jawabannya. Susah berpikir jenih saat ini. Tanganku bergetar di atas normal ketika aku menghampiri Rizal dan Vera yang menunggu cemas di dalam mobil.Bibir Rizal pucat, wajahnya ketakutan ketika aku menghampirinya.
"Gimana ?" tanyanya.
"Dia udah check out dari hotelnya, pergi pakek Taxi entah kemana ?"
"Apa Rino ada sama dia ? ada orang yang ngelihat dia gak ? paling gak nomer pelat Taxinya ".Aku menggelengkan kepala sembari masuk kedalam mobil.
Rizal melenguh keras dan menutup muka dengan tangannya. Aku tahu dia sedang mencoba berpikir keras.
"Apa kita lapor polisi aja ?" Vera di kursi tengah bersuara.
"Gak !!, aku gak mau berurusan sama polisi, urusannya bisa ribet, lagipula Rino belum ada 3 jam menghilang, masih ada kesempatan buat mencarinya ."
"Tapi mau nyari kemana ? andaikan ia menyembunyikan Rino di hotel lain, coba tebak jumlah hotel di jogja ada berapa, kita gak punya petunjuk apapun sekarang." Ujarku realistis. "kamu gak tahu siapa Yusa. Dia gak bisa diprediksi. Dia selalu punya rencana lain kalau rencana awal gagal.... ah Rena akhirnya nelpon" ujarku menatap hapeku yang bergetar. Segera aku angkat teleponku dan suara Rena langsung menyeruak di telingaku.
"Aku sudah peringatin dari dulu, tolong hentikan Yusa, tapi kalo kayak gini semuanya jadi terlambat kan !!"
"Tenang dulu Ren..." jawabku menenangkannya padahal aku gak kalah kacaunya.
"Mana Rizal, aku mau bicara sama dia"
Kuserahkan telpon kepada Rizal di sebelahku. Tanpa basa basi ia merampas telponku. Aku gak tahu apa yang mereka bicarakan, aku memilih menyalakan mobil dan melesat dengan kecepatan tinggi, mengitari kota Yogya tanpa tujuan. Kadang aku menepikan kendaraan di samping hotel-hotel yang bertebaran di pinggir jalan, berharap akan melihat rambut merah Yusa diantara macetnya jalanan Malioboro.
"Yan aku mau beritahu satu hal ?" ucap Rena, sesaat setelah telpon dikembalikan kepadaku.
"Apa Ren ?"
"Setiap malam sebelum tidur, Yusa selalu menulis angka-angka gak jelas di kertas. Angka itu wujud perasaannya yang gak bisa ia ungkapin. Aku cukup kenal
Yusa, setiap malam ia selalu cerita apa makna angka-angka yang ia tulis."
"Angka Nol" ujarku pendek.
"Apa ?"
"Awalnya dia nulis deret fibonanci, terus lama-lama dia nulis angka nol, cuma satu angka aja...gimana Ren kamu ngerti artinya ?"
Rena bernafas lega, ia terisak dan membuatku terheran.
"Semoga pikiranku gak salah Yan, tapi aku kayaknya tahu dimana Yusa berada"
* * *
"Rambutnya kakak lucu ya, kayak api" Rino makan es krim dengan rakus, mulutnya belepotan. Telunjuknya yang kecil menunjuk rambut Yusa."Kak Api...Kak Api...hahahaha." Rino tertawa memperlihatkan giginya yang gigis, menemukan sebutan baru buat Yusa membuat Yusa mencibir.
"Makan eskrimnya cepet" tukas Yusa mengambil tisu di kamar hotelnya dan memberikannya kepada Rino.
"Kak api temennya kak Rizal ya kan ? Kak Rizal mana katanya kita mau jaan-jalan ?" tanya Rino polos. Yusa menatap Rino dengan pandangan dingin.Pandangan yang berarti : jangan banyak tanya.Tapi dasar anak kecil, Rino gak merasa.
Sejak dulu Yusa gak suka anak kecil. Menurutnya, kepolosan anak kecil itu menjengkelkan. Suara mereka yang melengking bikin sakit kuping. Yusa sekarang berdiri di pojokan kamar hotelnya memandang keluar lewat jendela. Ia sadar, ini adalah tindakan paling nekat yang pernah ia lakukan sepanjang hidup. Cepat atau lambat keberadaan Yusa bakal diketahui Rizal. Pikiran terburuknya, Rizal bakal menelpon polisi.
"Kak Api....aku kebelet pipis"
"Tuh kamar mandinya disana" tunjuk Yusa kepada Rino.Tapi tampang Rino menyiratkan ia gak bisa ke kamar mandi sendiri tanpa ditemani.Lagipula saklar kamar mandi terlalu tinggi untuk diraih Rino.
"Umur kamu berapa sih ? masak pipis harus ditemenin !" ujar Yusa emosi menggeret Rino pelan dan ikut masuk ke kamar mandi. Yusa jadi canggung sendiri.Menunggu Rino yang sedang buang air kecil sambil nyanyi gak jelas.Lalu Reno mengancungkan jarinya membentuk angka empat."Kata kak Rizal, aku anak pinter, jadi gak usah lama-lama TK nya."
Yusa jadi ingat dirinya ketika melihat Rino. Ingat ketika ia membanggkan umurnya yang baru 4 tahun dan sudah masuk SD, merasa paling pintar padahal belum bisa apa-apa.
"Kak Api umurnya berapa?"
"22 tahun dan berhenti manggil aku dengan sebutan Kak Api bisa gak sih!" Yusa melotot jengkel.
" Iya Kak Api" jawab Rino tersenyum polos, duduk di lantai karpet, membuka tas sekolahnya dan mengeluarkan buku nya, mulai mencoret-coret gak jelas di atas buku itu. Ia masih bernyanyi-nyanyi kecil.
Gimana sih caranya buat Rino diem.Yusa menutup kupingnya.Suara Rino membuatnya susah berpikir .Yusa melirik es krim yang setengah meleleh milik Rino. Hatinya sempat tergoda menggunakan potasium sianida yang ia sembunyikan di tasnya. Mudah saja, menyuruh Reno memakan es krimnya yang dicampur potasium, ia gak bakal curiga, toh Rino masih kecil.Habis perkara.
"Apa lagi !" Yusa terkejut, padahal jarinya sejengkal lagi dari sebotol potasium. Rino menarik baju Yusa beberapa menit kemudian.Hendak memperlihatkan gambar hasil karyanya. Gambar yang nampak acak-acakan khas anak SD.
"Ini Ibu,ini bapak, ini Kak Rizal dan ini Aku, Kak Api mau digambar juga ?Aku pinter gambar lo".Gambar itu ada di tangan Yusa.. Entah mengapa,tiba-tiba bayangan rumahnya yang hangat mengalun di pikirannya.Ia mendadak rindu Mama, rindu Rena, rindu Rudi. Alih-alih mengambil seobotol potasium itu, Yusa mengeluarkan secarik kertas terlipat, nampak lusuh dan kuning dimakan usia. Ia membuka lipatannya,gambarannya saat SD yang selalu ia bawa kemana-mana sepanjang hidupnya.
"Wah...Kak Api juga bisa gambar" Suara Rino terdengar senang bukan main melihat gambaran Yusa yang ia letakkan di sebelah gambar Rino."Ini mamanya Kak api ya ? terus ini Kak api terus disebelahnya pasti Papanya Kak Api"
Yusa mengangguk pelan."Iya ini mamaku, ini papaku".
"Rino juga punya Ibu...tapi sekarang ibu lagi sakit.Kak Rizal janji Rino bakal diajak jenguk Ibu. Soalnya Rino kangen sama Ibu. Kalo Bapak Rino udah meninggal. Udah pergi ke surga kata Ibu...Nah terus ini siapa kak Api dua orang ini ?"
"I-ini Rena, ini Rudi..." suara Yusa tercekat, kepalanya menunduk.
"Kok kak api nangis ?" Rino melihat air mata Yusa jatuh. butirannya seperti rintik hujan yang membasahi kertas di tangannya.
* * *
Beberapa Jam kemudian...
Tak berlama-lama lagi Rizal berjalan tergesa-gesa. Sepatu ketsnya berdecit di lorong Rumah Sakit. Aku dan Vera berjalan di belakangnya.Berusaha menyaingi langkah panjangnya. Pintu lift terbuka, tangan Rizal bergetar ketika hendak
menekan tombol.Vera segera menggenggam tangan Rizal.
"Kalo Rena benar..." gumam Rizal.
"Sssst....kamu harus tenang ya Zal, jangan bilang sama ibumu tentang kejadian ini". Vera mengelus bahu Rizal. Sementara aku berada di pojokan lift. melemaskan persendian kakiku yang pegal karena sudah berjam-jam menyetir mobil menelusuri keberadaan Yusa dan Rino. Kalau prediksi Rena benar, maka Rino harusnya ada di Rumah Sakit ini.
Lift membawa kami naik 3 lantai, rasanya lama sekali lift membawa kami. Suara liftnya berderak-derak, berlomba-lomba dengan suara nafas tersengal kami bertiga.Selain itu hening, tak ada yang mau repot-repot berbicara. Kami terlampau tegang, Sibuk dengan pikiran masing-masing.
Lalu Pintu lift terbuka. Rizal yang pertama kali keluar dan langkahnya terhenti ketika ia melihat pemandangan melegakan di depannya.
"Rino...!"
"Kakak" Rino melambai senang di depan pintu kamar pucat yang setengah terbuka. Tangannya yag kecil melambai-lambai, satu tangannya memegang batang permen.
"Alhamdulillah...kamu gak apa-apa kan dek " Rizal memeluk Rino begitu eratnya.
Seakan gak mau melepaskan adik semata wayangnya itu.Wajahnya nampak lega, setitik air mata lega muncul disudut matanya.Reno nampaknya gak tahu menahu apa yang terjadi. Ia merasa risih dipeluk Rizal dan meronta-ronta minta dilepaskan. "Kok Kakak gak bilang sama Reno kalo Ibu udah sembuh, Reno kan mau jenguk Ibu"
"Maafin Kakak ya Reno". Rizal menghapus air matanya, memandang wajah lugu Reno, sambil memeriksa tiap jengkal tubuh adiknya itu. Memastikan dengan seksama untuk terkahir kali jikalau Reno baik-baik saja.
"Kamu kesini dianter siapa ?"
"Kakak Api !" jawab Reno, memperlihatkan gambarannya kepada Rizal. gambar orang digambar asal dengan warna rambut diwarna merah crayon.Reno membelalak melihat gambar itu." Kakak apinya kemana sekarang dek ?"
Reno celingukan bingung, melihat kearah lorong sambil telunjuknya diangkat."
Tadi katanya kebelet pipis terus pergi kesana."
Aku yang pertama kali tanggap hendak bergegas menuju arah yang ditunjuk Reno tapi buru-buru dihentikan Vera.
"Kayaknya gak perlu...nih Yusa nelpon ke hapeku...bentar" Vera mengangkat telponnya buru-buru. Ia hendak bicara banyak namun, kebanyakan dipotong ucapannya oleh Yusa dibalik Telepon. Aku mendengar sayup-sayup suara Yusa. Dan ketika telpon ditutup Vera langsung menghampiri Rizal, mengeluarkan amplop berisi uang dari tas tangannya dan meletakkannya ke tangan Rizal.
"Uang ini aslinya bayaranku buat menipumu. Tapi Yusa barusan menyuruhku menyerahkannya sama kamu Zal. Apa boleh buat, kalo wizard yang bilang begitu, aku gak bisa apa-apa"
"Eh ?Yusa mana "
"Percuma nyari Wizard,kalo dia memutuskan lenyap, gak ada satupun yang bakal bisa nyari dia. Urusannya sudah selesai sama kamu. Otomatis, urusanku juga udah selesai hari ini. Aku pergi dulu,gak diusah dianterin aku bisa naik taksi sendiri. Salam sama Ibumu ya. Semoga cepet sembuh, " Vera tersenyum masgul "Oh iya satu lagi, di tas ransel Reno ada amplop berisi surat dari Yusa buat kamu, silahkan dibaca kapanpun kamu mau...bye"Sosok Vera pergi, menghilang dari mata kami.
Rizal menatapku bingung sejenak, aku juga gak kalah bingungnya.
"Ayo masuk dulu, aku kenalin sama ibuku." ujar Rizal kearahku.
Kami masuk ke ruangan didekat kami. Ibunya Rizal nampak tergolek lemah, di atas ranjang, namun senyumnya yang lembut menyambut kami masuk.
"Rizal...kamu bawa temen ya, siapa namanya ?"
"Rian bu " ujarku sopan, mencium tangan ibu itu.
"Ah...terus temenmu yang lucu itu, yang rambut merah itu mana ? udah pulang ya, padahal Ibu belum ngucapin terimakasih sama dia udah nganterin Reno kesini. Kamu sih terlalu sibuk sama kerjaanmu masak sampek lupa jemput Reno"
"Maafin Rizal Bu" ujar Rizal, tersenyum lembut ke arah ibunya." Sini bu Rizal suapin, Ibu belum makan kan. Sementara Reno cuek, sibuk sendiri, main mobil-mobilan di ruangan itu.
Aku nampak canggung, seperti orang asing. Duduk di sofa, menunggu sampai Rizal selesai menyuapi ibunya. Lalu ketika Rizal memberi isyarat dari kedipan matanya. aku pamit undur diri dengan sopan.
"Kamu aja yang baca surat dari Yusa buatku"
"Kok gak kamu aja ?"
Rizal menggeleng dan memberikan selembar kertas terlipat rapi kepadaku. Aku kemudian membukanya,gak salah ini tulisan tangan Yusa.
Quote:
"Apa maksudnya?" Rizal menggaruk kepalanya, ketika aku selesai membacakan surat dengan kata-kata ajaib itu.
"Hahaha...dasar Yusa" ujarku bernafas lega dan menggelengkan kepala seakan gak percaya dengan apa yang aku baca barusan.Bukan Yusa namanya, kalau ia tak membuatmu bertanya-tanya akan pemikirannya yang menakjubkan. Ia selalu berpikir kalau setiap angka punya makna.Di Moment itu Aku mendadak paham arti dibalik angka nol yang selalu ia tulis.
Aku mengulurkan tangan kepada Rizal.Uluran tangan selamat tinggal padanya "Yusa sadar, gak ada yang lebih manis dibandingkan melupakan dan memaafkan kesalahan orang lain Zal".Rizal tersenyum dan balas mengulurkan tangannya kepadaku.
(BERSAMBUNG)
Diubah oleh audrianramanta 18-09-2013 21:35
jenggalasunyi dan 3 lainnya memberi reputasi
4









