- Beranda
- Stories from the Heart
3 KONTRAKAN 1 KOST
...
TS
audrianramanta
3 KONTRAKAN 1 KOST
3 KONTRAKAN 1 KOST
INTRO
Halo agan dan aganwati sekalian...setelah lama jadi silent reader akhirnya aku mutusin juga untuk nyeritain kisah hidupku yang kayak permen nano-nano (itu lho yang manis asem asin rame rasanya
). Sebelum aku nyeritain kisah ini aku mau kenalin diri dulu.Namaku Rian dan ini nama asli ku lho (terus agan harus bilang "wow" gitu?
).Cukup namaku aja yang asli dan nama tokoh-tokoh lain aku samarin ya (Takut kena UU Pencemaran Polusi Udara...eh Pencemaran Nama Baik maksudnya
).
Sekarang umurku 24 tahun dan baru aja masuk kuliah S2 di kota Jogja berhati nyaman
.Sebelumnya aku kuliah S1 Teknik Sipil di Malang.Kota yang dulunya kota bunga dan berubah jadi kota ruko sekarang...hehehehe.
Durasi kisah ini terjadi 6 tahun lalu saat aku masih unyu-unyu bau penyu (halah...
),masih jadi mahasiswa teknik yang penuh suka duka sampai aku jadi seperti ini (Seperti apa ya??
).Semoga aja aku bisa terus Update kisahnya ya...jangan lupa kalo berkenan bisa kasih
udah cukup kok apalagi yang ngasih
Intinya Selamat menikmati Kisah ini...
Index 2
Index 3
INTRO
Spoiler for NEW COVER:
Halo agan dan aganwati sekalian...setelah lama jadi silent reader akhirnya aku mutusin juga untuk nyeritain kisah hidupku yang kayak permen nano-nano (itu lho yang manis asem asin rame rasanya
). Sebelum aku nyeritain kisah ini aku mau kenalin diri dulu.Namaku Rian dan ini nama asli ku lho (terus agan harus bilang "wow" gitu?
).Cukup namaku aja yang asli dan nama tokoh-tokoh lain aku samarin ya (Takut kena UU Pencemaran Polusi Udara...eh Pencemaran Nama Baik maksudnya
).Sekarang umurku 24 tahun dan baru aja masuk kuliah S2 di kota Jogja berhati nyaman
.Sebelumnya aku kuliah S1 Teknik Sipil di Malang.Kota yang dulunya kota bunga dan berubah jadi kota ruko sekarang...hehehehe.Durasi kisah ini terjadi 6 tahun lalu saat aku masih unyu-unyu bau penyu (halah...
),masih jadi mahasiswa teknik yang penuh suka duka sampai aku jadi seperti ini (Seperti apa ya??
).Semoga aja aku bisa terus Update kisahnya ya...jangan lupa kalo berkenan bisa kasih
udah cukup kok apalagi yang ngasih
Intinya Selamat menikmati Kisah ini...

Quote:
Spoiler for PRAKONTRAKAN (Before 2007- 2007):
Spoiler for KONTRAKAN PERTAMA (2007-2008):
Spoiler for KONTRAKAN KEDUA (2008-2009):
Spoiler for KONTRAKAN KETIGA (2009-2011):
Index 2
Index 3
Polling
0 suara
Siapa karakter favorit agan di thread ini?
Diubah oleh audrianramanta 02-10-2013 06:58
bagasdiamara269 dan 29 lainnya memberi reputasi
30
1.3M
3.4K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
audrianramanta
#2871
Temanz-temanz....
Mari kita lanjut cerita ini
Satu Updatean dulu ya...itung-itung pemanasan setelah sekian lama Vakum
PART 17 Angka Nol (1)
Malang...
Mbak Ivon memandang jengkel Sari dari bingkai kacamatanya. Pasalnya seakan hanya ia di kantor itu yang ketinggalan banyak selentingan gak sedap, bahwa rencana kepindahan Bima ke Australia untuk kuliah lagi, karena ada sesuatu hal gawat yang disebabkan Sari.
Sari berusaha pasang tampang 'tak terjadi apa-apa' dan sampai bosan berkata pendek kepada mbak Ivon.
"Gak ada apa-apa mbak antara aku sama Pak Bima?"
"Sorry ya Sar, kamu boleh berakting kayak gak ada apa-apa ke semua orang, tapi gak sama aku, aku satu-satunya orang yang gak bisa dibohongi di kantor ini, ayolah cerita, 1 kalimat aja, setidaknya aku gak mati penasaran"
Sari sampai heran sama Mbak Ivon, seakan kebiasannya haus akan gosip sudah seperti penyakit menjengkelkan yang menjangkit rekan kerjanya itu dan membuat Sari risih akhir-akhir ini di kantor.Apa enaknya sih, ikut campur urusan orang
? Sari gak paham. Coba saja ia bukan karyawan baru di kantor ini dan Mbak Ivon bukan seniornya, mungkin Sari sudah ngelabrak Mbak Ivon detik itu juga.
Untungna SMS dari Dedi yang menunggu Sari dilantai bawah, mengajaknya makan siang menyelamatkan Sari dari pandangan sengit Mbak Ivon.
"Sudah waktunya makan siang Mbak, aku keluar dulu ya ditunggu temenku dibawah"
"Temenmu yang suka pakai baju kombor sama celana belel dibawah itu? itu siapa mu sih, kok akhir-akhir ini rajin ngecengin kamu?".
"Namanya Dedi, temennya Rian, udah dulu ya Mbak...bye"
"Eh...Sar aku belum selesai ngomong
"
Terlambat Sari sudah mengambil jaket dari sandaran kursi dan meluncur turun kebawah,meninggalkan Mbak Ivon yang bengong kayak sapi ompong. Sari menyempatkan diri berhati-hati melirik kecil kearah kantor tertutup ruang kaca setengah tembus pandang yang sepi lengang di sebelahnya ketika ia turun menghampiri Dedi. Ruang itu sudah 3 hari selalu kosong, ruangan Bima yang biasanya selalu ada orangnya kini cuma ruangan rapi dan kosong tanpa penghuni. Sari selalu menghela nafas lega setelah melewati ruangan itu, paling gak hari ini ia tidak harus bertemu Bima.
Ia gak mau tahu sekaligus gak peduli kenapa Bima gak pernah masuk kantor lagi. Ada yang bilang Bima sedang mengurusi Pasportnya untuk kepindahan mendadaknya ke Australi. Sari gak yakin dengan berita itu, ia lebih yakin masalah Bima yang gak masuk kerja pasti ada kaitan dengan dirinya.
Membayangkan insiden memuakkan ketika Bima memeluk Sari tiba-tiba kapan hari itu membuat emosinya meluap-luap dan membayangkan wajah Bima yang menyatakan perasaan ke Sari membuatnya mual.
"Makan di warung yang kapan hari itu apa pindah tempat?" tanya Dedi sambil melambaikan tangan ke Sari.
"Same place aja lah Ded, biar gak bingung lagi makan dimana"
"Oke" jawab Dedi nyengir sambil memberikan helm kepada Sari dan pergilah mereka menelusuri jalanan padat di siang hari.
Dedi lebih banyak cerita di sepanjang perjalanan, niatnya membalikkan mood Sari yang sempat hancur karena masalah Rian. Tapi becandaannya masih ditanggapi setengah acuh oleh Sari yang memilih tertawa garing menanggapi Dedi.
"Setidaknya ketawa yang ikhlas dong Sari, sedetik aja, masak sedih kok terus-terusan?" ujar Dedi ketika mereka sampai dan duduk di warung nasi campur favorit Dedi.
"Gak tau ya Ded, kayaknya urat ketawaku udah putus, rasanya mau ketawa aja susah, tapi thanx ya beberapa hari ini udah nemenin".
"Sama-sama Sar, kebetulan aja aku lagi nganggur. Ngomong-ngomong Rian udah bisa ditelpon?"
Sari menggeleng-geleng, tertunduk lesu sambil mengaduk teh panas di depannya, gelagatnya persis kemarin, tentu dengan pertanyaan sama dari Dedi.
"Astaga Rian kok keterlaluan sama kamu ya Sar. Tuh anak hatinya terbuat dari apa sih, keras kepala banget !. Mungkin kamu bosen denger saranku yang sama terus menerus, tapi apa kamu gak mau ke jogja nemuin Rian ? ntar aku temenin".
"Ide buruk Ded, pertama aku kenal Rian, dia kalo sudah begini mending didiemin aja dulu sampai dia yang nanti hubungin aku dan kedua kamu tau sendiri aku masih baru di kantoran, mana bisa dapet cuti aku, mana kalo izin cuti harus izin sama bos ku yang namanya Bima itu"
"Ah si Brengsek itu
!" pekik Dedi sambil gebrak meja kalap , sampai-sampai diliatin banyak orang sejenak.
"Hush..hush, jangan teriak-teriak napa, malu-maluin aja " Sari membungkam mulut Dedi reflek.
" Sorry Sar, gak bisa nahan emosi kalo kamu nyebut bos mu yang pengecut itu. Pakek gaya gayaan gak masuk kantorlah, mau kabur ke luar negeri segala, gak ada tanggung jawabnya sama sekali. Padahal dia jelas-jelas sumber masalahmu dan Rian kan? awas aja kalo ketemu sama tuh orang, tak jadiin lemper !
" desis Dedi.
"Aku males urusan sama Bima, gak mau mikirin dulu, ntar tambah ribet masalahnya".
"Gak bisa gitu dong Sar ! tuh orang harus dikasih pelajaran, kalo aku jadi kamu aku gak peduli itu bosmu kek....presiden sekalipun,kelakuannya sudah ngerendahin kamu sebagai cewek. Ah...sebel aku, Rian juga kok diem aja pas tau kamu dikecengin ama si Bima itu di kamarmu"
"Mungkin dia capek pikiran, gak mau memperpanjang masalah. Fiuuuh...kenapa ya harus ada kebetulan di dunia ini, kenapa harus Rian yang ngelihat adegan salah pahamku sama Bima, mana tepat hari jadian kami lagi Ded "
"Ya terjadi biarin terjadi Sar, " Dedi ikut-ikutan suntuk di depan Sari."Terus cincin tunganmu udah ketemu?"
Sari memperlihatkan jari manisnya di depan muka Dedi "Belum Ded, udah aku cari di rumah, di kantor dengan seksama tapi gak ketemu-ketemu,aku takutnya cincinny jatuh di jalan
". Sari menjambak rambutnya frustasi, menyalahkan sifatnya pelupanya yang gak ilang-ilang dari dulu.
"Moga aja ketemu Sar, yang penting lagi masalah salah pahammu sama Rian ini harus cepat selesai. Soalnya imbasnya ke kita-kita juga, Rian jadi jaga jarak sama aku, sama anak-anak kontrakan, kayak hilang dari peredaran. Padahal biasanya tuh anak sering nelpon sekedar say Hi gak jelas di telpon. Belum lagi rencana ku sama dia ngunjungin Bang Tyo sama Vani akhirnya gagal, cuma aku kapan hari itu yang ke Surabaya. Bang Tyo rada kecewa, apalagi Vani pas tau Rian gak jadi dateng ".
"Sabar ya Ded, terus kondisi Vania gimana? aku ada rencana mau besuk dia minggu depan"
"Sebenarnya jauh dari baik, kondisinya naik turun, terkahir aku besuk Vania, dia masih lemes gak berdaya, disokong sama oksigen buatan. Kata bang Tyo, akhir-akhir ini Vania sering kejang-kejang tiba-tiba dan gak sadarin diri
"
" Ya tuhan, moga Vania gak apa-apa ya Ded, moga Bang Tyo juga bisa sabar"
"Aku yang gak tega harus bohong ke Vania kalo Rian bakal ngunjungin dirinya minggu depan, soalnya Vania pengen banget ketemu Rian. Terpaksa bohong demi kebaikan Sar, makanya aku mohon sama kamu, kamu selesaikan segera masalahmu sama Rian, toh ini masalah kecil, cuma gara-gara LDR aja kesannya jadi berat banget Sar"
Sari mengangguk pasrah. Dalam hatinya ia jadi merasa bersalah sama banyak orang. Bener kata Dedi. Masalah mereka sebenarnya cuma masalah kecil, tapi Sari mendapatkan kesan masalah kecil seperti ini, bisa jadi bom waktu buat mereka berdua kalau dibiarkan ngambang terus-terusan. Masalah mereka juga jadi beban kepada banyak orang secara gak langsung.
Raut muka Sari masih terlukis jelas kalau pikirannya terlalu sibuk mencari jawaban masalanya, bahkan sampai ia diantar balik ke kantor lagi oleh Dedi, Sari seperti linglung.
"Sar aku balik dulu ya, kalo ada apa-apa call me..." Dedi pamit dan langsung tancap gas lagi meninggalkan Sari seorang diri.
Ia sampai gak sadar kalau ada mobil sedan yang terparkir di hadapannya di halaman parkir itu.
Pintu mobil terbuka di hadapannya.
"Sari, can we talk ?"
Sari terkejut bukan main, sejak kapan Bima berdiri dihadapannya ?
"Please...bentar aja, habis itu kamu gak usah ngomong sama aku lagi juga gak apa-apa ".
Wajah Bima yang memelas tampak kucel, seperti kurang tidur, nampaknya hidupnya kacau akhir-akhir ini. Rambutnya gak sekelimis biasanya, nampak acak-acakan seperti lupa disisir. Baju kemeja kerjanya juga kusut dimasukan asal-asalan ke dalam celana jinsnya, sekusut keningnya yang menunggu respon Sari yang masih shock menatap Bima dihadapannya.
Sari tersadar dan membuang mukanya jauh dari Bima. Ia berjalan melewati Bima dalam keheningan. Tapi Bima menghadangnya, sambil reflek menggenggam tangan Sari. Membuatnya bergidik jijik dan malu, untungnya pelataran parkir sepi penonton dan gak harus melihat adegan didramatisir Bima yang semakin erat menggenggam tangannya.
"Sar, gak baik kayak gini, diem-dieman, aku merasa bersalah..."
"Lepasin gak ! kalo gak aku teriak !" Sari memandang bengis ke arah Bima, sambil berusaha melepaskan gengganmannya.Sari sudah membantin, bakalan nelpon Dedi detik itu juga kalau Bima masih maksa. Namun Bima nampaknya masih punya akal sehat dan mengendurkan genggamannya. Membiarkan Sari berjalan beberapa meter darinya. Dan tepat ketika Sari hendak masuk ke kantor, Bima mengeluarkan sebuah cincin dari saku kemejanya.
"Kamu nyari cincinmu kan,nih di aku "
Sari membalikkan badannya, gak jadi mendorong pintu kaca dihadapannya dan merasakan deru emosi ketika melihat cincin di genggaman Bima.
"Balikin Bim !" pekik Sari bergegas mendekati Bima lagi, namun terlambat Bima memasukkan kembali cincin itu ke saku kemejanya.
"Aku balikin asalkan kita bisa bicara empat mata sekarang juga". nada Bima lebih terkesan putus asa daripada mengancam membuat Sari mengangguk tegas.
"Oke, tapi aku gak segan-segan teriak atau ngelakuin apapun kalo kamu ngelakuin aneh-aneh kepadaku"
"Baik, aku janji...". Bima membuka pintu mobilnya. " aku gak mau ngomong disini, setidaknya menjauh dari pandangan Ivon yang udah ngelirik gak jelas di meja resepsionis" tunjuk Bima ke arah Ivon di balik pintu kaca, yang jelas-jelas sibuk melunguhkan kepalanya antusias ke arah Sari dan Bima dari kejauhan.
Maka Sari pun masuk kedalam mobil dengan tetap berhati-hati kepada Bima. Mobil berderak menjauhi halaman depan perkantoran dan menghilang diantara pekatnya kerumunan mobil.
(BERSAMBUNG)
Mari kita lanjut cerita ini
Satu Updatean dulu ya...itung-itung pemanasan setelah sekian lama Vakum

PART 17 Angka Nol (1)
Malang...
Mbak Ivon memandang jengkel Sari dari bingkai kacamatanya. Pasalnya seakan hanya ia di kantor itu yang ketinggalan banyak selentingan gak sedap, bahwa rencana kepindahan Bima ke Australia untuk kuliah lagi, karena ada sesuatu hal gawat yang disebabkan Sari.
Sari berusaha pasang tampang 'tak terjadi apa-apa' dan sampai bosan berkata pendek kepada mbak Ivon.
"Gak ada apa-apa mbak antara aku sama Pak Bima?"
"Sorry ya Sar, kamu boleh berakting kayak gak ada apa-apa ke semua orang, tapi gak sama aku, aku satu-satunya orang yang gak bisa dibohongi di kantor ini, ayolah cerita, 1 kalimat aja, setidaknya aku gak mati penasaran"
Sari sampai heran sama Mbak Ivon, seakan kebiasannya haus akan gosip sudah seperti penyakit menjengkelkan yang menjangkit rekan kerjanya itu dan membuat Sari risih akhir-akhir ini di kantor.Apa enaknya sih, ikut campur urusan orang
? Sari gak paham. Coba saja ia bukan karyawan baru di kantor ini dan Mbak Ivon bukan seniornya, mungkin Sari sudah ngelabrak Mbak Ivon detik itu juga.Untungna SMS dari Dedi yang menunggu Sari dilantai bawah, mengajaknya makan siang menyelamatkan Sari dari pandangan sengit Mbak Ivon.
"Sudah waktunya makan siang Mbak, aku keluar dulu ya ditunggu temenku dibawah"
"Temenmu yang suka pakai baju kombor sama celana belel dibawah itu? itu siapa mu sih, kok akhir-akhir ini rajin ngecengin kamu?".
"Namanya Dedi, temennya Rian, udah dulu ya Mbak...bye"
"Eh...Sar aku belum selesai ngomong
"Terlambat Sari sudah mengambil jaket dari sandaran kursi dan meluncur turun kebawah,meninggalkan Mbak Ivon yang bengong kayak sapi ompong. Sari menyempatkan diri berhati-hati melirik kecil kearah kantor tertutup ruang kaca setengah tembus pandang yang sepi lengang di sebelahnya ketika ia turun menghampiri Dedi. Ruang itu sudah 3 hari selalu kosong, ruangan Bima yang biasanya selalu ada orangnya kini cuma ruangan rapi dan kosong tanpa penghuni. Sari selalu menghela nafas lega setelah melewati ruangan itu, paling gak hari ini ia tidak harus bertemu Bima.
Ia gak mau tahu sekaligus gak peduli kenapa Bima gak pernah masuk kantor lagi. Ada yang bilang Bima sedang mengurusi Pasportnya untuk kepindahan mendadaknya ke Australi. Sari gak yakin dengan berita itu, ia lebih yakin masalah Bima yang gak masuk kerja pasti ada kaitan dengan dirinya.
Membayangkan insiden memuakkan ketika Bima memeluk Sari tiba-tiba kapan hari itu membuat emosinya meluap-luap dan membayangkan wajah Bima yang menyatakan perasaan ke Sari membuatnya mual.
"Makan di warung yang kapan hari itu apa pindah tempat?" tanya Dedi sambil melambaikan tangan ke Sari.
"Same place aja lah Ded, biar gak bingung lagi makan dimana"
"Oke" jawab Dedi nyengir sambil memberikan helm kepada Sari dan pergilah mereka menelusuri jalanan padat di siang hari.
Dedi lebih banyak cerita di sepanjang perjalanan, niatnya membalikkan mood Sari yang sempat hancur karena masalah Rian. Tapi becandaannya masih ditanggapi setengah acuh oleh Sari yang memilih tertawa garing menanggapi Dedi.
"Setidaknya ketawa yang ikhlas dong Sari, sedetik aja, masak sedih kok terus-terusan?" ujar Dedi ketika mereka sampai dan duduk di warung nasi campur favorit Dedi.
"Gak tau ya Ded, kayaknya urat ketawaku udah putus, rasanya mau ketawa aja susah, tapi thanx ya beberapa hari ini udah nemenin".
"Sama-sama Sar, kebetulan aja aku lagi nganggur. Ngomong-ngomong Rian udah bisa ditelpon?"
Sari menggeleng-geleng, tertunduk lesu sambil mengaduk teh panas di depannya, gelagatnya persis kemarin, tentu dengan pertanyaan sama dari Dedi.
"Astaga Rian kok keterlaluan sama kamu ya Sar. Tuh anak hatinya terbuat dari apa sih, keras kepala banget !. Mungkin kamu bosen denger saranku yang sama terus menerus, tapi apa kamu gak mau ke jogja nemuin Rian ? ntar aku temenin".
"Ide buruk Ded, pertama aku kenal Rian, dia kalo sudah begini mending didiemin aja dulu sampai dia yang nanti hubungin aku dan kedua kamu tau sendiri aku masih baru di kantoran, mana bisa dapet cuti aku, mana kalo izin cuti harus izin sama bos ku yang namanya Bima itu"
"Ah si Brengsek itu
!" pekik Dedi sambil gebrak meja kalap , sampai-sampai diliatin banyak orang sejenak. "Hush..hush, jangan teriak-teriak napa, malu-maluin aja " Sari membungkam mulut Dedi reflek.
" Sorry Sar, gak bisa nahan emosi kalo kamu nyebut bos mu yang pengecut itu. Pakek gaya gayaan gak masuk kantorlah, mau kabur ke luar negeri segala, gak ada tanggung jawabnya sama sekali. Padahal dia jelas-jelas sumber masalahmu dan Rian kan? awas aja kalo ketemu sama tuh orang, tak jadiin lemper !
" desis Dedi."Aku males urusan sama Bima, gak mau mikirin dulu, ntar tambah ribet masalahnya".
"Gak bisa gitu dong Sar ! tuh orang harus dikasih pelajaran, kalo aku jadi kamu aku gak peduli itu bosmu kek....presiden sekalipun,kelakuannya sudah ngerendahin kamu sebagai cewek. Ah...sebel aku, Rian juga kok diem aja pas tau kamu dikecengin ama si Bima itu di kamarmu"
"Mungkin dia capek pikiran, gak mau memperpanjang masalah. Fiuuuh...kenapa ya harus ada kebetulan di dunia ini, kenapa harus Rian yang ngelihat adegan salah pahamku sama Bima, mana tepat hari jadian kami lagi Ded "
"Ya terjadi biarin terjadi Sar, " Dedi ikut-ikutan suntuk di depan Sari."Terus cincin tunganmu udah ketemu?"
Sari memperlihatkan jari manisnya di depan muka Dedi "Belum Ded, udah aku cari di rumah, di kantor dengan seksama tapi gak ketemu-ketemu,aku takutnya cincinny jatuh di jalan
". Sari menjambak rambutnya frustasi, menyalahkan sifatnya pelupanya yang gak ilang-ilang dari dulu."Moga aja ketemu Sar, yang penting lagi masalah salah pahammu sama Rian ini harus cepat selesai. Soalnya imbasnya ke kita-kita juga, Rian jadi jaga jarak sama aku, sama anak-anak kontrakan, kayak hilang dari peredaran. Padahal biasanya tuh anak sering nelpon sekedar say Hi gak jelas di telpon. Belum lagi rencana ku sama dia ngunjungin Bang Tyo sama Vani akhirnya gagal, cuma aku kapan hari itu yang ke Surabaya. Bang Tyo rada kecewa, apalagi Vani pas tau Rian gak jadi dateng ".
"Sabar ya Ded, terus kondisi Vania gimana? aku ada rencana mau besuk dia minggu depan"
"Sebenarnya jauh dari baik, kondisinya naik turun, terkahir aku besuk Vania, dia masih lemes gak berdaya, disokong sama oksigen buatan. Kata bang Tyo, akhir-akhir ini Vania sering kejang-kejang tiba-tiba dan gak sadarin diri
"" Ya tuhan, moga Vania gak apa-apa ya Ded, moga Bang Tyo juga bisa sabar"
"Aku yang gak tega harus bohong ke Vania kalo Rian bakal ngunjungin dirinya minggu depan, soalnya Vania pengen banget ketemu Rian. Terpaksa bohong demi kebaikan Sar, makanya aku mohon sama kamu, kamu selesaikan segera masalahmu sama Rian, toh ini masalah kecil, cuma gara-gara LDR aja kesannya jadi berat banget Sar"
Sari mengangguk pasrah. Dalam hatinya ia jadi merasa bersalah sama banyak orang. Bener kata Dedi. Masalah mereka sebenarnya cuma masalah kecil, tapi Sari mendapatkan kesan masalah kecil seperti ini, bisa jadi bom waktu buat mereka berdua kalau dibiarkan ngambang terus-terusan. Masalah mereka juga jadi beban kepada banyak orang secara gak langsung.
Raut muka Sari masih terlukis jelas kalau pikirannya terlalu sibuk mencari jawaban masalanya, bahkan sampai ia diantar balik ke kantor lagi oleh Dedi, Sari seperti linglung.
"Sar aku balik dulu ya, kalo ada apa-apa call me..." Dedi pamit dan langsung tancap gas lagi meninggalkan Sari seorang diri.
Ia sampai gak sadar kalau ada mobil sedan yang terparkir di hadapannya di halaman parkir itu.
Pintu mobil terbuka di hadapannya.
"Sari, can we talk ?"
Sari terkejut bukan main, sejak kapan Bima berdiri dihadapannya ?
"Please...bentar aja, habis itu kamu gak usah ngomong sama aku lagi juga gak apa-apa ".
Wajah Bima yang memelas tampak kucel, seperti kurang tidur, nampaknya hidupnya kacau akhir-akhir ini. Rambutnya gak sekelimis biasanya, nampak acak-acakan seperti lupa disisir. Baju kemeja kerjanya juga kusut dimasukan asal-asalan ke dalam celana jinsnya, sekusut keningnya yang menunggu respon Sari yang masih shock menatap Bima dihadapannya.
Sari tersadar dan membuang mukanya jauh dari Bima. Ia berjalan melewati Bima dalam keheningan. Tapi Bima menghadangnya, sambil reflek menggenggam tangan Sari. Membuatnya bergidik jijik dan malu, untungnya pelataran parkir sepi penonton dan gak harus melihat adegan didramatisir Bima yang semakin erat menggenggam tangannya.
"Sar, gak baik kayak gini, diem-dieman, aku merasa bersalah..."
"Lepasin gak ! kalo gak aku teriak !" Sari memandang bengis ke arah Bima, sambil berusaha melepaskan gengganmannya.Sari sudah membantin, bakalan nelpon Dedi detik itu juga kalau Bima masih maksa. Namun Bima nampaknya masih punya akal sehat dan mengendurkan genggamannya. Membiarkan Sari berjalan beberapa meter darinya. Dan tepat ketika Sari hendak masuk ke kantor, Bima mengeluarkan sebuah cincin dari saku kemejanya.
"Kamu nyari cincinmu kan,nih di aku "
Sari membalikkan badannya, gak jadi mendorong pintu kaca dihadapannya dan merasakan deru emosi ketika melihat cincin di genggaman Bima.
"Balikin Bim !" pekik Sari bergegas mendekati Bima lagi, namun terlambat Bima memasukkan kembali cincin itu ke saku kemejanya.
"Aku balikin asalkan kita bisa bicara empat mata sekarang juga". nada Bima lebih terkesan putus asa daripada mengancam membuat Sari mengangguk tegas.
"Oke, tapi aku gak segan-segan teriak atau ngelakuin apapun kalo kamu ngelakuin aneh-aneh kepadaku"
"Baik, aku janji...". Bima membuka pintu mobilnya. " aku gak mau ngomong disini, setidaknya menjauh dari pandangan Ivon yang udah ngelirik gak jelas di meja resepsionis" tunjuk Bima ke arah Ivon di balik pintu kaca, yang jelas-jelas sibuk melunguhkan kepalanya antusias ke arah Sari dan Bima dari kejauhan.
Maka Sari pun masuk kedalam mobil dengan tetap berhati-hati kepada Bima. Mobil berderak menjauhi halaman depan perkantoran dan menghilang diantara pekatnya kerumunan mobil.
(BERSAMBUNG)
Diubah oleh audrianramanta 08-09-2013 12:13
jenggalasunyi dan 3 lainnya memberi reputasi
4







