- Beranda
- Stories from the Heart
3 KONTRAKAN 1 KOST
...
TS
audrianramanta
3 KONTRAKAN 1 KOST
3 KONTRAKAN 1 KOST
INTRO
Halo agan dan aganwati sekalian...setelah lama jadi silent reader akhirnya aku mutusin juga untuk nyeritain kisah hidupku yang kayak permen nano-nano (itu lho yang manis asem asin rame rasanya
). Sebelum aku nyeritain kisah ini aku mau kenalin diri dulu.Namaku Rian dan ini nama asli ku lho (terus agan harus bilang "wow" gitu?
).Cukup namaku aja yang asli dan nama tokoh-tokoh lain aku samarin ya (Takut kena UU Pencemaran Polusi Udara...eh Pencemaran Nama Baik maksudnya
).
Sekarang umurku 24 tahun dan baru aja masuk kuliah S2 di kota Jogja berhati nyaman
.Sebelumnya aku kuliah S1 Teknik Sipil di Malang.Kota yang dulunya kota bunga dan berubah jadi kota ruko sekarang...hehehehe.
Durasi kisah ini terjadi 6 tahun lalu saat aku masih unyu-unyu bau penyu (halah...
),masih jadi mahasiswa teknik yang penuh suka duka sampai aku jadi seperti ini (Seperti apa ya??
).Semoga aja aku bisa terus Update kisahnya ya...jangan lupa kalo berkenan bisa kasih
udah cukup kok apalagi yang ngasih
Intinya Selamat menikmati Kisah ini...
Index 2
Index 3
INTRO
Spoiler for NEW COVER:
Halo agan dan aganwati sekalian...setelah lama jadi silent reader akhirnya aku mutusin juga untuk nyeritain kisah hidupku yang kayak permen nano-nano (itu lho yang manis asem asin rame rasanya
). Sebelum aku nyeritain kisah ini aku mau kenalin diri dulu.Namaku Rian dan ini nama asli ku lho (terus agan harus bilang "wow" gitu?
).Cukup namaku aja yang asli dan nama tokoh-tokoh lain aku samarin ya (Takut kena UU Pencemaran Polusi Udara...eh Pencemaran Nama Baik maksudnya
).Sekarang umurku 24 tahun dan baru aja masuk kuliah S2 di kota Jogja berhati nyaman
.Sebelumnya aku kuliah S1 Teknik Sipil di Malang.Kota yang dulunya kota bunga dan berubah jadi kota ruko sekarang...hehehehe.Durasi kisah ini terjadi 6 tahun lalu saat aku masih unyu-unyu bau penyu (halah...
),masih jadi mahasiswa teknik yang penuh suka duka sampai aku jadi seperti ini (Seperti apa ya??
).Semoga aja aku bisa terus Update kisahnya ya...jangan lupa kalo berkenan bisa kasih
udah cukup kok apalagi yang ngasih
Intinya Selamat menikmati Kisah ini...

Quote:
Spoiler for PRAKONTRAKAN (Before 2007- 2007):
Spoiler for KONTRAKAN PERTAMA (2007-2008):
Spoiler for KONTRAKAN KEDUA (2008-2009):
Spoiler for KONTRAKAN KETIGA (2009-2011):
Index 2
Index 3
Polling
0 suara
Siapa karakter favorit agan di thread ini?
Diubah oleh audrianramanta 02-10-2013 06:58
bagasdiamara269 dan 29 lainnya memberi reputasi
30
1.3M
3.4K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
audrianramanta
#2785
Markijut gan....pasang sabuk pengaman....soalnya bakal sedikit terguncang

PART 16 Filosofi Angka
Sejak dulu aku berandai-andai, andaikan saja otak manusia yang telah didesign maha rumit dan sempurna di dunia ini, dapat dipahami dengan mudah semudah membalikkan telapak tangan. paling tidak, aku gak akan mengerutkan kening berkali-kali untuk memahami Yusa.
Dua hari berlalu sejak insiden Yusa dan celana dalamnya, ia sukses membuatku nyaris mati karena segudang pertanyaan yang bercokol di kepalaku. Membuatku, gak tahan lagi untuk tidak menutup layar laptopnya yang lelah kepanasan tepat di mukanya. Cara itu menurutku paling ampuh untuk membuatnya terusik dari dunia di dalam kepalanya. Buktinya sekarang ia membuang pandangan jengkel untuk pertama kali padaku.
"Hei...What's Wrong !" ujar Yusa protes.
"Kebalik kunyuk, harusnya aku yang protes, kamu udah buat aku jengkel setengah mati beberapa hari ini, sampai-sampai aku ditegur sama ibu kost gara-gara tingkah lakumu yang suka muter-muter di depan halaman gak jelas, sampai beliau kaget, belum lagi insiden supir taxi kemarin"
Aku masih ingat jelas bagaimana muka marah si supir taxi saat ia mendengar ucapan Yusa. Malam itu, aku mengajak Yusa jalan-jalan keluar,
"Masak dekem di kamar terus Yus, sekali-sekali nikmatin Jogja lah, ke alun-alun kek, nongkrong di angkringan deket sini kek" tentunya aku membujuknya dengan susah payah karena dia selalu pasang tampang menolak sampai pada akhirnya dia nyerah dan berangkatlah kami pakai Taxi, niatnya menikmati suasana Jogja. Tapi aku salah besar, sepanjang perjalanan di dalam Taxi, ia nampak gak menikmati suasana, memilih diam saja sambil mendegarkan aku dan pak supir yang sedang mengobrol ringan.
"Masih baru disini mas ?" tanya pak supir ramah sambil sesekali mebenarkan pecinya yang agak miring di kepalanya.
"iya Pak saya baru sebulanan lebih disini"
"Oooh...kuliah apa kerja ?"
"Kuliah S2, kalo bapak sudah lama jadi supir taxi disini ?"
"Saya udah 25 tahun nyaman jadi supir taxi, alhamduliilah sampai bisa naik haji segala, ngapain juga kuliah tinggi-tinggi mas, tapi ujung-ujungnya korupsi," ujar Pak Supir sambil nunjuk pecinya, entah kenapa aku menangkap samar nada pamer ketika ia menekankan kata 'naik haji' di suaranya.Nampaknya bukan aku saja yang sadar, Yusa mendengus kesal sambil tetap diam disampingku.
"Berarti bapak bisa dibilang sesepuhnya pengemudi taxi jogja ya? berarti udah puas makan asam garam kehidupan jogja " ujarku basa basi.
"Sebenarnya saya kecewa sama supir taxi yang muda-muda, bukannya apa-apa, banyak yang gak jujur, pakek mainin kilo meter argo taxi segala lah, kalo sudah begitu citra taxi di jogja kan bisa rusak, kayak saya yang sudah tua gini juga kena imbasnya"
"Oooh...begitu ya pak ?" ujarku, pura-pura paham. Sepanjang perjalanan aku memilih diam dan Pak Supir pun bicara panjang lebar tentang kejujuran, cerita kalau dia paling tidak suka sama orang yang kerjanya cuma mikir untung, dengan menghalalkan segala cara tapi kepuasan pelanggan gak diutamakan. Ia baru berhenti bercerita tepat ketika Yusa tiba-tiba berkomentar.
"Berhenti disini aja, ayo langsung keluar gak usah dibayar !!"
Pak Supir jelas kaget sambil menghentikan Taxi nya dan menepi di pinggir jalan.
"Ada apa Yus ?" tanyaku heran setengah mati.
"Apa kamu mau bayar sama orang penjilat kayak gini yan ?" tunjuknya ke Pk Supir yang lang memerah mukanya karena emosi.
"Sampean seenaknya aja ngata-ngatain saya penjilat !"
"Harusnya sekitar 43000 kan ?" ujar Yusa ngotot sambil nunjuk argo yang berhenti di angka 70000 an." Muak denger anda dari tadi bicara kejujuran, padahal argonya juga di curangi, anda katanya 25 tahun jadi supir taxi,katanya anda sudah haji, pasti tau maksud saya, anda pikir semua penumpang gampang kena tipu"
Lalu kejeniusan Yusa pun terjadi, ketika ia menjelaskan panjang lebar cara analisis menghitung argo dengan lancarnya, mulai dari aturan biaya dasar buka pintu lah kecepatan kendaraan kurang dari 10 km/jam dan semua aturan yang membuat Pak Supir kehilangan kata-kata, dan wajahnya semakin memerah. Seakan-akan di dalam Taxi itu kami jadi anak SD yang sedang dijelasin rumus perkalian oleh Yusa.
Sebelum semuanya menjadi parah, akupun tanpa pikir panjang menarik uang seratus ribu di kantong, memberikannya ke pangkuan pak supir dan menarik Yusa keluar dari Taxi paling tidak membungkam ocehannya. Untungya Pak Supir hanya ngomel-ngomel tidak jelas, memutuskan untuk tancap gas meninggalkan kami di pinggir jalan, jauh dari keramaian, bahkan jauh dari tujuan asal kami.
Yusa menepuk bahuku "Ayo jalan kaki pulang" ujarnya pendek tanpa nada penyesalan. Membuatku terdiam seribu bahasa sambil mengatur nafas, menahan emosi.Untung malam gak begitu larut dan hasilnya setengah perjalanan yang melellahkan, kami pulang pakai bus trans yang hampir kosong penumpang, nyaris kebahisan uang. Sesampai di kost aku ambruk di kasur dan kakiku kesemutan karena terlalu lama jalan.
Sesekali waktu, aku mengungkit-ungkit insiden itu kepada Yusa dan dia cuma mengangkat bahu sambil berkata "kadang kebenaran itu butuh pengorbanan yan". kalau sudah begitu Aku pun memilih diam.
Sebenarnya, aku gak akan sejengkel ini dengan Yusa andaikan dia tidak pasang tampang misterius dan kelakuannya yang gak bisa ditebak itu gak selalu merugikan aku. Kesabaranku ada batasnya dan lama-lama aku pun jengah.
"Aku ngehargain kamu Yus sampai detik ini gak pernah sekalipun nanya-nanya tujuanmu kesini atau bagaimana kamu bisa kemari ? apa kamu gak ada sedikit rasa kasihan sama aku?"
Aku duduk pasrah di pinggir dipan sambil membakar rokok, di depanku Yusa, ekspresinya seperti biasa, susah ditebak.
" Bukannya perjanjian kita sudah jelas, tugasmu cuma bersikap seperti biasanya,jalanin kehidupan mu yang membosankan itu, jangan ada pertanyaan sebelum rencanaku buat ngehancurin kehidupan Rizal tersusun sempurna"
"Ya...ya....sampek berbusa sekalipun gak akan paham sama jalan pikiranmu, tapi aku juga....baiklah," mendadak aku gak melanjutkan ucapanku .Yusa memberi sinyal no debate today nya, aku hafal gelagatnya. Aku lebih baik memilih gak peduli dan keluar menuju balkon sempit di depan kamarku, menikmati secangkir kopi yang hampir dingin, meninggalkan Yusa yang sibuk lagi dengan laptopnya
Berjam-jam berlalu dalam kesunyian,ketika akhirnya Yusa menutup laptopnya dan berjalan keluar menghampiriku.
"Kamu percaya tuhan Yan?" Pertanyaan yang mengejutkan, hampir saja aku menjatuhkan cangkir kopi kosong di tanganku.
"Kenapa tiba-tiba kamu nanya begitu Yus, tumben?" aku balik bertanya setengah berpikir, setengah takut. Takut akan intonasi suaranya yang mendadak lebih manusiawi, seperti bukan Yusa. " Kalau aku,tentu aja aku percaya Yus"
" Aku tahu tuhan itu ada , namun untuk saat ini aku lebih percaya angka, saat aku merasa takut akan sesuatu yang gak aku ketahui alasannya, aku punya kebiasaan mengucapkan angka-angka, "
Ucapannya yang aneh membuatku bergidik, sampai gak tau harus bilang apa kecuali pura-pura tenang sambil menghirup kopi yang tinggal ampasnya saja.
"Ah...seperti malam-malam sebelumnya,atau malam kemarin ya? angka fibo..." aku akhirnya bersuara sambil mengeryitkan kening berusaha mengingat akhirannya.
Yusa menunjukkan lagi kertas lusuh penuh angka yang selalu ia bawa kemana-kemana di kantong celananya layaknya jimat keberuntungan." Angka Fibbonanci, deret rekursi yang sempurna untuk mengetahui angka selanjutnya, kamu tahu yan, aku percaya kalo setiap angka itu diciptakan bukan tanpa sebab, ada filosofi di setiap penciptaanya.Seperti angka Fibbonanci yang sempurna ini, mungkin diciptakan, karena manusia terlalu takut akan ketidaktahuan didepannya.Takut salah langkah, taku akan masa depan yang gak bisa mereka terka"
"Berarti kamu takut salah langkah Yus?" tukasku berusaha mencerna kalimat rumitnya.
"Untuk pertama kalinya aku gak yakin dengan apa yang aku perbuat, sampai detik ini aku di kamarmu, Saat memata-matai Rizal di tempatnya kerja, gak tau kenapa aku menampakkan diriku dihadapannya"
Yusa yang aku kenal, sukanya berkutat di belakang panggung dan kalau sudah membereskan masalah bakal hilang tanpa jejak seperti saat ia membantuku menghancurkan kehidupan Jamban.
Namun untuk pertama kali aku mendengar nada ragu pada suaranya. Aku mendadak paham kalau Yusa yang membenci ketidak sempurnaan, percaya kalau dunia ini hanyalah deret angka yang mudah ia prediksi kapanpun ia mau, mendadak melakukan kesalahan untuk pertama kalinya : ia terlihat
Yusa sedang dilanda ketakutan terbesar dalam hidupnya.Takut kehilangan orang yang disayangi.
"Terus apa langkah kamu selanjutnya ?"
"Aku sudah setengah jalan, sudah kepalang tanggung, aku tahu Rena menyuruhmu membujukku balik, tapi aku gak akan balik sampai semua ini selesai. Apapun kondisinya, kenyataan di depan mata,Rizal sudah main hati dengan Rena, dan ia juga sudah mengambil hati Rudi selama aku gak ada di Indonesia.Ia sudah membuatku kehilangan rasa, rasa kehilangan 2 orang yang berharga di hidupku"
"Jadi....?
"Rizal punya adik di Jogja, dan aku juga bakal buat dia merasakan kehilangan orang yang paling berharaga dalam hidupnya" ujarnya tanpa ekspresi, kembali menjadi Yusa yang kehilangan sisi manusianya.
(BERSAMBUNG)

PART 16 Filosofi Angka
Sejak dulu aku berandai-andai, andaikan saja otak manusia yang telah didesign maha rumit dan sempurna di dunia ini, dapat dipahami dengan mudah semudah membalikkan telapak tangan. paling tidak, aku gak akan mengerutkan kening berkali-kali untuk memahami Yusa.
Dua hari berlalu sejak insiden Yusa dan celana dalamnya, ia sukses membuatku nyaris mati karena segudang pertanyaan yang bercokol di kepalaku. Membuatku, gak tahan lagi untuk tidak menutup layar laptopnya yang lelah kepanasan tepat di mukanya. Cara itu menurutku paling ampuh untuk membuatnya terusik dari dunia di dalam kepalanya. Buktinya sekarang ia membuang pandangan jengkel untuk pertama kali padaku.
"Hei...What's Wrong !" ujar Yusa protes.
"Kebalik kunyuk, harusnya aku yang protes, kamu udah buat aku jengkel setengah mati beberapa hari ini, sampai-sampai aku ditegur sama ibu kost gara-gara tingkah lakumu yang suka muter-muter di depan halaman gak jelas, sampai beliau kaget, belum lagi insiden supir taxi kemarin"
Aku masih ingat jelas bagaimana muka marah si supir taxi saat ia mendengar ucapan Yusa. Malam itu, aku mengajak Yusa jalan-jalan keluar,
"Masak dekem di kamar terus Yus, sekali-sekali nikmatin Jogja lah, ke alun-alun kek, nongkrong di angkringan deket sini kek" tentunya aku membujuknya dengan susah payah karena dia selalu pasang tampang menolak sampai pada akhirnya dia nyerah dan berangkatlah kami pakai Taxi, niatnya menikmati suasana Jogja. Tapi aku salah besar, sepanjang perjalanan di dalam Taxi, ia nampak gak menikmati suasana, memilih diam saja sambil mendegarkan aku dan pak supir yang sedang mengobrol ringan.
"Masih baru disini mas ?" tanya pak supir ramah sambil sesekali mebenarkan pecinya yang agak miring di kepalanya.
"iya Pak saya baru sebulanan lebih disini"
"Oooh...kuliah apa kerja ?"
"Kuliah S2, kalo bapak sudah lama jadi supir taxi disini ?"
"Saya udah 25 tahun nyaman jadi supir taxi, alhamduliilah sampai bisa naik haji segala, ngapain juga kuliah tinggi-tinggi mas, tapi ujung-ujungnya korupsi," ujar Pak Supir sambil nunjuk pecinya, entah kenapa aku menangkap samar nada pamer ketika ia menekankan kata 'naik haji' di suaranya.Nampaknya bukan aku saja yang sadar, Yusa mendengus kesal sambil tetap diam disampingku.
"Berarti bapak bisa dibilang sesepuhnya pengemudi taxi jogja ya? berarti udah puas makan asam garam kehidupan jogja " ujarku basa basi.
"Sebenarnya saya kecewa sama supir taxi yang muda-muda, bukannya apa-apa, banyak yang gak jujur, pakek mainin kilo meter argo taxi segala lah, kalo sudah begitu citra taxi di jogja kan bisa rusak, kayak saya yang sudah tua gini juga kena imbasnya"
"Oooh...begitu ya pak ?" ujarku, pura-pura paham. Sepanjang perjalanan aku memilih diam dan Pak Supir pun bicara panjang lebar tentang kejujuran, cerita kalau dia paling tidak suka sama orang yang kerjanya cuma mikir untung, dengan menghalalkan segala cara tapi kepuasan pelanggan gak diutamakan. Ia baru berhenti bercerita tepat ketika Yusa tiba-tiba berkomentar.
"Berhenti disini aja, ayo langsung keluar gak usah dibayar !!"
Pak Supir jelas kaget sambil menghentikan Taxi nya dan menepi di pinggir jalan.
"Ada apa Yus ?" tanyaku heran setengah mati.
"Apa kamu mau bayar sama orang penjilat kayak gini yan ?" tunjuknya ke Pk Supir yang lang memerah mukanya karena emosi.
"Sampean seenaknya aja ngata-ngatain saya penjilat !"
"Harusnya sekitar 43000 kan ?" ujar Yusa ngotot sambil nunjuk argo yang berhenti di angka 70000 an." Muak denger anda dari tadi bicara kejujuran, padahal argonya juga di curangi, anda katanya 25 tahun jadi supir taxi,katanya anda sudah haji, pasti tau maksud saya, anda pikir semua penumpang gampang kena tipu"
Lalu kejeniusan Yusa pun terjadi, ketika ia menjelaskan panjang lebar cara analisis menghitung argo dengan lancarnya, mulai dari aturan biaya dasar buka pintu lah kecepatan kendaraan kurang dari 10 km/jam dan semua aturan yang membuat Pak Supir kehilangan kata-kata, dan wajahnya semakin memerah. Seakan-akan di dalam Taxi itu kami jadi anak SD yang sedang dijelasin rumus perkalian oleh Yusa.
Sebelum semuanya menjadi parah, akupun tanpa pikir panjang menarik uang seratus ribu di kantong, memberikannya ke pangkuan pak supir dan menarik Yusa keluar dari Taxi paling tidak membungkam ocehannya. Untungya Pak Supir hanya ngomel-ngomel tidak jelas, memutuskan untuk tancap gas meninggalkan kami di pinggir jalan, jauh dari keramaian, bahkan jauh dari tujuan asal kami.
Yusa menepuk bahuku "Ayo jalan kaki pulang" ujarnya pendek tanpa nada penyesalan. Membuatku terdiam seribu bahasa sambil mengatur nafas, menahan emosi.Untung malam gak begitu larut dan hasilnya setengah perjalanan yang melellahkan, kami pulang pakai bus trans yang hampir kosong penumpang, nyaris kebahisan uang. Sesampai di kost aku ambruk di kasur dan kakiku kesemutan karena terlalu lama jalan.
Sesekali waktu, aku mengungkit-ungkit insiden itu kepada Yusa dan dia cuma mengangkat bahu sambil berkata "kadang kebenaran itu butuh pengorbanan yan". kalau sudah begitu Aku pun memilih diam.
Sebenarnya, aku gak akan sejengkel ini dengan Yusa andaikan dia tidak pasang tampang misterius dan kelakuannya yang gak bisa ditebak itu gak selalu merugikan aku. Kesabaranku ada batasnya dan lama-lama aku pun jengah.
"Aku ngehargain kamu Yus sampai detik ini gak pernah sekalipun nanya-nanya tujuanmu kesini atau bagaimana kamu bisa kemari ? apa kamu gak ada sedikit rasa kasihan sama aku?"
Aku duduk pasrah di pinggir dipan sambil membakar rokok, di depanku Yusa, ekspresinya seperti biasa, susah ditebak.
" Bukannya perjanjian kita sudah jelas, tugasmu cuma bersikap seperti biasanya,jalanin kehidupan mu yang membosankan itu, jangan ada pertanyaan sebelum rencanaku buat ngehancurin kehidupan Rizal tersusun sempurna"
"Ya...ya....sampek berbusa sekalipun gak akan paham sama jalan pikiranmu, tapi aku juga....baiklah," mendadak aku gak melanjutkan ucapanku .Yusa memberi sinyal no debate today nya, aku hafal gelagatnya. Aku lebih baik memilih gak peduli dan keluar menuju balkon sempit di depan kamarku, menikmati secangkir kopi yang hampir dingin, meninggalkan Yusa yang sibuk lagi dengan laptopnya
Berjam-jam berlalu dalam kesunyian,ketika akhirnya Yusa menutup laptopnya dan berjalan keluar menghampiriku.
"Kamu percaya tuhan Yan?" Pertanyaan yang mengejutkan, hampir saja aku menjatuhkan cangkir kopi kosong di tanganku.
"Kenapa tiba-tiba kamu nanya begitu Yus, tumben?" aku balik bertanya setengah berpikir, setengah takut. Takut akan intonasi suaranya yang mendadak lebih manusiawi, seperti bukan Yusa. " Kalau aku,tentu aja aku percaya Yus"
" Aku tahu tuhan itu ada , namun untuk saat ini aku lebih percaya angka, saat aku merasa takut akan sesuatu yang gak aku ketahui alasannya, aku punya kebiasaan mengucapkan angka-angka, "
Ucapannya yang aneh membuatku bergidik, sampai gak tau harus bilang apa kecuali pura-pura tenang sambil menghirup kopi yang tinggal ampasnya saja.
"Ah...seperti malam-malam sebelumnya,atau malam kemarin ya? angka fibo..." aku akhirnya bersuara sambil mengeryitkan kening berusaha mengingat akhirannya.
Yusa menunjukkan lagi kertas lusuh penuh angka yang selalu ia bawa kemana-kemana di kantong celananya layaknya jimat keberuntungan." Angka Fibbonanci, deret rekursi yang sempurna untuk mengetahui angka selanjutnya, kamu tahu yan, aku percaya kalo setiap angka itu diciptakan bukan tanpa sebab, ada filosofi di setiap penciptaanya.Seperti angka Fibbonanci yang sempurna ini, mungkin diciptakan, karena manusia terlalu takut akan ketidaktahuan didepannya.Takut salah langkah, taku akan masa depan yang gak bisa mereka terka"
"Berarti kamu takut salah langkah Yus?" tukasku berusaha mencerna kalimat rumitnya.
"Untuk pertama kalinya aku gak yakin dengan apa yang aku perbuat, sampai detik ini aku di kamarmu, Saat memata-matai Rizal di tempatnya kerja, gak tau kenapa aku menampakkan diriku dihadapannya"
Yusa yang aku kenal, sukanya berkutat di belakang panggung dan kalau sudah membereskan masalah bakal hilang tanpa jejak seperti saat ia membantuku menghancurkan kehidupan Jamban.
Namun untuk pertama kali aku mendengar nada ragu pada suaranya. Aku mendadak paham kalau Yusa yang membenci ketidak sempurnaan, percaya kalau dunia ini hanyalah deret angka yang mudah ia prediksi kapanpun ia mau, mendadak melakukan kesalahan untuk pertama kalinya : ia terlihat
Yusa sedang dilanda ketakutan terbesar dalam hidupnya.Takut kehilangan orang yang disayangi.
"Terus apa langkah kamu selanjutnya ?"
"Aku sudah setengah jalan, sudah kepalang tanggung, aku tahu Rena menyuruhmu membujukku balik, tapi aku gak akan balik sampai semua ini selesai. Apapun kondisinya, kenyataan di depan mata,Rizal sudah main hati dengan Rena, dan ia juga sudah mengambil hati Rudi selama aku gak ada di Indonesia.Ia sudah membuatku kehilangan rasa, rasa kehilangan 2 orang yang berharga di hidupku"
"Jadi....?
"Rizal punya adik di Jogja, dan aku juga bakal buat dia merasakan kehilangan orang yang paling berharaga dalam hidupnya" ujarnya tanpa ekspresi, kembali menjadi Yusa yang kehilangan sisi manusianya.
(BERSAMBUNG)
Diubah oleh audrianramanta 13-08-2013 18:32
jenggalasunyi dan 3 lainnya memberi reputasi
4









