- Beranda
- Stories from the Heart
3 KONTRAKAN 1 KOST
...
TS
audrianramanta
3 KONTRAKAN 1 KOST
3 KONTRAKAN 1 KOST
INTRO
Halo agan dan aganwati sekalian...setelah lama jadi silent reader akhirnya aku mutusin juga untuk nyeritain kisah hidupku yang kayak permen nano-nano (itu lho yang manis asem asin rame rasanya
). Sebelum aku nyeritain kisah ini aku mau kenalin diri dulu.Namaku Rian dan ini nama asli ku lho (terus agan harus bilang "wow" gitu?
).Cukup namaku aja yang asli dan nama tokoh-tokoh lain aku samarin ya (Takut kena UU Pencemaran Polusi Udara...eh Pencemaran Nama Baik maksudnya
).
Sekarang umurku 24 tahun dan baru aja masuk kuliah S2 di kota Jogja berhati nyaman
.Sebelumnya aku kuliah S1 Teknik Sipil di Malang.Kota yang dulunya kota bunga dan berubah jadi kota ruko sekarang...hehehehe.
Durasi kisah ini terjadi 6 tahun lalu saat aku masih unyu-unyu bau penyu (halah...
),masih jadi mahasiswa teknik yang penuh suka duka sampai aku jadi seperti ini (Seperti apa ya??
).Semoga aja aku bisa terus Update kisahnya ya...jangan lupa kalo berkenan bisa kasih
udah cukup kok apalagi yang ngasih
Intinya Selamat menikmati Kisah ini...
Index 2
Index 3
INTRO
Spoiler for NEW COVER:
Halo agan dan aganwati sekalian...setelah lama jadi silent reader akhirnya aku mutusin juga untuk nyeritain kisah hidupku yang kayak permen nano-nano (itu lho yang manis asem asin rame rasanya
). Sebelum aku nyeritain kisah ini aku mau kenalin diri dulu.Namaku Rian dan ini nama asli ku lho (terus agan harus bilang "wow" gitu?
).Cukup namaku aja yang asli dan nama tokoh-tokoh lain aku samarin ya (Takut kena UU Pencemaran Polusi Udara...eh Pencemaran Nama Baik maksudnya
).Sekarang umurku 24 tahun dan baru aja masuk kuliah S2 di kota Jogja berhati nyaman
.Sebelumnya aku kuliah S1 Teknik Sipil di Malang.Kota yang dulunya kota bunga dan berubah jadi kota ruko sekarang...hehehehe.Durasi kisah ini terjadi 6 tahun lalu saat aku masih unyu-unyu bau penyu (halah...
),masih jadi mahasiswa teknik yang penuh suka duka sampai aku jadi seperti ini (Seperti apa ya??
).Semoga aja aku bisa terus Update kisahnya ya...jangan lupa kalo berkenan bisa kasih
udah cukup kok apalagi yang ngasih
Intinya Selamat menikmati Kisah ini...

Quote:
Spoiler for PRAKONTRAKAN (Before 2007- 2007):
Spoiler for KONTRAKAN PERTAMA (2007-2008):
Spoiler for KONTRAKAN KEDUA (2008-2009):
Spoiler for KONTRAKAN KETIGA (2009-2011):
Index 2
Index 3
Polling
0 suara
Siapa karakter favorit agan di thread ini?
Diubah oleh audrianramanta 02-10-2013 06:58
bagasdiamara269 dan 29 lainnya memberi reputasi
30
1.3M
3.4K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
audrianramanta
#2433
PART 33 Tangisan Ombak (2)
"Tika buka dong"
Rama mengedor untuk kesekian kalinya pintu yang 15 menit lalu tak terbuka dihadapannya. Nihil, cuma ada suara kucuran air kecil dan kalau telingaku mendengarkan lamat-lamat, suara sesenggukan Tika samar terdengar.
"Biarin aja dulu Ma, biarin dia sendiri dulu, kamu bersihin lukamu dulu aja" jawabku mencoba bijak namun gagal, sambil menatap perlahan wajah nelangsa Rama.
"Maaf, aku gak berharap ngerusak liburan kalian...a-aku..." Rama tercekat, alih-alih melanjutkan katanya ia terduduk lesu di kasur disampingnya sambil mengucek-ucek rambutnya frustasi.
"Aku masih mau denger penjelasanmu tentang insiden ini bro, bukan mau ikut campur, namun keadaan memaksa, gak cuma aku, anak-anak diluar pasti mau minta kejelasannya," kataku, mengambil rokok satu batang dan melemparkannya satu lagi ke pangkuan Rama. Ia mengambilnya serabutan dengan satu tangannya yang bengkak sehabis baku hantam dengan Adit dan menyalkn Rokoknya."Oke, aku bakal cerita kalau suasana udah tenang, maksudku..."
Rama melirik lagi kearah pintu yang tertutup di samping kami, ada Tika didalamnya, masih mengenakan gaun dan nangis sesenggukan, kali ini lebih keras membaur dengan kucuran air dibalik pintu kamar mandi.
"Aku keluar dulu ya, masih ada urusan sama Adit, yang barusan siuman, aku pengen denger masalah kalian dari mulutnya, gak apa-apa kan"
Rama menarik lengan bajuku sesaat sebelum aku hendak keluar."aku cuma mau bilang, jangan gegabah, Adit emang salah pakai emosi segala nyelesaikan masalah kami, tapi dia gak sepenuhnya salah, aku biang kerok semua ini bukan dia,"
"Aku gak tau siapa yang harus aku bela, toh masalahnya belum jelas, pangkal sama ujungnya,pokoknya kamu tenangin diri dulu, obatin lukamu, kalau sudah tenang kamu boleh gabung ke cotage sebelah, tempat anak-anak ngumpul denger klarifikasi Adit" jawabku panjang lebar lalu menutup pintu kamar Rama pelan dan meninggalkannya.
Atmosfir di luar ternyata lebih panas dari yang aku bayangkan, terlebih Dedi yang sempat melewatkan adegan baku hantam di pulau seberang, menjadi lebih emosional dari biasanya, bingung bukan main ketika kami mendarat sukses dihadapannya, kacau balau.
Yanu tangannya bengkak, Dota yang sikunya tergores karang dan aku yang basah kuyup lengkap dengan mata setengah bengkak.Kami membopong Adit yang masih setengah siuman dengan susah payah dan membaringkannya asal-asalan di kamarku.
"Jagan sekarang nanyanya Ded, tolong...." ujarku kesekian kali, menepis wajah ngotot Dedi yang meminta haknya untuk dijelaskan sedetil-detilnya.
"Tapi...tapi, kalian gak apa-apa kan, kenapa gak nelpon aku tadi, setidaknya aku bisa nolongin kalian, tau sendiri kan, udah beberapa hari ini tanganku gatel mau nonjokin muka Adit"
"Kita gak apa-apa, dan gak mungkin kamu mau nyebrang ke pulau kedua, mau pakek apa? renang?" ujarku kepada Dedi." kamu kumpul aja di kamar sebelah sama anak-anak lain, aku mau ngomong sama Adit di kamarku, oke"
"Hmm...ya udah tapi kalo sampai ada apa-apa...."
"Ded!!" bentakku
"Iya..iya" gerutunya kesal sambil berlalu dari hadapanku.
Pintu kamarku aku buka, sedikit remang dari biasanya, ada Adit yang sedang tertidur lemas sambil mengkompres wajahnya dengan baju yang sudah di basahi soalnya mukanya memar sana-sini dan disampingnya ada Sari yang sedang menemaninya.
"Aku pokoknya diem disini Yan, gak akan kemana-mana" jawab Sari tegas kepadaku, padahal aku belum berkata apa-apa padanya.
Aku mengangkat bahu sambil menggeret kursi dan duduk diantara mereka berdua.Sebenarnya aku heran sekaligus takjub melihat Sari, ia masih mau menemani Adit yang sudah menamparnya tadi, andaikan aku jadi Sari aku gak akan mau repot-repot memandang wajah Adit, prihatin pun nggak....
"Cerita," kataku kepada Adit, setelah beberapa menit suasana kamar sunyi senyap. Adit masih sibuk mengkompres wajahnya, nampaknya belum mau bicara.
"Atas nama anak-anak aku minta maaf udah buat kamu bonyok gak karuan,oke..."
Adit menoleh sejenak dan mengerjapkan mata perlahan, aku meyakininya sebagai tanda mengiyakan permohonan maafku."Rama mana ?" tanyanya.
"Ada di kamarnya, Tika juga belum mau keluar dari kamar mandi dan masih nangis di dalam sana, Dit, sebenarnya apa yang terjadi?"
"Sebenarnya ini masalah masa lalu mereka Yan," kata Sari yang tiba-tiba bersuara.
"Sorry Sar, aku maunya Adit yang cerita bukan kamu" jawabku cepat.Sari yang hendak membuka mulut lagi, terhenti dan mengangguk.
Adit mengangkat badannya yang besar dan bersandar di dipan dengan susah payah. "Gue nyium Tika tepat di hadapan Rama sehari yang lalu," katanya cukup lantang. Nampaknya cuma aku yang terkejut, karena sekilas aku memandang Sari disampingku, tak ada raut terkejut diwajah cantiknya.
"Jadi masalahnya hanya karena ini toh?"
"Hanya ?" kata Adit, nadanya meninggi "kan gue udah bilang ke loe atau temen-temen loe, kalain gak ngerti masalah gue,Rama dan Tika"
Adit meneruskan perkataannya.
"Gue udah temenan sama Rama lama dan gue udah cukup tau kalau temen SD loe itu gak lebih dari pengecut, bayangin calon bini loe di cium dihadapan loe dan loe cuma berkata 'dia lebih pantes buat kamu Dit'"
"Siapa duluan nyari perkara kalau bukan kamu Dit ? maksudku.." aku menghela nafas sejenak " maksudku yang kamu cium itu calon istri sahabat kamu dan kamu juga udah punya Sari."
Entah kenapa Hatiku berat sekali saat mengucapkan nama Sari, aku sadar mengucapkan kata-kata barusan seakan-akan sudah mengikhlaskan Sari dan Adit dari kehidupanku.
"Jadi kamu sepenuhnya nyalahin gue? dan lebih memihak Rama?" kata Adit, lebih merupakan pernyataan dibandingkan pertanyaan.
"Bisa dibilang iya, karena, sorry ya bro, pertama aku gak terlalu kenal kamu, kedua kamu ternyata jadian sama mantan tunanganku dan ketiga kamu sudah mukulin sahabat SD ku," kataku, membuat Sari terkejut, namun buru-buru ia pasang tampang biasa lagi sambil pura-pura memandang Adit dengan susah payah.
Lalu Adit tertawa, nadanya cukup menjengkelkan, dan aku bersumpah seandainya 5 detik lagi ia tidak menghapus tawanya, mungkin aku bisa menyematkan pukulan telak ketiga di wajahnya setelah pukulan Yanu.
"Loe yakin mau bela temen SD loe, loe gak tau kalo temen SD loe itu, udah berbuat licik sama loe, dia udah ngerebut Tika dari loe...ya gue sejak SMP udah jadi mak comblang Rama buat ngedapetin Tika dari rival besarnya, yaitu..."
Ia menunjukku dengan tangkas.Cukup membuat aku shock, aku percaya kalau Adit gak berbohong, aku gak nyangka ternyata masalah ini masih ada sangkut pautnya dengan diriku
"Kamu udah tau Sar?" tanyaku ke Sari tiba-tiba.
"Sorry yan, aku udah tau tapi kayaknya gak pantes ikut campur masa lalumu," jawab Sari.
Kepalaku berputar bukan main mendengar ini semua, berjuang untuk mendengar kelanjutan cerita Adit.
"Mending Rama sendiri yang cerita sama loe tetang itu, itu masa lalu loe sama Rama, masalah gue sama dia lebih dari ini semua, gue emang bukan orang baik, gue akuin itu, gue udah nyoba ngerebut Tika dari Rama, tapi Rama sendiri yang ngasih lampu hijau ke gue buat jadian sama Tika pas SMA, Rama sendiri yang nyuruh gue janji untuk menjaga Tika saat dia putus, gue ngerasa kayak kacung dan sekarang dia dengan egoisnya balikan lagi sama Tika, nyuruh gue fotoin prewed, loe gak tau gimana rasanya kan ? gue kayak dimanfaatin dan saat gue minta kejelasan hubungan gue sama Tika, Tika juga kayak gak bisa ngasih jawaban pasti ke gue"
"Terus bisa-bisanya kamu jadian sama Sari ? brengsek !" teriakku, memutuskan untuk mencengkram kerah baju Adit seerat mungkin, aku gak peduli lagi, kepalaku mau pecah rasanya menerima perkataan Adit. Sari disebelahku menangis dalam diam. Entah aku ingin marah dengan siapa.
"Bisa aja, kayak loe jadian sama Nindi kan ?"
Aku ingin berteriak kepada Sari, yang dengan bodohnya memilih Adit...
Aku ingin berteriak dengan Tika yang gak bisa mengambil keputusan.
Aku ingin berteriak dengan Rama yang ternyata gak lebih dari seorang pecundang...
Aku ingin berteriak dengan diriku sendiri yang sudah terjebak oleh permainan ini.
"Rian, kamu jangan emosi lah, biarin Adit cerita..." jawab Sari terisak, dan aku salut dengannya masih bisa membela Adit setelah semua perkataannya. Aku melepas cengkramanku dan duduk kembali di kursiku.
"Terus kenapa Tika sebodoh itu masih mau aja sama kamu ?!"
Adit membenarkan kerah bajunya tanpa maksud, lalu dengan perlahan berkata.
"Penyebab gue bilang Rama pengecut, karena setelah gue ngomong kenyataan pahit didepan telinganya ia seakan-akan pasrah dihadapan gue"
"Kenyataan apa?" tanyaku, jantungku mulai berdegup, aku merasakan ada yang gak beres dengan nada Adit.
"Hah...bukannya loe pernah jadian sama Tika? emang dia gak pernah cerita?"
"Cerita apa?" tanyaku dan Sari serempak, rupanya Sari juga sama tidak tahunya denganku.
Adit tersenyum lirih memandang aku dan Sari bergantian
"Tika pernah aborsi dan gue yang ngehamilin..."
(BERSAMBUNG)
"Tika buka dong"
Rama mengedor untuk kesekian kalinya pintu yang 15 menit lalu tak terbuka dihadapannya. Nihil, cuma ada suara kucuran air kecil dan kalau telingaku mendengarkan lamat-lamat, suara sesenggukan Tika samar terdengar.
"Biarin aja dulu Ma, biarin dia sendiri dulu, kamu bersihin lukamu dulu aja" jawabku mencoba bijak namun gagal, sambil menatap perlahan wajah nelangsa Rama.
"Maaf, aku gak berharap ngerusak liburan kalian...a-aku..." Rama tercekat, alih-alih melanjutkan katanya ia terduduk lesu di kasur disampingnya sambil mengucek-ucek rambutnya frustasi.
"Aku masih mau denger penjelasanmu tentang insiden ini bro, bukan mau ikut campur, namun keadaan memaksa, gak cuma aku, anak-anak diluar pasti mau minta kejelasannya," kataku, mengambil rokok satu batang dan melemparkannya satu lagi ke pangkuan Rama. Ia mengambilnya serabutan dengan satu tangannya yang bengkak sehabis baku hantam dengan Adit dan menyalkn Rokoknya."Oke, aku bakal cerita kalau suasana udah tenang, maksudku..."
Rama melirik lagi kearah pintu yang tertutup di samping kami, ada Tika didalamnya, masih mengenakan gaun dan nangis sesenggukan, kali ini lebih keras membaur dengan kucuran air dibalik pintu kamar mandi.
"Aku keluar dulu ya, masih ada urusan sama Adit, yang barusan siuman, aku pengen denger masalah kalian dari mulutnya, gak apa-apa kan"
Rama menarik lengan bajuku sesaat sebelum aku hendak keluar."aku cuma mau bilang, jangan gegabah, Adit emang salah pakai emosi segala nyelesaikan masalah kami, tapi dia gak sepenuhnya salah, aku biang kerok semua ini bukan dia,"
"Aku gak tau siapa yang harus aku bela, toh masalahnya belum jelas, pangkal sama ujungnya,pokoknya kamu tenangin diri dulu, obatin lukamu, kalau sudah tenang kamu boleh gabung ke cotage sebelah, tempat anak-anak ngumpul denger klarifikasi Adit" jawabku panjang lebar lalu menutup pintu kamar Rama pelan dan meninggalkannya.
Atmosfir di luar ternyata lebih panas dari yang aku bayangkan, terlebih Dedi yang sempat melewatkan adegan baku hantam di pulau seberang, menjadi lebih emosional dari biasanya, bingung bukan main ketika kami mendarat sukses dihadapannya, kacau balau.
Yanu tangannya bengkak, Dota yang sikunya tergores karang dan aku yang basah kuyup lengkap dengan mata setengah bengkak.Kami membopong Adit yang masih setengah siuman dengan susah payah dan membaringkannya asal-asalan di kamarku.
"Jagan sekarang nanyanya Ded, tolong...." ujarku kesekian kali, menepis wajah ngotot Dedi yang meminta haknya untuk dijelaskan sedetil-detilnya.
"Tapi...tapi, kalian gak apa-apa kan, kenapa gak nelpon aku tadi, setidaknya aku bisa nolongin kalian, tau sendiri kan, udah beberapa hari ini tanganku gatel mau nonjokin muka Adit"
"Kita gak apa-apa, dan gak mungkin kamu mau nyebrang ke pulau kedua, mau pakek apa? renang?" ujarku kepada Dedi." kamu kumpul aja di kamar sebelah sama anak-anak lain, aku mau ngomong sama Adit di kamarku, oke"
"Hmm...ya udah tapi kalo sampai ada apa-apa...."
"Ded!!" bentakku
"Iya..iya" gerutunya kesal sambil berlalu dari hadapanku.
Pintu kamarku aku buka, sedikit remang dari biasanya, ada Adit yang sedang tertidur lemas sambil mengkompres wajahnya dengan baju yang sudah di basahi soalnya mukanya memar sana-sini dan disampingnya ada Sari yang sedang menemaninya.
"Aku pokoknya diem disini Yan, gak akan kemana-mana" jawab Sari tegas kepadaku, padahal aku belum berkata apa-apa padanya.
Aku mengangkat bahu sambil menggeret kursi dan duduk diantara mereka berdua.Sebenarnya aku heran sekaligus takjub melihat Sari, ia masih mau menemani Adit yang sudah menamparnya tadi, andaikan aku jadi Sari aku gak akan mau repot-repot memandang wajah Adit, prihatin pun nggak....
"Cerita," kataku kepada Adit, setelah beberapa menit suasana kamar sunyi senyap. Adit masih sibuk mengkompres wajahnya, nampaknya belum mau bicara.
"Atas nama anak-anak aku minta maaf udah buat kamu bonyok gak karuan,oke..."
Adit menoleh sejenak dan mengerjapkan mata perlahan, aku meyakininya sebagai tanda mengiyakan permohonan maafku."Rama mana ?" tanyanya.
"Ada di kamarnya, Tika juga belum mau keluar dari kamar mandi dan masih nangis di dalam sana, Dit, sebenarnya apa yang terjadi?"
"Sebenarnya ini masalah masa lalu mereka Yan," kata Sari yang tiba-tiba bersuara.
"Sorry Sar, aku maunya Adit yang cerita bukan kamu" jawabku cepat.Sari yang hendak membuka mulut lagi, terhenti dan mengangguk.
Adit mengangkat badannya yang besar dan bersandar di dipan dengan susah payah. "Gue nyium Tika tepat di hadapan Rama sehari yang lalu," katanya cukup lantang. Nampaknya cuma aku yang terkejut, karena sekilas aku memandang Sari disampingku, tak ada raut terkejut diwajah cantiknya.
"Jadi masalahnya hanya karena ini toh?"
"Hanya ?" kata Adit, nadanya meninggi "kan gue udah bilang ke loe atau temen-temen loe, kalain gak ngerti masalah gue,Rama dan Tika"
Adit meneruskan perkataannya.
"Gue udah temenan sama Rama lama dan gue udah cukup tau kalau temen SD loe itu gak lebih dari pengecut, bayangin calon bini loe di cium dihadapan loe dan loe cuma berkata 'dia lebih pantes buat kamu Dit'"
"Siapa duluan nyari perkara kalau bukan kamu Dit ? maksudku.." aku menghela nafas sejenak " maksudku yang kamu cium itu calon istri sahabat kamu dan kamu juga udah punya Sari."
Entah kenapa Hatiku berat sekali saat mengucapkan nama Sari, aku sadar mengucapkan kata-kata barusan seakan-akan sudah mengikhlaskan Sari dan Adit dari kehidupanku.
"Jadi kamu sepenuhnya nyalahin gue? dan lebih memihak Rama?" kata Adit, lebih merupakan pernyataan dibandingkan pertanyaan.
"Bisa dibilang iya, karena, sorry ya bro, pertama aku gak terlalu kenal kamu, kedua kamu ternyata jadian sama mantan tunanganku dan ketiga kamu sudah mukulin sahabat SD ku," kataku, membuat Sari terkejut, namun buru-buru ia pasang tampang biasa lagi sambil pura-pura memandang Adit dengan susah payah.
Lalu Adit tertawa, nadanya cukup menjengkelkan, dan aku bersumpah seandainya 5 detik lagi ia tidak menghapus tawanya, mungkin aku bisa menyematkan pukulan telak ketiga di wajahnya setelah pukulan Yanu.
"Loe yakin mau bela temen SD loe, loe gak tau kalo temen SD loe itu, udah berbuat licik sama loe, dia udah ngerebut Tika dari loe...ya gue sejak SMP udah jadi mak comblang Rama buat ngedapetin Tika dari rival besarnya, yaitu..."
Ia menunjukku dengan tangkas.Cukup membuat aku shock, aku percaya kalau Adit gak berbohong, aku gak nyangka ternyata masalah ini masih ada sangkut pautnya dengan diriku
"Kamu udah tau Sar?" tanyaku ke Sari tiba-tiba.
"Sorry yan, aku udah tau tapi kayaknya gak pantes ikut campur masa lalumu," jawab Sari.
Kepalaku berputar bukan main mendengar ini semua, berjuang untuk mendengar kelanjutan cerita Adit.
"Mending Rama sendiri yang cerita sama loe tetang itu, itu masa lalu loe sama Rama, masalah gue sama dia lebih dari ini semua, gue emang bukan orang baik, gue akuin itu, gue udah nyoba ngerebut Tika dari Rama, tapi Rama sendiri yang ngasih lampu hijau ke gue buat jadian sama Tika pas SMA, Rama sendiri yang nyuruh gue janji untuk menjaga Tika saat dia putus, gue ngerasa kayak kacung dan sekarang dia dengan egoisnya balikan lagi sama Tika, nyuruh gue fotoin prewed, loe gak tau gimana rasanya kan ? gue kayak dimanfaatin dan saat gue minta kejelasan hubungan gue sama Tika, Tika juga kayak gak bisa ngasih jawaban pasti ke gue"
"Terus bisa-bisanya kamu jadian sama Sari ? brengsek !" teriakku, memutuskan untuk mencengkram kerah baju Adit seerat mungkin, aku gak peduli lagi, kepalaku mau pecah rasanya menerima perkataan Adit. Sari disebelahku menangis dalam diam. Entah aku ingin marah dengan siapa.
"Bisa aja, kayak loe jadian sama Nindi kan ?"
Aku ingin berteriak kepada Sari, yang dengan bodohnya memilih Adit...
Aku ingin berteriak dengan Tika yang gak bisa mengambil keputusan.
Aku ingin berteriak dengan Rama yang ternyata gak lebih dari seorang pecundang...
Aku ingin berteriak dengan diriku sendiri yang sudah terjebak oleh permainan ini.
"Rian, kamu jangan emosi lah, biarin Adit cerita..." jawab Sari terisak, dan aku salut dengannya masih bisa membela Adit setelah semua perkataannya. Aku melepas cengkramanku dan duduk kembali di kursiku.
"Terus kenapa Tika sebodoh itu masih mau aja sama kamu ?!"
Adit membenarkan kerah bajunya tanpa maksud, lalu dengan perlahan berkata.
"Penyebab gue bilang Rama pengecut, karena setelah gue ngomong kenyataan pahit didepan telinganya ia seakan-akan pasrah dihadapan gue"
"Kenyataan apa?" tanyaku, jantungku mulai berdegup, aku merasakan ada yang gak beres dengan nada Adit.
"Hah...bukannya loe pernah jadian sama Tika? emang dia gak pernah cerita?"
"Cerita apa?" tanyaku dan Sari serempak, rupanya Sari juga sama tidak tahunya denganku.
Adit tersenyum lirih memandang aku dan Sari bergantian
"Tika pernah aborsi dan gue yang ngehamilin..."
(BERSAMBUNG)
Diubah oleh audrianramanta 17-07-2013 00:20
jenggalasunyi dan 3 lainnya memberi reputasi
4









