- Beranda
- Stories from the Heart
"KELAS KAKAP ON FACEBOOK!" - The Untold Story.
...
TS
donnjuann
"KELAS KAKAP ON FACEBOOK!" - The Untold Story.
INDEKS UPDATED
Personal Literature: The Not so Sweet Life from Don Juan
Bab 1 - The Intro
Bab 2 - Ujian Awal Kehidupan
Bab 3 - In Cewek Jegeg We Trust
Bab 4 - Kelas Kakap on Facebook
- Introduction
- Chapter 1
- Chapter 2 - Story Continues
- Chapter 3 - "Kambing lo, mbing!"
- Chapter 4 - Memilih
- Chapter 5 - Mengunjunginya
- Chapter 6 - akhirnya aku menemukanmu
- Chapter 7 - shinjuku incident
- Chapter 8 - a little confession
Bab 5 - Tipe-tipe cowok yang membuat hati cewek Bergejolak
Bab 6 - Kost Terkutuk
Bab 7 - Pasangan yang Romantis
Bab 8 - Hati yang atletis
Bab 9 - Beberapa PDKT yang Sebaiknya Jangan Dilanjutkan
Bab 10 - THE HANDSOMOLOGY
- The Introduction Of The Handsomology
- The Handsomology part 2 - The Step and Arts
- The Handsomology part 3 - Logika versus Emosi
Bab 11 - Changing Room
Bab 12 - The Unfinished Bussines
Bab 13 - The last: A Message from God
Spoiler for HARAP DIBUKA:
Cerpen-cerpen Don Juan
Never Try You Will Never Know
True Gamer Never Cheating
Memusuhi kok ngajak-ngajak
Selingkuh Yang Tidak Biasa
How i met your Mother
When a Girl Takes The Bill
Yang Nyakitin Yang Dipertahanin
The Jomblonology
5 Kenyataan Pahit dalam Hidup
The Long Distance Religionship
Ini ada cerita tak seberapa dariku untukmu.
"KELAS KAKAP ON FACEBOOK!"
-Sebuah kisah memilukan Facebooker pencari jodoh-
Enjoy!
Spoiler for Tokoh dan Karakter:
Spoiler for How to enjoy this story:
Diubah oleh donnjuann 20-09-2013 01:05
anasabila memberi reputasi
1
52.1K
355
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
donnjuann
#132
When a Girl Takes The Bill - part1
Kemarin sore gue abis ngopi-ngopi lucu di sebuah kafe bersama dua orang cewek. Iya, cakep. Tapi nggak bisa dipacarin karena, ya, mereka seorang sahabat. Sore itu kami ngobrol tentang hal sederhana, iya, siapa yang harus bayarin duluan saat kencan pertama.
Klise ya.
Mayoritas cewek akan berpendapat bahwa cowok akan selalu bayarin di awal. Beberapa yang lain dengan tegas menyatakan bahwa cewek bayarin nonton atau makan saat kencan pertama adalah mustahil. Prinsip mereka, cowok harus angkat pantat dari tempat duduk dan membuka dompetnya buat kencan malam itu.
Awalnya, prinsip cowok-ngangkat-pantat-duluan-terus-buka-dompet-lalu-bayarin-semua-atribut-kencan-malam-itu, gue iyain. Gue juga termasuk cowok mayoritas yang bakal keluarin uang duluan buat handle semuanya. Makanya, buat gue, kencan pertama sebelum pacaran merupakan sebuah ritual yang udah mateng-mateng dan jauh-jauh hari gue rencanain. Rencanain duitnya, tepatnya. Ya, cowok emang suka gitu, buat ngejar yang nggak pasti aja rela ngeluarin duit.
Anin, langsung memotong pendapat gue.
“Nggak juga ah Don, aku pernah bayarin nonton sama makan waktu kencan pertama kok.”
“Serius lo, Nin?” bales gue sambil menyeruput Milk Shake coklat kedua.
Sambil melepas asap Black Mentolnya ke langit-langit, Aya ikut memotong. “Lah, gua waktu itu malah pernah buka botol buat gebetan, sejuta lagi harganya.”
“Serius?” bales gue.
“Iya, waktu itu aku emang ngarep dia bisa suka sama aku, makanya waktu itu sebelum nonton, tiket udah akubeli, dan pulangnya aku traktir makan. Dia seneng. Ya, besoknya kami telfon-telfonan.” Jawab Anin.
“Iya, cowok itu ganteng, mapan lagi, gue pengin dia interest sama gue di sana.” Jawab Aya, cewek gaul clubbing.
“Jadi, siapa yang paling berharap besar akan memiliki “kecenderungan” buat bayarin duluan?” Bales gue.
“Mungkin.” Jawab Anin sambil mengangkat bahunya.
Walau, nggak pasti benar, pendapat Anin dan Aya mengingatkan gue dengan beberapa kisah yang nyaris persis kayak mereka.
“Emang gimana cerita lo, Don?” Aya mencondongkan badannya ke arah gue.
“Jadi gini..”
STORY 1
Semua mahasiswa pasti udah tau, kalau KKN – Kuliah Kerja Nyata adalah ajang pen-cinlokan terbesar dalam sejarah perkuliahan. Dari yang jomblo sampai punya pacar, dari yang punya pacar sampai punya pacar lagi, dan juga dari yang pacarannya jarak jauh menjadi pacaran jarak deket, semua disponsori oleh KKN ini.
Semester enam, gue sebagai mahasiswa di universitas tersebut juga harus mengikuti KKN sebagai salah satu syarat kelulusan. Sebelum diterjunkan ke daerah, para mahasiswa harus membentuk kelompok untuk dapat mengikuti KKN. Berbekal ajakan teman dan iming-iming ada cewek cakep, akhirnya gue memutuskan untuk bergabung pada salah satu unit yang akan melakukan KKN di Bali.
Nyaris setiap minggu diadakan rapat untuk membenahi persiapan-persiapan sebelum unit ini diterjunkan ke lapangan. Dan setiap minggu itu juga, gue berpapasan dan bertatap-tatapan dengan dia, Anisha.
Kebetulannya lagi, gue ditunjuk sebagai salah satu kru penggalang dana bersama Anisha dan teman-teman lainnya. Awalnya gue menganggap Anisha biasa aja sampai dia sering tersenyum dan tertawa bersama gue di setiap kesempatan.
Entah kenapa, siang itu menjadi berbeda ketika Anisha sambil tersenyum memegang pundak gue dan berkata, “Seneng yaa deket-deket kamu, pengin ketawa terus rasanya..”
Siang itu juga, pelan-pelan Anisha mengisi kekosongan ruang di hati yang LDR ciptakan.
Salah satu kelemahan LDR ya ini.. LDR nggak ngerti bahwa kebersamaan yang muncul dari saling menatap, berbeda dengan kebersamaan yang muncul dari canda tawa via telfon.
Ada satu hal yang nggak bisa diganti, ya itu.
Mengaku dekat dan mengaku bersama di tempat yang jauh, lama kelamaan, kalau gitu-gitu aja, seperti merasa ada yang kosong walau tidak ada yang hilang.
Semenjak hari itu, Anisha sering BBM gue, SMS gue, bahkan telpon gue, untuk hal yang tidak penting.
“Donihhhhh, bangunn, kuliahnya pagi kan??”
Gue diam.
“Haloo, udah bangun kan?”
Gue masih diam.
“Hayooo belum bangun yaaa, bangunn yuukk nanti kesiangan loh.”
Bukannya gue sok cool atau jual mahal, tapi karena dia nelfonnya jam 5 sore.
Selain itu, dia juga mulai SMS hal-hal yang membuat gue harus memutar otak untuk membalasnya.
“Don, jangan lupa sarapan ya.”
Padahal, gue baru aja nganter dia pulang dari makan siang.
Rentetan-rentetan kejadian absurd yang menimpa hari-hari gue ini justru malah membuat gue makin gemes sama dia (ya selain pipinya yang emang udah ngegemesin sih). Belakangan gue sadari, gemes adalah wujud lain cinta saat singgah di hati para umatnya.
Di sela-sela break dari kesibukan persiapan KKN di Bali, gue sempetin untuk mengenal dia lebih jauh. Toh, dia perhatian. Saat itu, rasa diperhatikan dan dibutuhkan adalah barang langka bagi para pengguna LDR. Langkah mengenalnya lebih jauh gue wujudkan dalam episode nonton berdua di bioskop.
Di depan mbak-mbak embem, gue hendak membeli tiket.
“Mbak, tiket TED-nya dua.”
Dari belakang, ada yang memegang pundak gue.
“Kamu ngapain?”
“Beli tiket? Lho, katanya kamu mau ke toilet?”
“Iya, udah kok.” Jawab dia sambil memamerkan dua tiket film.
“Lah, kamu kapan belinya?”
“Ada dehh..”
Gue mengernyit di depannya. Menatap tidak percaya.
Sore itu menjadi hal yang aneh buat cowok macem gue, yang kalau ke bioskop pasti beliin tiket buat gebetan.
Dua jam kemudian, “Waaa film-nya bagus yaa.”
“Iya bagus yaa.” Bales gue.
“Kamu laper nggak?” Tanya Anisha.
“Hmm, nggak.”
“Tapi kok tadi popcorn aku kamu habisin juga di dalem?”
“Ngg.. oh itu? Tadi di dalem aku hilang ingatan. Hah?! Popcorn itu apa?! Aku di mana?! Kamu siapa?!”
Anisha tidak menjawab.
Begitu ingatan gue kembali, gue udah di suatu tempat, tempat makan favorit Anisha.
“Kamu pasti suka makanan di sini deh, Don.”
“Aku di manaaaa???! Tidaaakkkk??!!” Ingatan gue hilang lagi.
Anisha memegang pipi gue dengan kedua tangannya, “Doniihh, ini aku, Anisha. Kamu kenapa? Sadar dong ih.”
Gue memegang kedua telapak tangan Anisha, “Di dekatmu, aku selalu kehilangan kesadaran, Anisha..”
Perkataan barusan diakhiri dengan adegan pipi gue ditiyom-tiyom Anisha.
Oke, becanda. Sampai di mana tadi?
“Wokh, enak yaa mie ramennya..”
“Iya enak kan?” Bales Anisha.
“Eh, pulang yuk, udah malem, nggak enak sama ibu kosan kamu.”
Anisha ngeliat jam tangan di tangan kirinya, “Iyaa, yuk udah malem.”
Naluri cowok mayoritas gue pun mencuat kembali. Gue mengangkat pantat dari kursi dan berjalan menuju kasir. Dompet gue buka, dan..
“Meja nomor 7 berapa, mas?” Anisha mendahului perkataan yang akan gue keluarkan di depan kasir.
Kasir pun menghitung menu makanan dan minuman yang kami pesan, “Enam puluh tiga ribu, mbak.”
“Tapi Nis?”
“Anggep aja ini karena kamu udah mau nemenin aku seharian.” Bales Anisha sambil tersenyum.
Gue peluk Anisha dan mau gue bawa pulang ke kamar kosan. Tapi gue urungkan.
“Yuk pulang.” Anisha mengajak pulang.
Gue masih terpaku di depan kasir. Apa yang terjadi barusan?
Setelah mengantarnya pulang, gue juga pulang. Ritual mencuci kaki, menanam jagung, dan menggosok gigi pun gue lakukan. Belum selesai mengeringkan muka dan rambut yang basah dengan handuk, Anisha menelfon.
“Doniy, makasih ya buat hari ini.”
“Ummh, ini yang harusnya terimakasih kan aku.”
“Hehe, met malem yaa, bobok yaa. Daahh..”
“Tunggu Nish, tu..”
Tut. Tut. Tut.
Perempuan memang sulit dimengerti.
=====
Klise ya.
Mayoritas cewek akan berpendapat bahwa cowok akan selalu bayarin di awal. Beberapa yang lain dengan tegas menyatakan bahwa cewek bayarin nonton atau makan saat kencan pertama adalah mustahil. Prinsip mereka, cowok harus angkat pantat dari tempat duduk dan membuka dompetnya buat kencan malam itu.
Awalnya, prinsip cowok-ngangkat-pantat-duluan-terus-buka-dompet-lalu-bayarin-semua-atribut-kencan-malam-itu, gue iyain. Gue juga termasuk cowok mayoritas yang bakal keluarin uang duluan buat handle semuanya. Makanya, buat gue, kencan pertama sebelum pacaran merupakan sebuah ritual yang udah mateng-mateng dan jauh-jauh hari gue rencanain. Rencanain duitnya, tepatnya. Ya, cowok emang suka gitu, buat ngejar yang nggak pasti aja rela ngeluarin duit.
Anin, langsung memotong pendapat gue.
“Nggak juga ah Don, aku pernah bayarin nonton sama makan waktu kencan pertama kok.”
“Serius lo, Nin?” bales gue sambil menyeruput Milk Shake coklat kedua.
Sambil melepas asap Black Mentolnya ke langit-langit, Aya ikut memotong. “Lah, gua waktu itu malah pernah buka botol buat gebetan, sejuta lagi harganya.”
“Serius?” bales gue.
“Iya, waktu itu aku emang ngarep dia bisa suka sama aku, makanya waktu itu sebelum nonton, tiket udah akubeli, dan pulangnya aku traktir makan. Dia seneng. Ya, besoknya kami telfon-telfonan.” Jawab Anin.
“Iya, cowok itu ganteng, mapan lagi, gue pengin dia interest sama gue di sana.” Jawab Aya, cewek gaul clubbing.
“Jadi, siapa yang paling berharap besar akan memiliki “kecenderungan” buat bayarin duluan?” Bales gue.
“Mungkin.” Jawab Anin sambil mengangkat bahunya.
Walau, nggak pasti benar, pendapat Anin dan Aya mengingatkan gue dengan beberapa kisah yang nyaris persis kayak mereka.
“Emang gimana cerita lo, Don?” Aya mencondongkan badannya ke arah gue.
“Jadi gini..”
STORY 1
Semua mahasiswa pasti udah tau, kalau KKN – Kuliah Kerja Nyata adalah ajang pen-cinlokan terbesar dalam sejarah perkuliahan. Dari yang jomblo sampai punya pacar, dari yang punya pacar sampai punya pacar lagi, dan juga dari yang pacarannya jarak jauh menjadi pacaran jarak deket, semua disponsori oleh KKN ini.
Semester enam, gue sebagai mahasiswa di universitas tersebut juga harus mengikuti KKN sebagai salah satu syarat kelulusan. Sebelum diterjunkan ke daerah, para mahasiswa harus membentuk kelompok untuk dapat mengikuti KKN. Berbekal ajakan teman dan iming-iming ada cewek cakep, akhirnya gue memutuskan untuk bergabung pada salah satu unit yang akan melakukan KKN di Bali.
Nyaris setiap minggu diadakan rapat untuk membenahi persiapan-persiapan sebelum unit ini diterjunkan ke lapangan. Dan setiap minggu itu juga, gue berpapasan dan bertatap-tatapan dengan dia, Anisha.
Kebetulannya lagi, gue ditunjuk sebagai salah satu kru penggalang dana bersama Anisha dan teman-teman lainnya. Awalnya gue menganggap Anisha biasa aja sampai dia sering tersenyum dan tertawa bersama gue di setiap kesempatan.
Entah kenapa, siang itu menjadi berbeda ketika Anisha sambil tersenyum memegang pundak gue dan berkata, “Seneng yaa deket-deket kamu, pengin ketawa terus rasanya..”
Siang itu juga, pelan-pelan Anisha mengisi kekosongan ruang di hati yang LDR ciptakan.
Salah satu kelemahan LDR ya ini.. LDR nggak ngerti bahwa kebersamaan yang muncul dari saling menatap, berbeda dengan kebersamaan yang muncul dari canda tawa via telfon.
Ada satu hal yang nggak bisa diganti, ya itu.
Mengaku dekat dan mengaku bersama di tempat yang jauh, lama kelamaan, kalau gitu-gitu aja, seperti merasa ada yang kosong walau tidak ada yang hilang.
=====
Semenjak hari itu, Anisha sering BBM gue, SMS gue, bahkan telpon gue, untuk hal yang tidak penting.
“Donihhhhh, bangunn, kuliahnya pagi kan??”
Gue diam.
“Haloo, udah bangun kan?”
Gue masih diam.
“Hayooo belum bangun yaaa, bangunn yuukk nanti kesiangan loh.”
Bukannya gue sok cool atau jual mahal, tapi karena dia nelfonnya jam 5 sore.
Selain itu, dia juga mulai SMS hal-hal yang membuat gue harus memutar otak untuk membalasnya.
“Don, jangan lupa sarapan ya.”
Padahal, gue baru aja nganter dia pulang dari makan siang.
Rentetan-rentetan kejadian absurd yang menimpa hari-hari gue ini justru malah membuat gue makin gemes sama dia (ya selain pipinya yang emang udah ngegemesin sih). Belakangan gue sadari, gemes adalah wujud lain cinta saat singgah di hati para umatnya.
Di sela-sela break dari kesibukan persiapan KKN di Bali, gue sempetin untuk mengenal dia lebih jauh. Toh, dia perhatian. Saat itu, rasa diperhatikan dan dibutuhkan adalah barang langka bagi para pengguna LDR. Langkah mengenalnya lebih jauh gue wujudkan dalam episode nonton berdua di bioskop.
Di depan mbak-mbak embem, gue hendak membeli tiket.
“Mbak, tiket TED-nya dua.”
Dari belakang, ada yang memegang pundak gue.
“Kamu ngapain?”
“Beli tiket? Lho, katanya kamu mau ke toilet?”
“Iya, udah kok.” Jawab dia sambil memamerkan dua tiket film.
“Lah, kamu kapan belinya?”
“Ada dehh..”
Gue mengernyit di depannya. Menatap tidak percaya.
Sore itu menjadi hal yang aneh buat cowok macem gue, yang kalau ke bioskop pasti beliin tiket buat gebetan.
Dua jam kemudian, “Waaa film-nya bagus yaa.”
“Iya bagus yaa.” Bales gue.
“Kamu laper nggak?” Tanya Anisha.
“Hmm, nggak.”
“Tapi kok tadi popcorn aku kamu habisin juga di dalem?”
“Ngg.. oh itu? Tadi di dalem aku hilang ingatan. Hah?! Popcorn itu apa?! Aku di mana?! Kamu siapa?!”
Anisha tidak menjawab.
Begitu ingatan gue kembali, gue udah di suatu tempat, tempat makan favorit Anisha.
“Kamu pasti suka makanan di sini deh, Don.”
“Aku di manaaaa???! Tidaaakkkk??!!” Ingatan gue hilang lagi.
Anisha memegang pipi gue dengan kedua tangannya, “Doniihh, ini aku, Anisha. Kamu kenapa? Sadar dong ih.”
Gue memegang kedua telapak tangan Anisha, “Di dekatmu, aku selalu kehilangan kesadaran, Anisha..”
Perkataan barusan diakhiri dengan adegan pipi gue ditiyom-tiyom Anisha.
Oke, becanda. Sampai di mana tadi?
=====
“Wokh, enak yaa mie ramennya..”
“Iya enak kan?” Bales Anisha.
“Eh, pulang yuk, udah malem, nggak enak sama ibu kosan kamu.”
Anisha ngeliat jam tangan di tangan kirinya, “Iyaa, yuk udah malem.”
Naluri cowok mayoritas gue pun mencuat kembali. Gue mengangkat pantat dari kursi dan berjalan menuju kasir. Dompet gue buka, dan..
“Meja nomor 7 berapa, mas?” Anisha mendahului perkataan yang akan gue keluarkan di depan kasir.
Kasir pun menghitung menu makanan dan minuman yang kami pesan, “Enam puluh tiga ribu, mbak.”
“Tapi Nis?”
“Anggep aja ini karena kamu udah mau nemenin aku seharian.” Bales Anisha sambil tersenyum.
Gue peluk Anisha dan mau gue bawa pulang ke kamar kosan. Tapi gue urungkan.
“Yuk pulang.” Anisha mengajak pulang.
Gue masih terpaku di depan kasir. Apa yang terjadi barusan?
Setelah mengantarnya pulang, gue juga pulang. Ritual mencuci kaki, menanam jagung, dan menggosok gigi pun gue lakukan. Belum selesai mengeringkan muka dan rambut yang basah dengan handuk, Anisha menelfon.
“Doniy, makasih ya buat hari ini.”
“Ummh, ini yang harusnya terimakasih kan aku.”
“Hehe, met malem yaa, bobok yaa. Daahh..”
“Tunggu Nish, tu..”
Tut. Tut. Tut.
Perempuan memang sulit dimengerti.
=====
Diubah oleh donnjuann 18-05-2013 13:07
0

