- Beranda
- Stories from the Heart
Perahu Kertas
...
TS
MangoBerry
Perahu Kertas
Quote:
Diubah oleh MangoBerry 15-02-2021 05:27
inginmenghilang dan anasabila memberi reputasi
2
17.5K
208
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
MangoBerry
#187
Lipatan ke-23
7 tahun yg lalu...
Ibu masih dirawat di rumah sakit dan ayah mendatangkan psikiater dr berbagai tempat. tetapi ketika pemeriksaan telah selesai dan hasilnya keluar, diagnosanya sama, Ibu menderita sakit jiwa dan paranoid yg kronis.
"sama sekali tak bereaksi terhadap obat-obatan dan perawatan dokter ahli jiwa. Selain itu, dia sangat beringas. kami, pihak rumah sakit, terpaksa mengurungnya."
"di kurung ? kenapa harus di kurung ?"
"kalau tidak, nyonya bisa menyerang siapapun."
"separah apa dok ?" tanya ayah gua. wajahnya cemas dan lelah.
"nyonya menderita gangguan jiwa dan paranoid. bahkan dugaan kami ada sedikit gejala schizofrenia." (gw perlu google-ing buat nulis kata itu)
"maaf dok ?"
"kelainan otak yg kronis dan parah, jenis penyakit yg menyebar dari genetika atau bisa juga karena guncangan yg terlalu kuat di bagian otaknya."
ayah memejamkan mata. hatinya pasti teriris dan yg sedang dibicarakan ini bukan lagi ibu yang lembut dan penuh perhatian. kecelakaan yg menewaskan kakak kesayangannya dengan tragis adalah penyebabnya. sebuah kecelakaan mobil dan ibu juga ada di dalam mobil ketika kecelakaan maut itu terjadi. beruntungnya, ibu terhindar dari kematian.
"jadi ga ada lagi yg bisa di lakukan dok ?"
"tidak. selama kami tdk bisa menjangkau pikirannya. kami terus menerus memberi obat penenang, tapi begitu kekuatan obatnya berkurang, nafsunya timbul lagi. pemberian obat semacam ini tidak bs diteruskan berlama-lama."
ayah berdiri tegak sekali, sementara gua yg masih terlalu kecil untuk mengerti memegangi tangannya, "terus apa saran dari dokter ?"
"pada kasus yg hampir sama, pengalaman menunjukan bahwa mengambil sebagian kecil otaknya bisa membawa hasil memuaskan."
"apa?"
"lobotomy."
"maksudnya gimana dok ?"
"kami akan mengambil sebagian kecil otak nyonya dan hasilnya nyonya akan bisa berfungsi normal dalam segala hal, kecuali satu. nyonya takkan lagi punya emosi tak wajar yg begitu kuat."
ayah duduk. pikiran dan tubuhnya membeku.
"kami tau hal ini sulit buat Anda, mungkin sebaiknya Anda mempertimbangkan..."
"kalau cuma itu yg bisa rumah sakit lakukan dan menghentikan amukannya, lakukan saja."
gua mengamati raut wajah Melisa. ga ada tanda-tanda bakal nangis ataupun marah. cuma ga lama kemudian dia tersenyum.
"hahh.. seengganya sekarang gua tau apa yg sebenernya terjadi sama nyokap."
"ya.. sesuai yg gua bilang kan, suatu saat nanti."
gua dan adik gua duduk di teras rumah. gua memegang beberapa brosur univertas di luar kota. bahkan di luar pulau jawa.
ya, gua akhirnya memutuskan buat sekolah ke luar kota. perantauan gua uda gua pikirkan dengan baik dan gua harus menyelesaikan semua urusan gua di Jakarta secepat mungkin. salah satu urusan gua adalah ini, memberitahu Melisa tentang semuanya.
"ngomong-ngomong, lu uda bener-bener yakin ya mau pergi dari Jakarta ?"
gua menunduk sebentar, "ya begitulah.."
"kenapa harus pindah ? keluarga lu kan disini dit.."
"gua bakalan coba buat hidup mandiri disana. mungkin awalnya gua bakalan butuh banget bantuan dari bokap, tp gua yakin gua bakal sanggup hidup mandiri."
"tapi lu bakalan sering pulang kan ? ke Jakarta ?"
"ya, mungkin. gua juga ga tau."
"terus cesin gimana ?"
gua terdiam. hubungan gw dengan Cynthia emang salah satu urusan yg harus gw selesaikan sebelum gw berangkat. tapi bahkan gw belom tau gimana cara gua menyelesaikannya.
"hahhh." gw menghela napas. "gw bakalan tau apa yg harus gua lakukan."
kami sama2 terdiam, membiarkan angin membawa pikiran kami masing-masing melayang jauh ke langit malam yg tanpa batas.
Ibu masih dirawat di rumah sakit dan ayah mendatangkan psikiater dr berbagai tempat. tetapi ketika pemeriksaan telah selesai dan hasilnya keluar, diagnosanya sama, Ibu menderita sakit jiwa dan paranoid yg kronis.
"sama sekali tak bereaksi terhadap obat-obatan dan perawatan dokter ahli jiwa. Selain itu, dia sangat beringas. kami, pihak rumah sakit, terpaksa mengurungnya."
"di kurung ? kenapa harus di kurung ?"
"kalau tidak, nyonya bisa menyerang siapapun."
"separah apa dok ?" tanya ayah gua. wajahnya cemas dan lelah.
"nyonya menderita gangguan jiwa dan paranoid. bahkan dugaan kami ada sedikit gejala schizofrenia." (gw perlu google-ing buat nulis kata itu)
"maaf dok ?"
"kelainan otak yg kronis dan parah, jenis penyakit yg menyebar dari genetika atau bisa juga karena guncangan yg terlalu kuat di bagian otaknya."
ayah memejamkan mata. hatinya pasti teriris dan yg sedang dibicarakan ini bukan lagi ibu yang lembut dan penuh perhatian. kecelakaan yg menewaskan kakak kesayangannya dengan tragis adalah penyebabnya. sebuah kecelakaan mobil dan ibu juga ada di dalam mobil ketika kecelakaan maut itu terjadi. beruntungnya, ibu terhindar dari kematian.
"jadi ga ada lagi yg bisa di lakukan dok ?"
"tidak. selama kami tdk bisa menjangkau pikirannya. kami terus menerus memberi obat penenang, tapi begitu kekuatan obatnya berkurang, nafsunya timbul lagi. pemberian obat semacam ini tidak bs diteruskan berlama-lama."
ayah berdiri tegak sekali, sementara gua yg masih terlalu kecil untuk mengerti memegangi tangannya, "terus apa saran dari dokter ?"
"pada kasus yg hampir sama, pengalaman menunjukan bahwa mengambil sebagian kecil otaknya bisa membawa hasil memuaskan."
"apa?"
"lobotomy."
"maksudnya gimana dok ?"
"kami akan mengambil sebagian kecil otak nyonya dan hasilnya nyonya akan bisa berfungsi normal dalam segala hal, kecuali satu. nyonya takkan lagi punya emosi tak wajar yg begitu kuat."
ayah duduk. pikiran dan tubuhnya membeku.
"kami tau hal ini sulit buat Anda, mungkin sebaiknya Anda mempertimbangkan..."
"kalau cuma itu yg bisa rumah sakit lakukan dan menghentikan amukannya, lakukan saja."
gua mengamati raut wajah Melisa. ga ada tanda-tanda bakal nangis ataupun marah. cuma ga lama kemudian dia tersenyum.
"hahh.. seengganya sekarang gua tau apa yg sebenernya terjadi sama nyokap."
"ya.. sesuai yg gua bilang kan, suatu saat nanti."
gua dan adik gua duduk di teras rumah. gua memegang beberapa brosur univertas di luar kota. bahkan di luar pulau jawa.
ya, gua akhirnya memutuskan buat sekolah ke luar kota. perantauan gua uda gua pikirkan dengan baik dan gua harus menyelesaikan semua urusan gua di Jakarta secepat mungkin. salah satu urusan gua adalah ini, memberitahu Melisa tentang semuanya.
"ngomong-ngomong, lu uda bener-bener yakin ya mau pergi dari Jakarta ?"
gua menunduk sebentar, "ya begitulah.."
"kenapa harus pindah ? keluarga lu kan disini dit.."
"gua bakalan coba buat hidup mandiri disana. mungkin awalnya gua bakalan butuh banget bantuan dari bokap, tp gua yakin gua bakal sanggup hidup mandiri."
"tapi lu bakalan sering pulang kan ? ke Jakarta ?"
"ya, mungkin. gua juga ga tau."
"terus cesin gimana ?"
gua terdiam. hubungan gw dengan Cynthia emang salah satu urusan yg harus gw selesaikan sebelum gw berangkat. tapi bahkan gw belom tau gimana cara gua menyelesaikannya.
"hahhh." gw menghela napas. "gw bakalan tau apa yg harus gua lakukan."
kami sama2 terdiam, membiarkan angin membawa pikiran kami masing-masing melayang jauh ke langit malam yg tanpa batas.
0
