Momen saat ditarik tidak begitu seram menurutku, tapi saat di dorong bisa menyebabkan bulu kuduk berdiri dan kaki gemetar. Ah, aku kuat kalo Cuma segini aja, kataku dalam hati. Aku pun sukses mengikuti tantangannya.

“Lagi yuk mumpung sepi.” Kata Ami
Aku lihat memang penjaganya sedang menunggu penumpang untuk digoyang- goyang.
“Yaudah ayo” kataku pasrah.

Akhirnya aku naik untuk kedua kalinya. Di saat akan di dorong aku melakukan kesalahan, aku menutup mata. Efeknya sama seperti saat aku membaca di dalam mobil namun dengan kondisi lebih parah. Sehingga saat selesai naik aku merasakan pusing dan mual.

Saat- saat seperti ini merupakan kesialan namun juga kesenangan bagiku. Ami merasa kasian dan melakukan pijitan kecil di leherku sedangkan aku berjuang untuk sadar dari pusing dan mual. Aku merasakan perhatiannya, entah aku yang kege-eran atau tidak, yang penting aku senang.

Namun kesenangan itu tidak berlangsung lama, Ami naik untuk ketiga kalinya karena wahana itu tidak ada penumpangnya Cuma ada mereka bertiga dan penjaganya mengalah. Aku dari bangku melihat bagaimana wajah gembira Ami di atas wahana itu, dia memang seperti anak kecil di suatu waktu dan seperti wanita dewasa di waktu yang lain.

Sore harinya kita pulang, kesempatan hari ini tidak akan kusiakan. Suasana hati yang senang mungkin bisa mengubah segalanya. Akan aku katakan apa yang ingin aku katakan.
Sampainya di rumah Fen, kita mengobrol sebentar. Aku mengajak Ami untuk mengobrol di depan rumah.

“Mi, ada sesuatu yang ingin aku katakan.”
“Apaan?” kata dia
“mmmh, sebetulnya aku masih suka sama kamu. Aku ingin kita balikan.” Kataku tanpa basa- basi
“Tapi aku gabisa ga, kamu tau aku kan. Mungkin kamu harus cari yang lain.” Kata dia

Aku jelaskan bahwa aku sudah memantabkan hatiku untuk dirinya, segala cara aku lakukan untuk bisa meyakinkan dirinya bahwa aku serius dengannya. Namun ia masih tidak bisa menerimanya, masih sakit karena masalah Rista.
Aku pulang dengan perasaan tidak karuan. Aku tidak langsung menuju ke rumah, aku berputar- putar tak tentu arah. Sambil sesekali aku berhenti untuk menghubungi dia dan mengatakan apa yang sebenarnya aku rasakan dan inginkan.

Hari ini berawal dengan kebahagiaan dan berakhir dengan sad ending. Seperti roller coaster, perasaan bahagia saat itu merupakan tanjakan dan perasaan takut saat itu merupakan turunan.

Paling tidak aku merasa puas, dia sudah tau apa yang ada di dalam hatiku. Aku pun sudah berkomitmen untuk memperjuangkannya. Ini setimpal dengan kesalahan yang dulu pernah aku lakukan kepadanya. Perjuanganku belum berakhir.