TS
Deflan
[Touhou Fanfic] Something to Save, Something to Expose
Salam gan.
Ini pertama kali ane nulis fanfic Touhou, jadi, tolong dinilai saja ya.
Karena mungkin karya seseorang itu tidak ada yang sempurna, jadi kritik dan saran sangat ane hargai.
Hehe, anyway, selamat menikmati!
Chapter 1-10-b masih di pejwan
Chapter 1 : The Mountain and The Problem (Post #1/ This post, obviously)
Chapter 2 : Suspicious Person Suspected! (Post #2)
Chapter 3 : Behind the Boringness (Post #3)
Chapter 4 : Confuse the Confuseness (Post #5)
Chapter 5 : The Task (Post #6)
Chapter 6 : Just Begun (Post #7)
Chapter 7 : Secret (Post #10)
Chapter 8 : Tricked (Post #13)
Chepter 9 : We're in... Wait..... (Post #16)
Chapter 10-a : Parted : His Tears (Post #19)
Chapter 10-b : Parted : Unconscious Heart (Post #20)
Selanjutnya ada di page > 1
Chapter 10-c : Parted : Lie (Post #22)
Chapter 10-d : Parted : Prey Get Prayed (Post #24)
Chapter 10-e : Parted : Mission Impossible - Lunatic (Post #26)
Chapter 10-f : Parted : Oops! (Post #28)
Chapter 10-g : Parted : Desperado (Post #30)
Chapter 11-a : Brave : A Brand New Heart (Post #32)
Chapter 11-b : Anticipation : Instinct, Hope, and Tactic (Post #33)
Chapter 11-c : Knowledge : Book of Knowledge (Post #34dan #35)
Chapter 11-d : Speed : Half Memory (Post #36)
Chapter 11-e : Helper : Celestial and Constellations (Post #37 dan #38)
Chapter 11-f : Naive : What a Close Call (Post #39 dan #40)
Chapter 11-g : Life : Game Not Real (Post #42)
Chapter 12 : Extra : Agent 009 (Post #43 dan #44)
Chapter 13-a : Moving : Mirage (Post #45)
Suatu hari, saat gunung youkai sedang dilanda ketidak-adaan dan kebosanan, Aya, tengu tercepat di Gensokyou masih tetap mencari sesuatu yang menarik untuk dijadikan artikel. Namun, berbeda dengan anjing pengawas di gunung youkai, Momiji hanya bermain gamedan tidak melakukan hal lainnya sampai ia dipanggil oleh Aya.
"Momiji." sahutnya. Namun Momiji tetap saja bermain.
"Momiji...." panggilnya lagi.
"Apa?" katanya sambil terus saja memainkan permainan itu.
Akhirnya Aya pun mendekati dan meneriakinya.
"MOMIJI!!!"
Terkejut karena suara Aya, terdengar suara 'Pichuuuun' di komputernya.
"A....A....Aya! Astaga, apa yang sudah kau perbuat?! Itu nyawa terakhirku!" kata Momiji dengan nada marah.
"Hah...Aku sudah mencari artikel ke seluruh penjuru Gensoukyo dan kau hanya diam saja disini dengan permainan itu? Hah?!" katanya dengan nada agak marah.
Momiji pun mulai berdiri dari tempat duduk tempat dia bermain permainan itu siap membalas kata-kata Aya.
"Tapi tidak ada yang terjadi sekarang! Tidak ada insiden atau kejadian kecil lainnya! Dan..."
"Kamu mau aku pecat dari sini?!" cela Aya dengan nada yang tinggi. Dia sudah terlihat marah dan hanya mengambil tas hitam kecil di meja kerjanya.
"Tapi! Tapi ini stage terakhir! Ini spell terakhir Yu..."
"Tangkap." kata Aya memotong pembicaraan lagi sambil melempar tas kecil itu kepada Momiji.
"Sekarang pergi dan carilah sebuah artikel!" lanjut Aya sambil melesat cepat meninggalkan Momiji sendirian dengan tas kecilnya itu.
"Tapi...... Dia pergi lagi.... Dia tidak pernah mendengarkan aku walau sepatah katapun... Hah... Biarlah..." kata Momiji sambil membawa tas dan pedangnya pergi.
Tanpa tujuan dia berjalan. Hanya mengitari gunung Youkai, melewati sungai dan akhirnya dia pun mengeluh kembali.
"Andai saja ada sebuah keajaiban sehingga aku bisa menulis artikel..." katanya sambil berjalan pelan melewati jalan setapak ke desa penduduk.
Lalu tiba-tiba dia merasakan seseorang datang. Hawa yang ia rasakan agak berbeda dengan manusia. Dia lebih...ringan? Tidak percaya dia melihat ke belakang. Dan ternyata hawa yang ia rasakan memang sangat ringan. Manusia itu terbang di atas angin yang sepertinya ia buat di telapak kakinya. Siapa lagi kalau bukan Sanae, seorang penjaga kuil yang berada di dekat puncak gunung youkai. Tiba-tiba dia melompat dari angin tempat ia berpijak sambil berteriak dengan girang.
"ANGIN SUCIII!!!!" katanya sambil menggerakkan goheinya.
"Err... Apa yang kau lakukan?" tanya Momiji dengan kebingungan.
"Bukannya kamu yang mau didatangkan KEAJAIBAN?" tanya Sanae.
"Umm... Ya, tapi..."
"Kalau gitu...." katanya sambil mengangkat goheinya.
"ANGIIIN SUCIII!!! DA...!"
"Cukup! Cukup! Cukup!" katanya sambil mencoba untuk menghentikan Sanae.
"Untuk sekarang aku tidak mau bertarung danmakku denganmu, jadi tolong..."
"Tapi kamu mau KEAJAIBAN kan?"
"Arrgh... sudahlah, lupakan..." kata Momiji agak kesal.
Sanae pun menatap Momiji dengan mata yang agak kesal dan mulai mengisi pipinya dengan angin.
"Apa?" tanya Momiji yang mulai tidak nyaman dengan perlakuan Sanae.
Tak ada jawaban, namun Sanae tetap mempertahankan perlakuannya itu dan menatap mata Momiji dengan kesal. Sampai beberapa menit terlewat dengan adegan dimana mereka menatap satu dan yang lainnya dengan agak kesal.
"Agh..." keluh Momiji yang sudah tidak tahan lagi dengan tatapan Sanae.
"Ikh! Jangan lihat aku seperti itu! Aku sangat terganggu dengan itu! Ja...Jadi... Lakukan... Argh! Terserahlah! Lakukan saja yang kau mau...Aku pergi saja dari sini!" katanya dengan gugup.
Raut wajah Sanae pun berubah menjadi cerah kembali seakan tidak ada yang terjadi sebelum ini.
"Horee! Makasih ya Momiji! <3" katanya.
"Dan karena kamu memperbolehkan aku ngapain aja."
"Jadi aku mau ngikut kamu sekarang, ya!" sambungnya.
"Eeeh? Kenapa kau...?" kata Momiji dengan kaget, namun teringat dengan perkataannya, dia pun sadar kembali dan menghela nafas.
"Hah, ya sudahlah..." lanjutnya dengan nada yang terlihat pasrah.
"Eiit. Tunggu dulu Momi-chan" katanya sambil mengacungkan jari telunjuknya.
"Huh?"
Sambil mengangkat goheinya, angin disekitarnya terlihat membawanya terbang. Dan setelah dia berada setinggi Kepala Momiji berteriaklah dia,
"ANGIN SUCII! BERTIUPLAH!!!"
"What the....?"
Momiji mendengar suatu suara gemuruh angin yang luar biasa di belakangnya. Tiba-tiba bulu-bulunya berdiri sekeika saat ia ingin berbalik melihat ke belakang. Namun ia paksakan kepalannya untuk menengok ke belakang dan hasilnya...
[SFX: ZUUUUUUUUUUUUNNN~]
"A...APA?!!!"
Angin yang bertiup sangat kencang secara cepat menghampiri mereka.
"Argh! Aku harus lari! Angin ini terlalu besar! Haah! Untuk apa dia memanggil angin ini?! Dasar aneh!" katanya sambil berlari menjauhi angin itu. Sementara itu Sanae dengan girang mengkibas-kibaskan goheinya ke kiri dan ke kanan.
"Ya! Aku dapat menguasai angin! Angiin! Ya... Eh? Momi-chan?"
Lalu dia pun sadar bahwa dia tertinggal sendiri di situ. Namun karena Sanae berada di atas angin sehingga dari ketinggiannya dia bisa melihat Momiji yang sedang berlari ketakutan.
"Hei! Tunggu aku Momi-chan!"
Ini pertama kali ane nulis fanfic Touhou, jadi, tolong dinilai saja ya.
Karena mungkin karya seseorang itu tidak ada yang sempurna, jadi kritik dan saran sangat ane hargai.
Hehe, anyway, selamat menikmati!
Spoiler for Index (masih on going):
Chapter 1-10-b masih di pejwan
Chapter 1 : The Mountain and The Problem (Post #1/ This post, obviously)
Chapter 2 : Suspicious Person Suspected! (Post #2)
Chapter 3 : Behind the Boringness (Post #3)
Chapter 4 : Confuse the Confuseness (Post #5)
Chapter 5 : The Task (Post #6)
Chapter 6 : Just Begun (Post #7)
Chapter 7 : Secret (Post #10)
Chapter 8 : Tricked (Post #13)
Chepter 9 : We're in... Wait..... (Post #16)
Chapter 10-a : Parted : His Tears (Post #19)
Chapter 10-b : Parted : Unconscious Heart (Post #20)
Selanjutnya ada di page > 1
Chapter 10-c : Parted : Lie (Post #22)
Chapter 10-d : Parted : Prey Get Prayed (Post #24)
Chapter 10-e : Parted : Mission Impossible - Lunatic (Post #26)
Chapter 10-f : Parted : Oops! (Post #28)
Chapter 10-g : Parted : Desperado (Post #30)
Chapter 11-a : Brave : A Brand New Heart (Post #32)
Chapter 11-b : Anticipation : Instinct, Hope, and Tactic (Post #33)
Chapter 11-c : Knowledge : Book of Knowledge (Post #34dan #35)
Chapter 11-d : Speed : Half Memory (Post #36)
Chapter 11-e : Helper : Celestial and Constellations (Post #37 dan #38)
Chapter 11-f : Naive : What a Close Call (Post #39 dan #40)
Chapter 11-g : Life : Game Not Real (Post #42)
Chapter 12 : Extra : Agent 009 (Post #43 dan #44)
Chapter 13-a : Moving : Mirage (Post #45)
Spoiler for Prologue : The Mountain and The Problem:
Suatu hari, saat gunung youkai sedang dilanda ketidak-adaan dan kebosanan, Aya, tengu tercepat di Gensokyou masih tetap mencari sesuatu yang menarik untuk dijadikan artikel. Namun, berbeda dengan anjing pengawas di gunung youkai, Momiji hanya bermain gamedan tidak melakukan hal lainnya sampai ia dipanggil oleh Aya.
"Momiji." sahutnya. Namun Momiji tetap saja bermain.
"Momiji...." panggilnya lagi.
"Apa?" katanya sambil terus saja memainkan permainan itu.
Akhirnya Aya pun mendekati dan meneriakinya.
"MOMIJI!!!"
Terkejut karena suara Aya, terdengar suara 'Pichuuuun' di komputernya.
"A....A....Aya! Astaga, apa yang sudah kau perbuat?! Itu nyawa terakhirku!" kata Momiji dengan nada marah.
"Hah...Aku sudah mencari artikel ke seluruh penjuru Gensoukyo dan kau hanya diam saja disini dengan permainan itu? Hah?!" katanya dengan nada agak marah.
Momiji pun mulai berdiri dari tempat duduk tempat dia bermain permainan itu siap membalas kata-kata Aya.
"Tapi tidak ada yang terjadi sekarang! Tidak ada insiden atau kejadian kecil lainnya! Dan..."
"Kamu mau aku pecat dari sini?!" cela Aya dengan nada yang tinggi. Dia sudah terlihat marah dan hanya mengambil tas hitam kecil di meja kerjanya.
"Tapi! Tapi ini stage terakhir! Ini spell terakhir Yu..."
"Tangkap." kata Aya memotong pembicaraan lagi sambil melempar tas kecil itu kepada Momiji.
"Sekarang pergi dan carilah sebuah artikel!" lanjut Aya sambil melesat cepat meninggalkan Momiji sendirian dengan tas kecilnya itu.
"Tapi...... Dia pergi lagi.... Dia tidak pernah mendengarkan aku walau sepatah katapun... Hah... Biarlah..." kata Momiji sambil membawa tas dan pedangnya pergi.
Tanpa tujuan dia berjalan. Hanya mengitari gunung Youkai, melewati sungai dan akhirnya dia pun mengeluh kembali.
"Andai saja ada sebuah keajaiban sehingga aku bisa menulis artikel..." katanya sambil berjalan pelan melewati jalan setapak ke desa penduduk.
Lalu tiba-tiba dia merasakan seseorang datang. Hawa yang ia rasakan agak berbeda dengan manusia. Dia lebih...ringan? Tidak percaya dia melihat ke belakang. Dan ternyata hawa yang ia rasakan memang sangat ringan. Manusia itu terbang di atas angin yang sepertinya ia buat di telapak kakinya. Siapa lagi kalau bukan Sanae, seorang penjaga kuil yang berada di dekat puncak gunung youkai. Tiba-tiba dia melompat dari angin tempat ia berpijak sambil berteriak dengan girang.
"ANGIN SUCIII!!!!" katanya sambil menggerakkan goheinya.
"Err... Apa yang kau lakukan?" tanya Momiji dengan kebingungan.
"Bukannya kamu yang mau didatangkan KEAJAIBAN?" tanya Sanae.
"Umm... Ya, tapi..."
"Kalau gitu...." katanya sambil mengangkat goheinya.
"ANGIIIN SUCIII!!! DA...!"
"Cukup! Cukup! Cukup!" katanya sambil mencoba untuk menghentikan Sanae.
"Untuk sekarang aku tidak mau bertarung danmakku denganmu, jadi tolong..."
"Tapi kamu mau KEAJAIBAN kan?"
"Arrgh... sudahlah, lupakan..." kata Momiji agak kesal.
Sanae pun menatap Momiji dengan mata yang agak kesal dan mulai mengisi pipinya dengan angin.
"Apa?" tanya Momiji yang mulai tidak nyaman dengan perlakuan Sanae.
Tak ada jawaban, namun Sanae tetap mempertahankan perlakuannya itu dan menatap mata Momiji dengan kesal. Sampai beberapa menit terlewat dengan adegan dimana mereka menatap satu dan yang lainnya dengan agak kesal.
"Agh..." keluh Momiji yang sudah tidak tahan lagi dengan tatapan Sanae.
"Ikh! Jangan lihat aku seperti itu! Aku sangat terganggu dengan itu! Ja...Jadi... Lakukan... Argh! Terserahlah! Lakukan saja yang kau mau...Aku pergi saja dari sini!" katanya dengan gugup.
Raut wajah Sanae pun berubah menjadi cerah kembali seakan tidak ada yang terjadi sebelum ini.
"Horee! Makasih ya Momiji! <3" katanya.
"Dan karena kamu memperbolehkan aku ngapain aja."
"Jadi aku mau ngikut kamu sekarang, ya!" sambungnya.
"Eeeh? Kenapa kau...?" kata Momiji dengan kaget, namun teringat dengan perkataannya, dia pun sadar kembali dan menghela nafas.
"Hah, ya sudahlah..." lanjutnya dengan nada yang terlihat pasrah.
"Eiit. Tunggu dulu Momi-chan" katanya sambil mengacungkan jari telunjuknya.
"Huh?"
Sambil mengangkat goheinya, angin disekitarnya terlihat membawanya terbang. Dan setelah dia berada setinggi Kepala Momiji berteriaklah dia,
"ANGIN SUCII! BERTIUPLAH!!!"
"What the....?"
Momiji mendengar suatu suara gemuruh angin yang luar biasa di belakangnya. Tiba-tiba bulu-bulunya berdiri sekeika saat ia ingin berbalik melihat ke belakang. Namun ia paksakan kepalannya untuk menengok ke belakang dan hasilnya...
[SFX: ZUUUUUUUUUUUUNNN~]
"A...APA?!!!"
Angin yang bertiup sangat kencang secara cepat menghampiri mereka.
"Argh! Aku harus lari! Angin ini terlalu besar! Haah! Untuk apa dia memanggil angin ini?! Dasar aneh!" katanya sambil berlari menjauhi angin itu. Sementara itu Sanae dengan girang mengkibas-kibaskan goheinya ke kiri dan ke kanan.
"Ya! Aku dapat menguasai angin! Angiin! Ya... Eh? Momi-chan?"
Lalu dia pun sadar bahwa dia tertinggal sendiri di situ. Namun karena Sanae berada di atas angin sehingga dari ketinggiannya dia bisa melihat Momiji yang sedang berlari ketakutan.
"Hei! Tunggu aku Momi-chan!"
0
4K
Kutip
44
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Fanstuff
1.9KThread•343Anggota
Tampilkan semua post
TS
Deflan
#34
Spoiler for Knowledge : Book of Knowledge (1):
Beberapa menit berselang dan Myria masih belum terlihat. Patchouli pun mulai merasa tidak enak.
"Kenapa dia lama sekali...Lebih baik aku melihatnya..." kata Patchouli yang sudah agak cemas.
Patchoui pun beranjak dari kurasi tempat ia duduk dan menuju dapur.
"Myria...Sudah selesai?" kata Patchouli memanggil Myria, namun di dapur tidak ada seorangpun.
Hanya secarik kertas yang ada di dekat segelas teh yang hangat. Patchouli pun membaca isi dari kertas itu dan mengambil teh itu ke ruang tengah, tempat ia tadi menunggu. Kertas itu dia coba baca dan ia sepertinya familiar dengan tulisan yang ada di kertas itu. Ia pun duduk, menaruh tehnya di meja yang ada di sebelahnya, dan mengambil kaca-mata kecilnya dari sakunya.
"Ini....bahasa yang ada di buku itu..." kata Patchouli pelan.
Dia membaca perlahan sambil mencoba mengartikan maksudnya. Tulisan itu seperti simbol-simbol yang Patchouli tahu. Patchouli pun membacanya dengan tenang.
.......
Gelap malam tiada berarti.
Rusa hutan tiada berjalan.
Seiring waktu berlalu.
Biarlah ia keluar dari situ.
Kurungan gelap nan menyiksa.
Akan kubuka untukmu.
Kini datanglah wahai...
"!!!"
Tiba-tiba Patchouli berhenti membaca kertas itu dan menyobeknya menjadi potongan yang kecil-kecil.
"Ini.....Tulisan yang sama seperti yang ada di buku itu. Buku saat aku memunculkan Koakuma di SDM.... Ini pasti....Namun....Bagaimana bisa? Yang mengetahui tentang buku itu hanya aku dan beberapa penyihir sepertiku. Dan yang bisa menulis tulisan ini..." dan pikiran Patchouli pun berhenti sampai situ.
"Ya... Itu pasti dia...." pikir Patchouli lagi sambil berdiri dari kursi itu dan pergi dari rumah itu. Meninggalkan teh yang masih hangat dan sobekan kertas itu yang ada di atas lantai yang kotor itu.
Hari masih pagi. Di situ dia melihat ke atas bukit kecil di belakang rumah milik Myria dan mencoba untuk menaikinya menuju rumah yang berada di atas bukit itu. Rumah itu kecil dan ada di puncak dari bukit itu. Patchouli pun berjalan mendekati rumah itu. Perjalanan seharusnya tidak akan berjalan lama jika tidak ada hambatan, namun guncangan di tanah lapang tempatnya berjalan membuat Patchouli diam dan melihat ke sekitar. Getaran itu semakin lama semakin kencang dan Patchouli tiba-tiba melompat ke samping. Tepat saat Patchouli molompat, dari tanah di bawah kakinya tadi, keluar sebuah mulut yang besar. Mulut dari bunga. Bunga dari tanaman besar. Tanaman itu keluar dari dalam tanah dan berteriak keras.
"Monster itu.... Dia adalah moster tanaman yang akan mengembil kekuatan dari apapun yang dimakannya...Untung saja..." pikir Patchouli, namun tiba-tiba tanah kembali berguncang dan membuat Patchouli kembali terdiam. Patchouli pun menjauh lagi dari monster itu dan beberapa batang keluar dari bawah tanah.
"Ti...Tidak mungkin...!" pikirnya lagi sambil melihat batang-batang itu.
Batang itu berduri dan di pucuknya di tutupi jubah. Masing-masing ada yang berwarna merah, biru muda, kuning, coklat, putih, hijau, abu-abu, dan hitam.
"Me...mereka....Mereka telah dimakan oleh monster itu...!" kata Patchouli yang sudah gemetar.
"A...Aku tidak akan bisa...." katanya dan dirinya pun rebah ke tanah.
Dia berpikir dia tidak akan merubah apapun jika hanya dia yang bertarung sendiri di sini karena mereka memiliki kemampuan bermacam-macam. Dan monster itu mengumpulkan energi di mulut dari bunga itu dan mengeluarkannya ke Patchouli. Saat itu Patchouli hanya bisa melihat gumpalan cahaya kuning yang melesat ke arahnya. Saat itu yang Patchouli ingat adalah iblis kecil yang pernah ia keluarkan dari buku yang terlarang. Buku Hitam. Dia pun berkata dalam hati...
"Aku....aku tidak bisa melakukannya..."
Dan Patchouli pun hanya memejamkan matanya dan pasrah. Namun tepat saat itu juga, ledakan terjadi di depannya. Yang ia rasalan, ada sesuatu yang memblokir serangan dari monster itu.
"Tanaman itu tidak akan berhenti dengan sendirinya Patchouli-san!"
Patchouli yang mengenal suara itu langsung melihat ke depannya dan ada seseorang di depannya. Seseorang yang berambut panjang berwarna merah dengan dua sayap kelelawar di kepalanya, dan dua lagi di punggungnya. Dia sedang menahan serangan itu dengan barrier magis miliknya yang berwarna hitam yang agak transparan.
"Ko...Koakuma?! Ba...Bagaimana kamu bisa ke sini?!" kata Patchouli terkejut.
"Aku bisa merasakan Patchouli-san yang sudah tidak ada harapan dan aku mencoba untuk membaca mantra teleportasi dan aku bisa ke sini walau sempat beberapa kali gagal. Jadi tolonglah Patchouli-san! Aku tahu anda pasti bisa!" kata Koakuma sambil menahan beberapa serangan yang dilancarkan oleh monster itu.
Patchouli pun kembali bangkin dan memegang pundak Koakuma.
"Aku...Tidak ada tandingannya dengan moster itu...Dia sudah menguasai banyak elemen dan aku pasti..." kata Patchouli namun langsung di potong oleh Koakuma.
"Omong kosong! Jika anda tidak bisa mengalahkan moster itu, aku tidak akan pernah hadir ke perpustakaanmu! Bahkan anda tidak akan bisa mengontrolku." kata Koakuma.
"Aku bisa mengetahui sampai mana batas kemampuan tuanku dan aku sudah tahu itu sejak pertama kali aku bertemu denganmu. Jadi, tolonglah... Berrier ini tidak adan bertahan lebih lama lagi!" lanjut Koakuma.
Barrier itu sudah mulai transparan karena di hantam oleh energi-energi bercahaya terang dan gelap, api, air, dan elemen lainnya. Dan Patchouli pun terdiam dan pada akhirnya membuka buku sihirnya yang selalu ia bawa tu.
"Koakuma..." kata Patchouli sambil menepuk bahu Koakuma.
"Terima kasih." lanjutnya.
"Pa...Patchouli-san..." kata Koakuma kehabisan kata-kata.
Dan Koakuma pun kembali melihat barriernya yang sudah retak sedikit.
"Ku lihat semangat anda sudah kembali lagi..." kata Koakuma dengan sedikit tersenyum.
"Kenapa dia lama sekali...Lebih baik aku melihatnya..." kata Patchouli yang sudah agak cemas.
Patchoui pun beranjak dari kurasi tempat ia duduk dan menuju dapur.
"Myria...Sudah selesai?" kata Patchouli memanggil Myria, namun di dapur tidak ada seorangpun.
Hanya secarik kertas yang ada di dekat segelas teh yang hangat. Patchouli pun membaca isi dari kertas itu dan mengambil teh itu ke ruang tengah, tempat ia tadi menunggu. Kertas itu dia coba baca dan ia sepertinya familiar dengan tulisan yang ada di kertas itu. Ia pun duduk, menaruh tehnya di meja yang ada di sebelahnya, dan mengambil kaca-mata kecilnya dari sakunya.
"Ini....bahasa yang ada di buku itu..." kata Patchouli pelan.
Dia membaca perlahan sambil mencoba mengartikan maksudnya. Tulisan itu seperti simbol-simbol yang Patchouli tahu. Patchouli pun membacanya dengan tenang.
.......
Gelap malam tiada berarti.
Rusa hutan tiada berjalan.
Seiring waktu berlalu.
Biarlah ia keluar dari situ.
Kurungan gelap nan menyiksa.
Akan kubuka untukmu.
Kini datanglah wahai...
"!!!"
Tiba-tiba Patchouli berhenti membaca kertas itu dan menyobeknya menjadi potongan yang kecil-kecil.
"Ini.....Tulisan yang sama seperti yang ada di buku itu. Buku saat aku memunculkan Koakuma di SDM.... Ini pasti....Namun....Bagaimana bisa? Yang mengetahui tentang buku itu hanya aku dan beberapa penyihir sepertiku. Dan yang bisa menulis tulisan ini..." dan pikiran Patchouli pun berhenti sampai situ.
"Ya... Itu pasti dia...." pikir Patchouli lagi sambil berdiri dari kursi itu dan pergi dari rumah itu. Meninggalkan teh yang masih hangat dan sobekan kertas itu yang ada di atas lantai yang kotor itu.
Hari masih pagi. Di situ dia melihat ke atas bukit kecil di belakang rumah milik Myria dan mencoba untuk menaikinya menuju rumah yang berada di atas bukit itu. Rumah itu kecil dan ada di puncak dari bukit itu. Patchouli pun berjalan mendekati rumah itu. Perjalanan seharusnya tidak akan berjalan lama jika tidak ada hambatan, namun guncangan di tanah lapang tempatnya berjalan membuat Patchouli diam dan melihat ke sekitar. Getaran itu semakin lama semakin kencang dan Patchouli tiba-tiba melompat ke samping. Tepat saat Patchouli molompat, dari tanah di bawah kakinya tadi, keluar sebuah mulut yang besar. Mulut dari bunga. Bunga dari tanaman besar. Tanaman itu keluar dari dalam tanah dan berteriak keras.
"Monster itu.... Dia adalah moster tanaman yang akan mengembil kekuatan dari apapun yang dimakannya...Untung saja..." pikir Patchouli, namun tiba-tiba tanah kembali berguncang dan membuat Patchouli kembali terdiam. Patchouli pun menjauh lagi dari monster itu dan beberapa batang keluar dari bawah tanah.
"Ti...Tidak mungkin...!" pikirnya lagi sambil melihat batang-batang itu.
Batang itu berduri dan di pucuknya di tutupi jubah. Masing-masing ada yang berwarna merah, biru muda, kuning, coklat, putih, hijau, abu-abu, dan hitam.
"Me...mereka....Mereka telah dimakan oleh monster itu...!" kata Patchouli yang sudah gemetar.
"A...Aku tidak akan bisa...." katanya dan dirinya pun rebah ke tanah.
Dia berpikir dia tidak akan merubah apapun jika hanya dia yang bertarung sendiri di sini karena mereka memiliki kemampuan bermacam-macam. Dan monster itu mengumpulkan energi di mulut dari bunga itu dan mengeluarkannya ke Patchouli. Saat itu Patchouli hanya bisa melihat gumpalan cahaya kuning yang melesat ke arahnya. Saat itu yang Patchouli ingat adalah iblis kecil yang pernah ia keluarkan dari buku yang terlarang. Buku Hitam. Dia pun berkata dalam hati...
"Aku....aku tidak bisa melakukannya..."
Dan Patchouli pun hanya memejamkan matanya dan pasrah. Namun tepat saat itu juga, ledakan terjadi di depannya. Yang ia rasalan, ada sesuatu yang memblokir serangan dari monster itu.
"Tanaman itu tidak akan berhenti dengan sendirinya Patchouli-san!"
Patchouli yang mengenal suara itu langsung melihat ke depannya dan ada seseorang di depannya. Seseorang yang berambut panjang berwarna merah dengan dua sayap kelelawar di kepalanya, dan dua lagi di punggungnya. Dia sedang menahan serangan itu dengan barrier magis miliknya yang berwarna hitam yang agak transparan.
"Ko...Koakuma?! Ba...Bagaimana kamu bisa ke sini?!" kata Patchouli terkejut.
"Aku bisa merasakan Patchouli-san yang sudah tidak ada harapan dan aku mencoba untuk membaca mantra teleportasi dan aku bisa ke sini walau sempat beberapa kali gagal. Jadi tolonglah Patchouli-san! Aku tahu anda pasti bisa!" kata Koakuma sambil menahan beberapa serangan yang dilancarkan oleh monster itu.
Patchouli pun kembali bangkin dan memegang pundak Koakuma.
"Aku...Tidak ada tandingannya dengan moster itu...Dia sudah menguasai banyak elemen dan aku pasti..." kata Patchouli namun langsung di potong oleh Koakuma.
"Omong kosong! Jika anda tidak bisa mengalahkan moster itu, aku tidak akan pernah hadir ke perpustakaanmu! Bahkan anda tidak akan bisa mengontrolku." kata Koakuma.
"Aku bisa mengetahui sampai mana batas kemampuan tuanku dan aku sudah tahu itu sejak pertama kali aku bertemu denganmu. Jadi, tolonglah... Berrier ini tidak adan bertahan lebih lama lagi!" lanjut Koakuma.
Barrier itu sudah mulai transparan karena di hantam oleh energi-energi bercahaya terang dan gelap, api, air, dan elemen lainnya. Dan Patchouli pun terdiam dan pada akhirnya membuka buku sihirnya yang selalu ia bawa tu.
"Koakuma..." kata Patchouli sambil menepuk bahu Koakuma.
"Terima kasih." lanjutnya.
"Pa...Patchouli-san..." kata Koakuma kehabisan kata-kata.
Dan Koakuma pun kembali melihat barriernya yang sudah retak sedikit.
"Ku lihat semangat anda sudah kembali lagi..." kata Koakuma dengan sedikit tersenyum.
0
Kutip
Balas