TS
onybow
..::## SEMARANG INSIDE ##::.. (ada apa aja sih di Semarang)
..::## SEMARANG INSIDE ##::..
(ada apa aja sih di Semarang)
(ada apa aja sih di Semarang)

Atas usulan rekan-rekan kaskuser,maka tread ini di dirikan. (kek gedung ajah
)Tread ini bertujuan khusus untuk mengulas apa aja yang ada di Semarang.
Sehingga memudahkan kaskuser reg.Semarang dan luar reg.Semarang.
Sukur-sukur bisa menjadi acuan untuk para pelancong dari regional luar Semarang.
Kan banyak tu turis dadakan atau bahkan turis manca negara yang tertarik sama kota kita tercinta ini.
Monggo di share sedoyo...
Sumbangkan hasil ulasan dan info dari kaskuser sekalian.
Lebih bagus kalo ada foto sekalian dan data sedetil mungkin.(tp lo belum ada ya gapapa,sapa tau ada yang melengkapi)
Mangkih kulo indexmalih dan selalu di update (lagi ngetrend index kali ye)
Bisa dari hotel,rumah sakit,tempat pariwisata,kuliner,bahkan pos polisi terdekat ato apapun yang sekiranya ada di Semarang,
yang sedikit banyak berguna bagi kaskuser yang lain nya...
Jadi,,, ayo kita tunjukan ada apa aja sih di Semarang....
Tunjukan pada dunia luar !!! (semangat mode on)
- Quote:
- *sejarah awal berdirinya kota Semarang*Quote:
- *pict Semarang tempo doeloe,jadikan beda !!!*Quote:
- *all religions are also harmonious to each other*Quote:
- *Semarang Pariwisata*Quote:
- *Budaya*Quote:
- *Olah Raga*Quote:
- *Akademis*Quote:
- *Transportasi*Quote:
- *Hotel*Quote:
- *Rumah Sakit yg ada di Semarang*Quote:
- *Nomor Telepon Penting*Quote:
- *Kantor Polisi*Quote:
- *KULINER SEMARANG*Quote:
INFO SEMARANG ( AGENDA )
- *BELUM ADA INFO*
- Tread ini di bawah naungan Om Momod,gunakanlah sebaik mungkin fasilitas ini.
- Budayakan kirim cendol untuk postingan yang bermutu dan berguna,
Bukan hanya TS nya aja, tapi juga dari kaskuser yang lainnya... (biar adil gitcu...)
milsaka dan 6 lainnya memberi reputasi
7
197.7K
862
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Semarang
2.5KThread•1.2KAnggota
Tampilkan semua post
julian octa
#48
DUGDERAN : Tradisi warga semarang menyambut bulan puasa
Tradisi ini adalah tradisi umat Islam Semarang dalam rangka menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan yang biasanya digelar kira-kira 1-2 minggu sebelum puasa dimulai. Karena sudah berlangsung lama, tradisi Dugderan ini pun sudah menjadi semacam pesta rakyat. Meski sudah jadi semacam pesta rakyat --berupa tari japin, arak-arakan (karnaval) hingga tabuh bedug oleh Walikota Semarang--, tetapi proses ritual (pengumuman awal puasa) tetap menjadi puncak dugderan.
Memang sebelum acara tabuh bedug, biasanya ada karnaval diawali pemberangkatan peserta dari Balai Kota dan berakhir di masjid Kauman (masjid Agung), dekat Pasar Johar. Tapi dalam dua tahun terakhir ini, rute karnaval diperpanjang; dari Balai Kota menuju masjid Kauman lalu ke masjid Agung Jawa Tengah yang terletak di Gayamsari.
Meskipun dugderan dibuka sekitar 1-2 minggu sebelum puasa, tapi puncak dari ritual dugderan berlangsung sehari sebelum puasa, tetapnya setelah sholat ashar dengan diadakan musyawarah dengan tujuan menentukan awal Ramadhan yang dihadiri para ulama. Setelah itu, digelar halaqah tentang pengumuman ketentuan dimulainya puasa dengan ditandai "pemukulan bedug" sebagai tanda awal puasa. Penyerahan hasil halaqoh diserahkan ke Kanjeng Gubernur Jateng, Kanjeng Bupati Semarang (Walikota Semarang) dan selanjutnya Gubernur memukul bedug. Kemudian ritual itu diakhiri dengan pembacaan doa.
Sejarah Dugderan
Umat Islam Semarang bisa dikata sudah tak asing lagi dengan dugderan. Meski zaman sudah berubah, tetap saja tradisi ini masih tetap bertahan. Kalau dibandingkan dengan Pasar Semawis atau PRPP yang diselenggarakan beberapa tahun lalu, jelas Dugderan masih melekat kuat di hati masyarakat walau tak dimungkiri usia dugderan sudah mencapai satu abad lebih.
Sejak kapan dugderan itu berlangsung? Sejarah mencatat, bahwa dugderan pertama kali digelar tahun 1881 oleh Bupati Semarang Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat. Bupati satu ini dikenal kreatif dan memiliki jiwa seni tinggi sehingga menggagas satu acara untuk memberi semacam pertanda awal waktu puasa lantaran umat Islam pada masa itu belum memiliki keseragaman untuk berpuasa. Sang bupati memilih suatu pesta dalam bentuk tradisi guna menengahi terjadinya perbedaan dalam memulai jatuhnya awal puasa.
Untuk menandai dimulainya bulan Ramadhan itu, maka diadakan upacara membunyikan suara bedug (Dug..dug..dug) sebagai puncak "awal bulan puasa" sebanyak 17 (tujuh belas) kali dan diikuti dengan suara dentuman meriam (der..der..der...) sebanyak 7 kali. Dari perpaduan antara bunyi dug dan der itulah yang kemudian menjadikan tradisi atau kesenian yang digagas oleh Bupati Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat itu diberi nama "dugderan".
Selain bunyi bedug dan meriam itu, di dalam pesta rakyat dugderan ada juga maskot dugderan yang dikenal dengan istilah Warak Ngendog. Warak Ngendog ini adalah sebuah mainan jenis binatang rekaan yang bertubuh kambing dan berkepala naga dengan kulit seperti bersisik dibuat dari kertas berwarnawarni yang terbuat dari kayu juga dilengkapi beberapa telur rebus sebagai lambang bahwa binatang itu sedang ngendog (dalam bahasa Indonesia; bertelur). Maklum, waktu diselenggarakan dugderan kali pertama itu, Semarang sedang krisis pangan dan telur merupakan makanan mewah.
Pesan di Balik Dugderan
Meski dugderan sudah menjadi semacam pesta rakyat dan sudah menjadi tradisi yang cukup kuat dengan adanya perlombaan, karnaval,dan tarian, tetap saja dugderan tidak lepas dari puncak ritualnya berupa tabuh bedug dan halaqah yang menjadi akhir dari tradisi yang sudah bertahan seabad lebih itu. Karena itu, puncak ritual ini bukan semata-mata sekedar sebagai tradisi (kesenian rakyat), tapi salah satu budaya Islam Semarang yang punya pesan.
Pertama, salah satu pesan yang cukup kuat digelarnya tradisi (atau budaya) dugderan ini adalah pengumunan dimulainya bulan suci Ramadhan. Pengumunan itu dilambangkan dengan ditabuhnya bedug yang menjadi satu tetenger. Juga, pemukulan bedug itu jadi konsensus yang meneguhkan atau memberikan justifikasi ketetapan jatuhnya tanggal 1 bulan Ramadhan pada esok hari, apalagi umat Islam --tidak hanya di Semarang-- kerapkali memiliki perbedaan dalam menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.
Selain itu, tradisi dugderan juga punya "unsur pendidikan" buat anak agar melaksakan ibadah puasa. Bentuk pendidikan itu dilambangkan dengan adanya warak ngendok yang dapat diartikan suatu lambang yang sarat dengan makna. Karena arti keseluruhan warak ngendog itu adalah seseorang haruslah suci, bersih dan memantapkan ketaqwaan kepada Allah dalam menjalani puasa. Karena itu, ini bisa menjadi pembelajaran bagi anak dalam mengenal ibadah puasa! (n. mursidi)
Memang sebelum acara tabuh bedug, biasanya ada karnaval diawali pemberangkatan peserta dari Balai Kota dan berakhir di masjid Kauman (masjid Agung), dekat Pasar Johar. Tapi dalam dua tahun terakhir ini, rute karnaval diperpanjang; dari Balai Kota menuju masjid Kauman lalu ke masjid Agung Jawa Tengah yang terletak di Gayamsari.
Meskipun dugderan dibuka sekitar 1-2 minggu sebelum puasa, tapi puncak dari ritual dugderan berlangsung sehari sebelum puasa, tetapnya setelah sholat ashar dengan diadakan musyawarah dengan tujuan menentukan awal Ramadhan yang dihadiri para ulama. Setelah itu, digelar halaqah tentang pengumuman ketentuan dimulainya puasa dengan ditandai "pemukulan bedug" sebagai tanda awal puasa. Penyerahan hasil halaqoh diserahkan ke Kanjeng Gubernur Jateng, Kanjeng Bupati Semarang (Walikota Semarang) dan selanjutnya Gubernur memukul bedug. Kemudian ritual itu diakhiri dengan pembacaan doa.
Sejarah Dugderan
Umat Islam Semarang bisa dikata sudah tak asing lagi dengan dugderan. Meski zaman sudah berubah, tetap saja tradisi ini masih tetap bertahan. Kalau dibandingkan dengan Pasar Semawis atau PRPP yang diselenggarakan beberapa tahun lalu, jelas Dugderan masih melekat kuat di hati masyarakat walau tak dimungkiri usia dugderan sudah mencapai satu abad lebih.
Sejak kapan dugderan itu berlangsung? Sejarah mencatat, bahwa dugderan pertama kali digelar tahun 1881 oleh Bupati Semarang Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat. Bupati satu ini dikenal kreatif dan memiliki jiwa seni tinggi sehingga menggagas satu acara untuk memberi semacam pertanda awal waktu puasa lantaran umat Islam pada masa itu belum memiliki keseragaman untuk berpuasa. Sang bupati memilih suatu pesta dalam bentuk tradisi guna menengahi terjadinya perbedaan dalam memulai jatuhnya awal puasa.
Untuk menandai dimulainya bulan Ramadhan itu, maka diadakan upacara membunyikan suara bedug (Dug..dug..dug) sebagai puncak "awal bulan puasa" sebanyak 17 (tujuh belas) kali dan diikuti dengan suara dentuman meriam (der..der..der...) sebanyak 7 kali. Dari perpaduan antara bunyi dug dan der itulah yang kemudian menjadikan tradisi atau kesenian yang digagas oleh Bupati Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat itu diberi nama "dugderan".
Selain bunyi bedug dan meriam itu, di dalam pesta rakyat dugderan ada juga maskot dugderan yang dikenal dengan istilah Warak Ngendog. Warak Ngendog ini adalah sebuah mainan jenis binatang rekaan yang bertubuh kambing dan berkepala naga dengan kulit seperti bersisik dibuat dari kertas berwarnawarni yang terbuat dari kayu juga dilengkapi beberapa telur rebus sebagai lambang bahwa binatang itu sedang ngendog (dalam bahasa Indonesia; bertelur). Maklum, waktu diselenggarakan dugderan kali pertama itu, Semarang sedang krisis pangan dan telur merupakan makanan mewah.
Pesan di Balik Dugderan
Meski dugderan sudah menjadi semacam pesta rakyat dan sudah menjadi tradisi yang cukup kuat dengan adanya perlombaan, karnaval,dan tarian, tetap saja dugderan tidak lepas dari puncak ritualnya berupa tabuh bedug dan halaqah yang menjadi akhir dari tradisi yang sudah bertahan seabad lebih itu. Karena itu, puncak ritual ini bukan semata-mata sekedar sebagai tradisi (kesenian rakyat), tapi salah satu budaya Islam Semarang yang punya pesan.
Pertama, salah satu pesan yang cukup kuat digelarnya tradisi (atau budaya) dugderan ini adalah pengumunan dimulainya bulan suci Ramadhan. Pengumunan itu dilambangkan dengan ditabuhnya bedug yang menjadi satu tetenger. Juga, pemukulan bedug itu jadi konsensus yang meneguhkan atau memberikan justifikasi ketetapan jatuhnya tanggal 1 bulan Ramadhan pada esok hari, apalagi umat Islam --tidak hanya di Semarang-- kerapkali memiliki perbedaan dalam menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.
Selain itu, tradisi dugderan juga punya "unsur pendidikan" buat anak agar melaksakan ibadah puasa. Bentuk pendidikan itu dilambangkan dengan adanya warak ngendok yang dapat diartikan suatu lambang yang sarat dengan makna. Karena arti keseluruhan warak ngendog itu adalah seseorang haruslah suci, bersih dan memantapkan ketaqwaan kepada Allah dalam menjalani puasa. Karena itu, ini bisa menjadi pembelajaran bagi anak dalam mengenal ibadah puasa! (n. mursidi)
0

:


:
:
:

