Story
Pencarian Tidak Ditemukan
KOMUNITAS
link has been copied
697
Lapor Hansip
20-05-2022 18:46

Cerpen Jagalah Lisanmu [TAMAT]

Quote:
Jagalah Lisanmu

"Ibuuu!!!" Jeritku kencang memecah keheningan. Aku yang saat itu masih berusia enam tahun menangis tersedu.-sedu mencari keberadaan sesosok perempuan yang sudah melahirkanku.

Dengan mata berkaca-kaca, aku menatap nanar ke sekeliling rumah yang tampak sunyi. Tak ada satu suarapun yang menjawab teriakanku.

Hening.

"Ibu dimana?" Teriakku lagi sambil memasuki ruangan yang sangat minim pencahayaan. Di tempat yang tidak terlalu luas itu netraku hanya melihat sebuah ranjang besi kuno dan kelambu berwarna putih pudar menghias di atasnya.

Nihil! Ibu juga tidak berada di ruangan ini!!

"Hiikks !! Ibu kemana??" Jeritku tertahan sambil terduduk di atas tegel dingin. Aku membenamkan wajah di sela-sela lututku. Bahuku tampak naik turun, berguncang pelan.

Cukup lama aku menangis di dalam ruangan yang gelap, hingga dari arah luar kamar terdengar suara langkah kaki mendekat.

"Ctek" suara saklar dinyalakan.

Ruangan yang tadinya gelap gulita kini berubah menjadi terang benderang.

"Ima kenapa menangis di tempat gelap begini?"

Aku mengangkat wajahku perlahan ketika mendengar suara yang sangat ku kenal menyebut namaku.

"I-ibu !!!" Teriakku. Aku segera berdiri dan berhambur ke pelukannya. Dengan bersimbah air mata, aku menangis dan menjerit sekeras-kerasnya dalam pelukan wanita yang mengenakan daster berwarna biru tua.

"Ima kenapa menangis?" Tanya ibu sambil membelai lembut rambutku.

Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku terus menangis dalam dekapannya. Membenamkan wajahku dalam-dalam di pelukannya yang terasa begitu hangat menenangkan.

"I-ibu kemana saja? I-Ima takut bu !!" Jawabku sambil terisak-isak.

"Ibu tadi habis mengantar pesanan asinan ke rumah tetangga. Kamu kenapa menangis Ima?" Tanyanya sambil menatap mataku teduh.

"I-itu bu! Ta-tadi Ima kan berdiri di depan pintu rumah Sasa karena ingin menonton film kartun kesukaan Ima. Tahu-tahu Sasa memanggil mamanya. Terus mama Sasa keluar dan langsung marahin Ima. Dia bilang Ima itu anak yatim dan miskin, tidak boleh menumpang nonton tv di rumahnya. Mamanya Sasa langsung membanting pintu tepat di depan muka Ima, kenceng banget bu!! Ima takut!!" Jawabku dengan bibir bergetar diselingi isak tangis tertahan.

"Astagfirullah !! Duh Gusti kenapa ada orang yang tega menyakiti hati seorang anak kecil ! Ima tolong maafin ibu ya karena belum mampu membelikan telivisi untuk kamu?" Ia mengelus dadanya beberapa kali, mengungkapkan kesedihan yang tengah melanda dirinya.

Ibu menatapku kaku, beliau mencoba tersenyum hangat walau hanya kegetiran yang bisa kutangkap dari wajahnya yang oval.

"Ima lain kali kamu jangan menumpang nonton tv di rumah Sasa lagi ya. Ibu nggak tega melihat kamu selalu disakiti sama ibunya Sasa!" Ada sesuatu yang meletup dihatiku saat mendengar nasehatnya.

"I-iya bu! Ima janji nggak akan menonton tv di rumah Sasa lagi" jawabku sambil menundukkan wajah.

Sasa adalah tetanggaku. Kediamannya berada tidak jauh dari rumahku. Bisa dibilang kehidupanku dan Sasa berbeda 360 derajat. Ia terlahir dengan orang tua lengkap. Ayahnya seorang PNS dan bisa memenuhi semua kebutuhannya. Sangat berbanding terbalik dengan hidupku. Ibuku hanyalah seorang janda dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia hanya mengandalkan warung kecil yang dimodali oleh adiknya yang bekerja di Bandung.

Percayalah terlahir menjadi seorang anak yatim dan miskin itu tidak enak! Banyak orang yang akan memandangmu dengan sebelah mata. Mereka selalu siap menghinamu dengan ucapan yang menyelikit dan menyakitkan. Terkadang aku bertanya dalam hati, sebenarnya dosa apa yang telah aku dan ibuku perbuat sehingga mereka begitu membenci keluargaku?

Entah sudah berapa kali aku selalu mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan dari keluarganya Sasa. Dari sekedar cacian, hinaan hingga kekerasan fisik. Ya! Mamanya Sasa, wanita kejam bertubuh gempal dan berwajah angkuh itu tidak segan-segan mecegatku di tengah jalan dan menampar bibirku sampai berdarah hanya karena aku tidak mau menunggu Sasa yang belum selesai mandi untuk berangkat ke sekolah bersamaku.

Jika sudah begitu, sesampainya aku di rumah maka ibu akan langsung memberondongku dengan berbagai macam pertanyaan kenapa bibirku bisa sampai terluka? Dan lagi-lagi aku hanya bisa berbohong. Aku berkata jika aku tadi terjatuh di depan kelas karena lantainya licin sehabis di pel oleh petugas kebersihan sekolah.

Aku tidak ingin menambah beban pikirannya. Aku juga tidak rela membuat hatinya menjadi semakin sedih dan terluka. Kalaupun aku berkata jujur menceritakan kejadian sebenarnya, toh ibu juga tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya akan memintaku untuk selalu bersabar.

Ibuku.. Ia merupakan perempuan yang cantik. Sifatnya sangat baik, tutur katanya lemah lembut dan beliau jarang sekali marah. Aku tahu di luar sana banyak sekali tetanggaku yang sering mencibir dan menghina karena status beliau yang hanyalah seorang janda. Namun ibu selalu sabar. Ia tidak pernah sekalipun membalas atau meladeni ucapan mereka. Bibirnya hanya terus menyunggingkan seulas senyuman tulus. Terkadang aku bertanya dalam hati sebenarnya terbuat dari apakah hati ibuku itu.

Satu yang selalu kuingat, beliau selalu berkata kepadaku "Yang sabar Ima. Gusti Allah itu tidak pernah tidur! Setiap perlakuan jahat yang telah mereka lakukan kepada kita kelak akan berbalik kepada diri mereka sendiri. Mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal!" Itulah janjinya kepadaku setiap aku merasa sedih dan kecewa.

***


Kini aku sudah menginjak bangku SMP. Siang itu sepulang sekolah, setelah aku mengganti seragam putih biru milikku, aku langsung menghampiri ibu yang sedang menjaga warung. Aku meminta beliau untuk melepas penat di rumah. Kini saatnya giliranku menggantikan posisi beliau. Hal rutin yang selalu kulakukan setiap harinya.

Saat tengah fokus mengerjakan PR, ujung mataku menangkap sesosok orang yang selalu aku berusaha hindari. Namun naasnya siang itu tampaknya dewi fortuna sedang tidak berpihak kepadaku. Wanita dengan mulut berbisa itu tampak melenggang dengan angkuhnya ke arahku. Ia terduduk di bangku kecil yang tersedia di depan warung. Ia menatapku dengan sinis.

"Heh!! Mana ibumu?" Hardiknya kasar.

Aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengambil hati ucapannya. Sambil terus mengerjakan PR, aku menjawab bentakannya dengan santai "Ibu lagi tidur di rumah"

Ia terdiam. Matanya menatap tajam ke arahku. Tampaknya ia sedang ingin mencari gara-gara denganku.

"Kamu lagi ngapain? Dari tadi kuperhatikan kamu ini hanya mencoret-coret kertas? Kamu lagi bikin surat cinta untuk cowok-cowok di sekolahmu ya!!"

Air mata mulai mengembang di pelupuk mata. Kata-katanya begitu menyakitkan! Ku pikir aku telah terbiasa mendengar semua hinaanya, namun ternyata penilaianku salah. Aku masih saja merasa takut setiap berhadapan dengan monster berwujud manusia ini.

"Bukan tante. Ima sedang mengerjakan tugas sekolah" jawabku singkat. Sambil dalam hati terus berdoa agar siluman ular ini segera enyah dari hadapanku.

"Belajar apaan kamu? Anak seperti kamu kok belajar!"

Aku menarik nafas panjang berusaha tidak terpancing ucapannya.

"Ima lagi mengerjakan PR IPA"

"PR?? Halaah !! Ngapain juga kamu pakai repot-repot belajar! Percuma...!! Sekali gembel selamanya akan tetap menjadi gembel !!" Serunya keras seakan-akan tengah berbicara dengan orang tuli.

"Deg !!" Aku merasakan pacuan jantungku berdegub kencang.

Kini wanita itu bertolak pinggang, berdiri dengan pongahnya di depan warung. Matanya melotot, telunjuknya menuding ke arahku.

"Kamu tahu nggak Ima? Nanti jika Sasa sudah besar, ia akan kuliah. Sasa akan mendapatkan .

"BRAK" aku membuka pintu kamar dengan kasar, membuat ibu terjaga dari istirahatnya.

"Ima ada apa??" Ia segera bangkit dari tidurnya dan duduk di tepian ranjang kasur.

Dengan nafas bergemuruh, aku berjalan mengampirinya. Aku menghela nafas dan menghembuskannya cukup kencang karena berusaha menahan tangis. Ibu mengulurkan tangannya, ingin memelukku. Tanpa harus diminta dua kali, aku segera berhambur dan meletakkan kepalaku di atas pangkuannya. Sambil terisak, aku menggenggam bajuku dengan erat. Berusaha keras menjaga emosiku.

"Ima ada apa? Coba cerita sama ibu?"

Seketika pecahlah tangisku. Aku menjerit-jerit histeris. Bibirku mengucap sumpah serapah menyebut nama mamanya Sasa.

"Ima istighfar!! Istighfar sayang! Ingat kita memang bukan orang kaya! Tapi ibu selalu mengajarimu tata krama! Tidak boleh menyumpahi orang lain nak! Ingat doa yang buruk bisa kembali ke dirimu sendiri !!"

Dengan nafas naik turun aku terus menangis meratapi nasibku. Saat itu aku begitu membenci diriku yang miskin! Aku benci diriku yang tidak memiliki seorang ayah seperti teman sebayaku lainnya! Sesosok pria yang seharusnya bisa menjadi pelindung bagi aku dan ibu!

Sambil menangis tersedu-sedu aku mulai menceritakan semua penghinaan yang terlontar dari mulut mamanya Sasa kepadaku. Seperti biasa ibu hanya membelai rambutku dengan penuh kasih sayang dan memberiku wejangan.

"Ima tolong yang sabar ya sayang. Biar Allah nanti yang akan membalas semua ucapan mamanya Sasa. Ibu minta Ima jangan dendam, kita harus bersikap legowo nak"

Aku memalingkan wajah. Dengan mata sembab, aku menatap ke arah wanita yang sedari kecil sudah terbiasa hidup perihatin.

"Bu sebenarnya apa salah Ima? Kenapa mamanya Sasa selalu jahat sama Ima? Padahal Ima sendiri tidak pernah jahat sama Sasa?"

Ia termenung sesaat mendengar pertanyaanku. Seolah sedang berusaha mencari jawaban yang bisa memuaskan batinku.

"Mungkin karena kalian usianya sepantar makanya mamanya Sasa tidak suka sama Ima. Kamu sadar nggak kalau Ima itu cantik dan pintar, beda sama Sasa. Ibu merasa kalau dimata mamanya Sasa, kamu itu adalah saingan anaknya" desisnya lirih.

"Saingan??" Tanyaku dengan raut wajah terkejut.

"Iya sepertinya kamu itu dianggap sebagai lawannya Sasa!"

"Kok bisa bu?"

"Apa Ima tidak ingat? Setiap kenaikan kelas, mamanya Sasa selalu cemberut begitu mengetahui kalau nilai rapormu selalu di atas rata-rata anaknya?"

Aku mengangguk pelan. Mengiyakan ucapan wanita berambut panjang yang tengah berusaha menenangkanku.

"Terus kamu ingat tidak sudah berapa banyak pria yang main ke rumah mencari kamu? Sedangkan Sasa? Mana pernah ada laki-laki yang bertandang ke rumahnya?"

Bola mataku berputar. Hatiku berbisik "Masa iya mama Sasa iri sama aku? Aku bukanlah saingan anaknya! Aku ini bukan siapa-siapa!

Aku sedari kecil sudah kenyang dengan semua ejekan serta hinaan dari keluarganya Sasa. Dan hal itu membuat diriku tumbuh seorang pribadi yang minder! Aku menjadi seorang anak yang pendiam dan rendah diri. Aku selalu merasa kurang! Aku tidak pernah merasa cantik apalagi pintar. Di sekolah dan lingkungan rumah, aku juga tidak pernah bergaul. Temanku sehari-hari hanyalah tumpukan buku pelajaran.

"Ima.. Ibu harap Ima akan selalu terus bersabar dengan semua ujian yang Gusti Allah berikan kepadamu. Insya Allah suatu hari nanti, apa yang telah mama Sasa ucapkan akan berbanding terbalik kepadamu. Yang sabar ya nak" ucapnya sambil terus mengusap pucuk kepalaku.

Dengan menangis tersedu sedan aku menjawab lirih "Baik bu ! Ima akan selalu mengingat pesan ibu!"

"Tuhan mengapa aku dilahirkan ke dunia ini jika hanya selalu mendapatkan penderitaan serta hinaan? Sebenarnya apa rencana yang telah Engkau persiapkan untukku?"

***


"Ima lekas bangun itu ada mas Rudi. Dia bilang pengen ketemu kamu" ibu membangunkan aku yang sedang terlelap.

Aku menggeliat, membuka mata perlahan. Kelopak mataku mengerjap beberapa kali. Setelah mengumpulkan semua kesadaran, aku segera bangkit dan terduduk di tepian tempat tidur.

"Ibu bilang tadi ada yang mencari Ima?"

"Iya itu mas Rudi dari tadi dia menunggu kamu di ruang ramu! Padahal sudah ibu bilang kalau kamu sedang beristirahat. Tapi dia bersikeras tetap ingin menunggu!"

"Ngapain mas Rudi mencari Ima?"

"Mana ibu tahu! Sana cepat basuh wajahmu dan ganti pakaianmu dengan baju yang lebih sopan!"

Dengan langkah gontai aku segera melangkah ke kamar mandi untuk membasuh wajahku. Tidak lupa aku segera mengganti celana pendek yang ku kenakan dengan celana panjang. Kemudian aku segera berjalan menuju ke ruang tamu. Kulihat disana seorang pria yang memiliki postur tinggi dan berwajah tampan sedang menunduk memainkan ponsel di tangan kanannya.

"Mas apa kabar? Ada angin apa kok tiba-tiba datang kemari?" Aku mengulurkan tangan ke arah mas Rudi.

Dengan gelagapan mas Rudi langsung menyambut uluran tanganku. "Eh Ima.. Iya nih mumpung mas lagi libur kuliah dan lagi main ke rumahnya Sasa. Jadi sekalian saja mas mampir ke sini. Nggak apa-apa kan?"

Aku tersenyum kecut menjawab pertanyaannya. Aku menatap seraut wajah blasteran yang sedang duduk berhadapan denganku. Mas Rudi merupakan sepupunya Sasa. Ia kuliah di salah satu universitas favorit di daerah Yogyakarta. Bapaknya mas Rudi merupakan seorang big bos di sebuah perusahaan BUMN. Walaupun ia berasal dari kalangan keluarga terpandang namun sikap mas Rudi sangatlah berbanding terbalik dengan keluarganya Sasa. Ia sosok yang ramah dan sikapnya begitu santun terhadap aku dan ibu.

"Kenapa Ima seperti orang bingung? Ima merasa terganggu dengan kedatangan mas?"

Aku mengangguk cepat.

"Memangnya kenapa?"

Aku menarik nafas panjang. Bukan hanya sekali atau dua kali mas Rudi bertandang ke rumahku. Namun sudah berkali-kali! Ia selalu mencari berbagai macam alasan hanya agar dapat bertemu denganku dan itu membuatku merasa tidak nyaman.

Matanya yang tajam seperti elang menatap wajahku dalam-dalam "Tolong dijawab pertanyaan mas. Kenapa Ima?"

Aku menghembuskan nafas pelan.

" aku menceritakan sindiran yang ia ucapakan kepadaku. Ibu hanya tersenyum tulus mendengar penuturanku.

"Ima tahu tidak? Sasa itu sudah menikah dengan pengangguran! Sasa juga tidak pernah kuliah. Suaminya hanyalah tamatan SMA. Semua yang pernah mamanya Sasa ucapkan kepadamu benar-benar berbanding terbalik dengan kehidupan anaknya sendiri!"

Kedua alisku bertaut "Masa sih bu?" Tanyaku dengan raut wajah tidak percaya.

"Ibu serius Ima. Alhamdulillah kamu bisa kuliah dan menikah dengan mas Dedi. Ima juga sering berpergian, menemani suamimu bertugas ke luar daerah. Sedangkan Sasa? Dia seperti orang minder. Kerjanya hanya mengurung diri di dalam rumah. Anaknya Sasa ada tiga dan semuanya maaf seperti anak yang mempunyai keterbelakangan mental. Jadi harap maklum kalau mamanya Sasa agak stress karena melihat anaknya tidak menjadi seperti apa yang ia harapkan!"

Aku terdiam mematung menatap ke arah jendela ruang tamu. Hatiku bergejolak hebat setelah mendengarkan cerita ibu.

Ternyata benar, Gusti Allah itu tidak pernah tidur. Ucapan ibuku telah menjadi kenyataan betapa sayangnya Sang Rabb kepadaku. Orang-orang yang dulu selalu menjahatiku kini telah mendapatkan balasan yang setimpal.

Saranku untuk semua pembaca tolong jagalah lisan kita baik-baik. Lebih baik diam daripada berbicara namun menyakiti perasaan orang lain.

TAMAT


Diubah oleh makgendhis
profile-picture
profile-picture
profile-picture
herry8900 dan 159 lainnya memberi reputasi
160
Masuk untuk memberikan balasan
stories-from-the-heart
Stories from the Heart
41.6K Anggota • 31.5K Threads
Jagalah Lisanmu
20-05-2022 20:27
ITU ORANG MASIH IDUP GAK MAK,

KUY LAH TARIK RAHANG NYA BIAR GAK BISA NGOMONG LAGI emoticon-Ngamukemoticon-Ngamuk
profile-picture
profile-picture
profile-picture
rinandya dan 5 lainnya memberi reputasi
6 0
6
profile picture
KASKUS Maniac
21-05-2022 13:33
@bachtiar.78
Teriaknya pake bahasa isyarat gan.. emoticon-Ngakak
2
Memuat data ...
1 - 1 dari 1 balasan
icon-hot-thread
Hot Threads
Inspirasi Harian
pentingnya-deep-work
Copyright © 2024, Kaskus Networks, PT Darta Media Indonesia