Entertainment
Pencarian Tidak Ditemukan
KOMUNITAS
link has been copied
240
Lapor Hansip
25-09-2021 15:55

Krisis Evergrande & Properti Tiongkok: Penyebab & Dampak Ekonomi Sosial Tiongkok

.
- Perkembangan krisis properti terakhir di Tiongkok ditandai dgn meningkatnya ketegangan sosial di mana sejlh investor dan pegawai Evergrande melakukan upaya bunuh diri, selain demonstrasi yang terus berlangsung. Hal itu dipicu setelah Evergrande, perusahaan properti dgn utang terbesar di dunia sebesar $300 milyar itu, pada Rabu kemarin, 21/9/2021, gagal memenuhi kewajibannya membayar satu obligasi domestik yg jatuh tempo pada hari itu.

- Dilaporkan bhw selama ini para pegawai Evergrande diwajibkan utk membeli produk investasi perusahaan itu yg dikenal dgn sebutan Company's Wealth Management Products. Suatu praktik ilegal dan cenderung penipuan.

- Tidak hanya Evergrande, sejumlah perusahaan properti lainnya di Tiongkok juga mengalami kesulitan dengan pembayaran utang yang nilainya juga fantastis, yaitu: Vanke, Country Garden dan Greenland Group.

‎- Kriiss properti yang terjadi di Tiongkok menunjukkan kekurangan yang mendalam pada strategi Pertumbuhan Ekonomi yang diterapkan oleh Beijing. ‎Beijing juga dianggap para pengamat sebagai yang paling bertanggung jawab atas terjadinya krisis properti tersebut.


Krisis Evergrande & Properti Tiongkok: Penyebab & Dampak Ekonomi Sosial Tiongkok
Satu proyek properti di Kota Shanghai yang terbengkalai. Sumber


Ini adalah satu studi kasus yg sangat menarik di mana negara komunis yg sangat sentralistik utk pertama kalinya menerapkan kapitalisme dan pasar bebas sedemikian rupa di muka bumi ini sejak 1990an hingga detik ini, namun tampaknya sedang mengalami krisis ekonomi yang serius dan bisa berkepanjangan sebagai efek domino krisis properti dalam beberapa bulan terakhir di mana sejumlah perusahaan properti, khususnya Evergrande, gagal memenuhi kewajibannya membayar utang.


Masalah utama properti Tiongkok: kelebihan pasokan (over supply)

‎Sebuah video dramatis yang difilmkan di Kota Kunming,  barat daya Tiongkok,  pada Agustus, mengisyaratkan sektor properti mencapat skala gelembung (bubble) di Tiongkok. Sebanyak 15 blok apartemen bertingkat tinggi dihancurkan oleh 85.000 ledakan terkontrol dalam waktu kurang dari satu menit diringi dengan decak kagum para penonton.‎

Bangunan yang belum selesai, yang membentuk kompleks yang disebut Sunshine City II, telah kosong sejak 2013 setelah pengembangnya kehabisan uang dan temuan cacat dalam pekerjaan konstruksinya. "Bekas luka perkotaan yang berdiri selama hampir 10 tahun ini akhirnya mengambil langkah kunci menuju restorasi," kata satu artikel di Kunming Daily setelah pembongkaran.‎

"Bekas luka perkotaan" seperti itu biasa terjadi di seluruh Tiongkok, di mana Evergrande – perusahaan properti paling banyak utangnya di dunia – menderita krisis likuiditas yang dapat membuatnya menuju kehancuran. Krisis di perusahaan tsb, yang dua tahun lalu menjadi perusahaan properti terbesar di dunia dan harga sahamnya paling berharga di dunia, namun mengalami kemerosotan nilai aset yang cepat dalam beberapa bulan terakhir sekaligus menunjukkan kekurangan mendalam dalam model pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

‎Evergrande, untuk semua persoalannya yang menuju kehancurannya, hanyalah gejala dari masalah yg jauh lebih besar. Sektor properti Tiongkok yg besar dan menyumbang 29% Produk Domestik Bruto (PDB) negara itu, sangat dijalankan secara berlebihan sehingga sektor real estat yg selama ini sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi Tiongkok menjadi sebaliknya: penghambat.‎

Properti kosong yang berserak di Tiongkok mampu menampung lebih dari 90 juta orang, menurut Logan Wright, seorang direktur Rhodium Group  satu konsultan yang berbasis di Hong Kong. Untuk menempatkan itu ke dlm perspektif: semua penduduk di lima negara G7, yaitu: Prancis, Jerman, Italia, Inggris dan Kanada, dapat dimuat ke dalam apartemen Tiongkok yg kosong tadi dan masih menyisakan ruang kosong untuk cadangan.‎

‎Ukuran rata-rata rumah tangga di China tidak lebih dari tiga orang. "Kami memperkirakan persediaan perumahan yang ada dan tidak terjual berada di kisaran 3 milyar meter persegi yang cukup untuk menampung 30 juta keluarga, secara konservatif," kata Wright, menjelaskan perhitungannya, .‎

Dampak yang berpotensi lebih tahan lama adalah meluasnya penurunan kinerja pasar properti Tiongkok. Jelas bhw sektor real estat berada dalam tailspin dengan penjualan di 52 kota besar turun 16 persen pada paruh pertama September tahun ke tahun (year to year), memperpanjang penurunan 20 persen pada Agustus, menurut data resmi.


Populasi Tiongkok yang hampir tidak tumbuh mempengaruhi sektor properti

Pada tahun 2020, hanya 12 juta bayi lahir, turun dari 14.65 juta pada tahun seblmnya di negara berpenduduk 1.4 milyar jiwa itu. Tren ini mungkin menjadi lebih jelas selama dekade berikutnya krn jumlah wanita usia subur puncak - antara 22 hingga 35 - akan turun lebih dari 30%.

Quote:
Beberapa ahli memprediksi bhw tingkat kelahiran bisa turun di bawah 10 juta per tahun yg berarti populasi Tiongkok dapat mengalami penurunan absolut dan semakin mengurangi permintaan utk properti.

Catatan: Jumlah kematian di Tiongkok adalah 7 juta jiwa per tahun periode 2012-2020 dan selama tahun berjalan 2021 sudah tercatat 7.5 juta kematian.


‎Houze Song, seorang analis di think-tank MacroPolo yang berbasis di Chicago, mengatakan bhw situasinya diperburuk oleh fenomena 'kota-kota yang menyusut'. Sekitar tiga perempat dari kota-kota di Tiongkok mengalami penurunan populasi, kata Song. "Satu dekade dari sekarang, sekalipun dgn asumsi sejumlah orang masih pindah ke kota-kota yg bertumbuh, lebih dari 600 juta warga Tiongkok masih akan tinggal di kota-kota yg terus menyusut."‎

Quote:Setelah sekitar tiga dekade di mana ratusan juta orang meninggalkan desa-desa mereka untuk menetap di kota-kota, migrasi terbesar dalam sejarah manusia tsb kini telah berkurang drastis menjadi segelintir saja.


Melewati 'Garis Merah Xi Jinping (Xi's red lines)' dan Evergrande Tidak Sendirian

‎Kelebihan pasokan properti telah menjadi masalah selama beberapa tahun terakhir dengan menumpuknya utang-utang perusahaan yang akan kesulitan untuk dibayar.

Apa yang terjadi saat ini adalah karena tahun lalu Tiongkok memutuskan masalah ini berstatus sangat kronis sehingga perlu diatasi dengan tegas.

Quote:
Pemimpin Tiongkok, Xi Jinping, telah kehabisan kesabaran dgn kinerja perusahaan2 properti tadi dan khawatir sewaktu2 bubble burstsdan tak terkendali, sehingga tahun lalu Beijing merumuskan 'tiga garis merah' untuk mengurangi tingkat utang di sektor ini.


‎'Tiga garis merah' yang diumumkan Pemerintah Xi tahun lalu menetapkan bhw pengembang harus menjaga tingkat utang dalam batas yang wajar. ‎

‎Secara rinci kebijakan tiga-garis-merah tsb adalah:

1. rasio kewajiban terhadap aset (liabilities to assets) harus di bawah 70%,
2. rasio utang bersih terhadap ekuitas (net debt to equity) harus di bawah 100% dan
3. rasio uang tunai terhadap utang jangka pendek (cash to short-term debt) harus sedikitnya 100%.

Evergrande menjadi korban besar pertama dari kebijakan tiga garis merah tersebut dan krisispun bergulir kencang. 



Krisis Evergrande & Properti Tiongkok: Penyebab & Dampak Ekonomi Sosial Tiongkok
Mulai semester ke-2 Tahun 2020, total aliran kas perusahaan properti menjadi negatif yang berarti sejumlah perusahaan properti mengalami kesulitan likuiditas - untuk pembiayaan proyek dan pembayaran utang jatuh tempo - dan diperparah setelah pada tahun itu juga Pemerintah Tiongkok mengeluarkan aturan 'tiga garis merah'. Sumber


Quote:
Pada Juni 2021, Evergrande gagal memenuhi ketiga rasio keuangan dlm aturan 'tiga gatis merah' di atas dan oleh karena itu Pemerintah Tiongkok melarang Evergrande membuat utang baru.

Akibatnya, Evergrande kesulitan likuiditas utk membayar bunga-bunga utangnya, baik domestik maupun luar negeri. Total utang (debt) Evergrande adalah sebesar $300 Milyar.

Upaya gali lobang tutup lobangpun gagal total sehingga memicu krisis properti dan ekonomi Tiongkok saat ini.


Sementara pada Hari Rabu, 21/9/2021, disebutkan bhw Evergrande tidak memenuhi kewajibannya untuk satu obligasi domestik. 

Krisis besar datang pada Kamis, 22/9/2021, di mana Evergrande harus melakukan pembayaran bunga obligasi dalam Dollar AS sebesar $83.5 juta. Dilaporkan bhw Evergrande juga tidak melakukan kewajibannya tsb.‎ Pemegang obligasi luar negeri bersiap-siap menghadapi keadaan di mana Evergrande nantinya dalam posisi default karena gagal melakukan pembayaran bunga obligasi tadi hingga melewati grace period 30 hari. 

‎Dengan kegagalan bayar bunga obligasi tadi, dampaknya langsung dialami sektor keuangan, terutama di pasar obligasi Dolar AS di luar negeri. Nilai obligasi sektor properti Tiongkok di pasar luar negeripun terhempas jatuh.

‎Kepanikan sudah terlihat di pasar obligasi Dolar AS di luar negeri, di mana sekitar $221 milyar surat utang (obligasi) yang diterbitkan oleh beberapa ratus pengembang properti Tiongkok diperdagangkan. Potongan (discount) besar pasar saat ini dihargai untuk kemungkinan posisi default. "16% dari nilai total pasar diperdagangkan pada hasil (yield) lebih dari 30%, dan 11% nilai pasar diperdagangkan dgn yield lebih dari 50%," kata Wright.‎

Dengan yield lebih dari 50%, berarti posisi default mungkin terjadi, tambahnya.‎

‎Harga saham Evergrande pun anjlok dan telah memangkas kapitalisasi pasar perusahaan dari $41 milyar tahun lalu menjadi hanya sekitar $3.7 milyar saat ini. Kekhawatiran seputar kemungkinan keruntuhannya memicu aksi jual pasar global minggu ini.


Krisis Evergrande & Properti Tiongkok: Penyebab & Dampak Ekonomi Sosial Tiongkok
Vanke, Country Garden dan Greenland Group adalah tiga perusahaan raksana properti Tiongkok yang juga mengikuti jalur nasib Evergrande yang bermasalah dengan pembayaran utangnya. Sumber


Selain Evergrande, sejlh perusahaan properti juga mengalami krisis yang sama dengan utang yang menggunung dan terancam gagal memenuhi kewajibannya. Vanke, yang bersaing dengan Evergrande sebagai perusahaan properti terbesar di Tiongkok, membukukan utang sebesar $235 Milyar. Sementara Country Garden dgn utang sebesar $272 Milyar dan Greenland Group dengan utang sebesar $190 Milyar.


Dampak krisis properti pada keuangan Pemerintah-pemerintah Daerah (Pemda) di Tiongkok

‎Tren yang lebih konsekuensial untuk ekonomi politik China sebagai dampak dari krisis properti adalah jatuhnya nilai dan volume penyewaan lahan oleh Pemerintah-pemerintah Daerah, yang turun 90% dibanding tahun sebelumnyadlm 12 hari pertama di September, merujuk pada angka resmi.

Penyewaan lahan tersebut menghasilkan sekitar sepertiga dari pendapatan seluruh Pemerintah Daerah di Tiongkok, yg pada gilirannya digunakan utk membantu membayar pokok dan bunga utang pada sekitar $8,4 Triliun. Total utang dan bunganya yg luar biasa besarnya itu dikelola oleh sekian ribu kendaraan pembiayaan pemerintah daerah (Local Government Financial Vehicles/LGFVs).


Krisis Evergrande & Properti Tiongkok: Penyebab & Dampak Ekonomi Sosial Tiongkok
Total utang Pemerintah-pemerintah Daerah di Tiongkok lewat LGFVs yang terus menggunung, sementara penyewaan lahan sebagai sumber pembayaran utang tsb merosot tajam akibat krisis properti. Situasi ini akan mendorong penurunan PDB Tiongkok dan krisis ekonomi yg lebih berat lagi. Sumber


LGFVs, semacam Special Purpose Vehicles (SPVs) untuk dunia perusahaan, dibentuk setiap Pemerintah Daerah di Tiongkok untuk mengatasi kendala hukum Tiongkok yg tidak memungkinkan pemda secara langsung meminjam dana dari pihak ketiga. LGFV yg dibentuk bergerak di balik layar untuk praktik ekonomi yg lebih luas, di mana mereka mengumpulkan modalnya melalui penerbitan obligasi yg kemudian digunakan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur pemda yg sangat besar.‎

Quote:Pada praktiknya selama ini, setiap LGFV berlomba2 menarik dana investor dengan menawarkan bunga obligasi yg tinggi, sementara pejabat pemerintah daerah pendiri LGFV tsb sering kali memalsukan prospek ekonomi dearahnya utk menarik minat para investor.Nikkei Asia


Berkurangnya kinerja keuangan Pemerintah Daerah utk pembelanjaan sektor infrastruktur memiliki potensi utk menekan Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok secara berarti. Investasi aset tetap, yg tahun lalu mencapai RMB51.9 Triliun ($ 8 Triliun), yg merupakan 43% dari PDB.‎


Mempertanyakan Model Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok yg selama ini berbasis "Membangun, Membangun dan Membangun"

Sektor properti yg lesu berpeluang menyerang beberapa organ vital ekonomi Tiongkok dan berpotensi menekan pertumbuhan PDB di tahun2 yg akan datang.‎

‎Ketika perusahaan properti terbesar dunia itu goyah menuju kehancuran, timbul pertanyaan mendasar bagi ekonomi terbesar kedua di dunia, yaitu Tiongkok: apakah ‎‎model Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok, lokomotif ekonomi global terkuat, yg digerakkan oleh sektor properti sudah kehabisan jalan?

‎Ya, kata Leland Miller, kepala eksekutif China Beige Book, sebuah konsultan yg menganalisis ekonomi melalui data kepemilikan. "Kepemimpinan di Beijing lebih khawatir tentang Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok daripada siapa pun di Barat.‎"

‎"Ada pengakuan bhw kebijakan ekonomi lama yg "membangun, membangun, membangun" tidak berfungsi lagi dan saat ini menjadi benar-benar berbahaya. Kepemimpinan sekarang tampaknya berpikir bhw tidak bisa menunggu lebih lama lagi utk mengubah model pertumbuhan ekonomi," kata Miller.‎


Pertumbuhan Ekonomi tahunan Tiongkok diperkirakan turun drastis dari 7-8 persen menjadi hanya 1-2 persen

‎Upaya Beijing untuk beralih dari satu model pertumbuhan ekonomi ke model pertumbuhan ekonomi lainnya dapat secara berarti menekan pertumbuhan tahunan di tahun-tahun mendatang.‎

‎"Tidak mungkin tiba-tiba berhenti," kata Ting Lu, kepala ekonom Tiongkok di bank investasi Nomura. "Tapi saya pikir tingkat pertumbuhan ekonomi potensial TIongkok (tahunan) akan turun menjadi 4 persen atau bahkan lebih rendah antara 2025 dan 2030."‎

‎Wright mengatakan sektor properti menjadi ancaman bagi stabilitas keuangan, ekonomi dan sosial dan telah memicu protes di beberapa kota. "Sangat sulit untuk memberikan narasi yg meyakinkan bhw potensi pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan dapat melebihi 4 persen dalam dekade berikutnya," tambah Wright. ‎

‎Miller menggemakan sentimen itu. "Kami diatur untuk naik roller coaster dalam kebijakan dan pertumbuhan ekonomi," katanya. "Saya tidak akan terkejut jika satu dekade dari sekarang pertumbuhan PDB adalah 1 atau 2 persen."‎

‎‎Jika proyeksi tersebut terbukti benar, "keajaiban" pertumbuhan Tiongkok berada dlm bahaya. Dalam dekade 2000 hingga 2009, pertumbuhan PDB China rata-rata 10,4 persen per tahun. Kinerja bintang ini mereda selama dekade 2010 hingga 2019, tetapi PDB tahunan masih tumbuh rata-rata 7,68 persen.


Ancaman bagi ekonomi dunia jika Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok menurun drastis

‎Setiap penurunan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan dengan cepat dirasakan di seluruh dunia. Tiongkok telah lama menjadi mesin kemakmuran global terbesar, menyumbang 28 persen dari pertumbuhan PDB seluruh dunia dari 2013 hingga 2018 – lebih dari dua kali bagian AS – menurut sebuah studi oleh IMF.‎

‎"Bahkan jika Tiongkok berupaya menghindari krisis properti tersebut secara tajam dan tiba-tiba akan menyebabkan prospek jangka menengahnya jauh lebih buruk daripada yg diperkirakan secara umum ," kata Jonas Goltermann dari Capital Economics, satu perusahaan riset.


Upaya transisi ekonomi agar keluar dari krisis properti dan efek dominonya untuk mewujudkan 'Kemakmuran Bersama (Common Prosperity)'

‎Jika benar bhw Beijing adalah penyebab utama kesulitan Evergrande, maka masuk akal jika Beijing yg dapat mengakhiri krisis pasar properti saat ini dengan melepaskan kakinya dari tenggorokan sektor properti (lihat kebijakan tiga garis merah di atas).

Pada akhirnya, krisis properti Tiongkok bergantung pada Beijing. Tiongkok memiliki hampir semua lembaga keuangan besar di negara itu, yg berarti bhw jika Beijing memerintahkan bank-bank tsb untuk menyelamatkan Evergrande dan perusahaan-perusahaan properti lainnya yg juga mengalami kebangkrutan, mereka akan mengikuti perintah. tersebut.

‎Di beberapa pasar luar negeri beredar gagasan bhw krisis Evergrande dapat melewati "momen Lehman", di mana bank investasi AS Lehman Brothers  mengalami kebangkrutan sebagai dampak dari krisis properti Subprime Mortgage di AS pada 13 tahun yg lalu. Tetapi mengingat pengaruh Beijing dan kepentingan pribadi, analogi itu tidak cocok begitu saja.‎

‎Daya cengkeram struktural yg kuat pada sektor ekonomi dan dampaknya saat ini telah meyakinkan para pembuat kebijakan Tiongkok bhw properti tidak bisa lagi menjadi penggerak andalan untuk pertumbuhan ekonomi yg berkelanjutan, demikian menurut para analis. Ini bukan hanya karena ungkapan terkenal Xi bhw "rumah adalah untuk tinggal di dalamnya, bukan untuk spekulasi" dalam pidatonya pada 2017.‎

‎ Untuk satu hal, gambaran permintaan pasar properti telah berubah sepenuhnya. Dimulai ketika Beijing mendorong reformasi pasar bebas pada akhir 1990-an yg memicu ledakan real estat terbesar dalam sejarah manusia. ‎

Quote:
Tiongkok dihadapkan pada transisi yg berisiko dari model pertumbuhan ekonomi yg bergantung secara berlebihan pada properti ke mesin pertumbuhan lain yg lebih menarik, seperti: manufaktur teknologi tinggi dan penyebaran teknologi hijau, kata para analis.‎


‎Di sini sekali lagi, dorongan datang dari Xi Jinping, Pemimpin Tiongkok. Daftar delapan prioritas yg dirilis setelah pertemuan perencanaan ekonomi pada akhir 2020, selain mengecam "ekspansi modal yg sembarangan" – yg dipahami sebagai kode untuk spekulasi di properti – tetapi juga menganjurkan inovasi teknologi dan mengejar netralitas karbon. ‎

‎Transisi seperti itu mungkin memakan waktu beberapa tahun untuk dicapai, kata para analis.

Tetapi jelas dari desakan Xi baru-baru ini tentang perlunya Tiongkok mengikuti slogan "kemakmuran bersama (common prosperity)" menunjukkan dirinya serius atas rencana ekonominya di atas. Kecenderungan bisnis properti berkutat di daerah2 dengan nilai pasar tinggi sementara mengabaikan daerah2 dgn nilai sewa properti yg rendah dinilai telah memperluas kesenjangan antara si kaya dan si miskin.‎

‎"Slogan 'kemakmuran bersama' adalah perubahan narasi yg membuka jalan bagi pergeseran model pertumbuhan ekonomi," kata Miller. "Ini menjelaskan bhw penurunan pertumbuhan PDB bukanlah kegagalan bagi Partai Komunis Tiongkok (CCP)."‎


Berlanjut di bawah ....


emoticon-Cool
Diubah oleh gagal.jadi.nabi
profile-picture
profile-picture
profile-picture
riansantoso4776 dan 39 lainnya memberi reputasi
38
Masuk untuk memberikan balasan
the-lounge
The Lounge
81.3K Anggota • 922.4K Threads
Krisis Evergrande & Properti Tiongkok: Penyebab & Dampak Ekonomi Sosial Tiongkok
26-09-2021 05:44
Di lcs lagi panas panasnya, eh di dalam negeri ikutan panas juga... ane lebih penasaran gimana nasib taliban kalau calon investor utamanya kena krisis ekonomi....apakah bakal ngemis ke investor barat?
profile-picture
profile-picture
profile-picture
jiresh dan 6 lainnya memberi reputasi
7 0
7
profile picture
Auto Banned
26-09-2021 05:46
Pertanyaan menarik dan sejauh ini belum kita dengar apa kesepakatan ekonomi Tiongkok-Afg secara rinci dalam jangka waktu lebih dari setahun.
1
Memuat data ...
1 - 1 dari 1 balasan
icon-hot-thread
Hot Threads
Copyright © 2024, Kaskus Networks, PT Darta Media Indonesia