News
Pencarian Tidak Ditemukan
KOMUNITAS
link has been copied
112
Lapor Hansip
09-06-2021 14:30

Saat BUMN PT Garuda Roboh Di Gangbang Korupsi Masif Keturunan Soeharto Hingga Era SBY

Saat BUMN PT Garuda Roboh Di Gangbang Korupsi Masif Keturunan Soeharto Hingga Era SBY


JAKARTA, KOMPAS.com - Berstatus BUMN, nasib PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) berada di ambang kebangkrutan. Kondisi keuangan maskapai flag carrier ini tengah berdarah-darah.

Selain terjerat utang menggunung hingga Rp 70 triliun, perusahaan juga menderita kerugian akibat banyaknya korupsi sejak era orde baru hingga sekarang. Pandemi Covid-19 yang diperkirakan masih akan berlangsung lama, bakal membuat kinerja keuangan Garuda Indonesia semakin babak belur.

Menteri BUMN Erick Thohir membeberkan, salah satu yang memberatkan kinerja keuangan Garuda Indonesia adalah kesepakatan harga sewa pesawat dari para lessor.

Bahkan, menurut Erick Thohir, banyak indikasi korupsi dalam negosiasi harga sewa pesawat. Praktik ini bisa saja terjadi karena ada kongkalikong antara perusahaan penyewa dalam hal ini Garuda, dengan pihak lessor.

Krisis yang terjadi pada Garuda Indonesia ini mengingatkan pada usaha yang dilakukan Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang menjabat tahun 1998-1999.

Sempat mengalami masa keemasan pada tahun 1980-an saat dipimpin Wiweko Soepono, Garuda pada tahun-tahun berikutnya mengalami kemerosotan karena praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).

Seperti diberitakan Harian Kompas, 10 September 1998, KKN begitu menggerogoti dua maskapai penerbangan pelat merah, yaitu Garuda Indonesia dan Merpati.

Tanri Abeng membeberkan, khusus di BUMN Garuda Indonesia, dapat dihemat sekitar 18,27 juta dollar AS per tahun atau sekitar Rp 27,1 miliar per tahun apabila delapan kerja sama operasi (KSO) berbau KKN di lingkungan Garuda dihilangkan.

Menurut dia, ada delapan kerja sama operasi (KSO) yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Garuda selama rezim Orde Baru atau Orba.

Kerja sama memberatkan Garuda

Pertama, yakni pengalihan pengelolaan gudang kargo kepada PT Angkasa Bina Wiwesa (ABW). ABW, menurut catatan Kompas, merupakan usaha milik adik mantan Presiden Soeharto dari lain ibu satu bapak, Martini Tubagus Sulaeman.

Dari pengelolaan pergudangan di Bandara Soekarno-Hatta itu, pihak ABW setiap bulan dapat meraup pendapatan Rp 6 miliar, tetapi hanya Rp 300 juta yang diterima Garuda Indonesia.

Sedangkan biaya operasional, pemakaian gedung, telepon, dan listrik dibebankan kepada Garuda.

Menurut perjanjian selama sepuluh tahun yang ditandatangani Dirut Garuda Wage Mulyono dan Dirut ABW Martini Nita Karyati tahun 1994, disebutkan pihak ABW akan menyetor minimal 10 persen dari pendapatan kotor, atau sekitar Rp 200 juta setiap bulan kepada Garuda.

Dari data yang diperoleh, total pendapatan pada tahun 1995 sebesar Rp 28,5 miliar, tetapi yang disetor kepada Garuda Rp 3,1 miliar.

Sementara pendapatan Rp 105 miliar yang diperoleh dalam kurun waktu tahun 1996 hingga Mei 1998, Garuda kebagian Rp 39,6 miliar.

Masuknya Bimantara

Proyek KKN berikutnya yang dihentikan penunjukannya oleh Kantor Tanri Abeng adalah broker asuransi pesawat terbang PT Bimantara Graha Insurance Broker yang didirikan Bambang Trihatmodjo pada tahun 1994.

Perusahaan itu pernah digugat karyawan Garuda karena diduga keras sangat berbau KKN. Sebelum keluarga Cendana dengan perusahaan asuransinya masuk, Garuda Indonesia bebas menentukan broker asuransi bagi armada pesawatnya.

Namun, kemudian Garuda mendapat tekanan dan harus melalui perusahaan putra mantan Presiden Soeharto.

Putra-putra Soeharto jauh sebelumnya pada era Dirut Wiweko Soepono pernah datang ke Garuda Indonesian Airways menawarkan jasa asuransi.

Tetapi, waktu itu Wiweko masih bisa menolak mentah-mentah. Ia menasihatkan agar belajar dulu mengenai perasuransian yang ingin ditawarkan tersebut.

Mark-up pesawat

Kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN menyebutkan, proyek lain adalah pembelian (sewa operasi) pesawat MD-11 yang pengadaannya melibatkan Bimantara-nya Bambang Trihatmodjo.

Menurut catatan Kompas, harga sewa pesawat badan lebar buatan McDonnell Douglas (kemudian merger dengan Boeing) ini cukup tinggi, 1,1 juta dollar AS/pesawat/bulan atau 6,6 juta dollar AS per bulan untuk keenam MD-11 yang dioperasikan Garuda.

Sementara harga sewa pesawat tersebut sebenarnya bisa diperoleh lebih murah, sekitar 600.000 - 700.000 dollar AS per pesawat.

"Jadi ada mark-up dalam pengadaan armada MD-11 Garuda Indonesia," ungkap sumber Kompas.

Dengan harga sewa tersebut dan dihantam krisis moneter/ ekonomi, sewa-operasinya dirasa sangat memberatkan keuangan Garuda.

Direksi Garuda, sebelum Robby Djohan ditunjuk, tampaknya agak ragu mengambil keputusan untuk mengembalikan MD-11 kepada lessor-nya.

Saat Dirut Garuda dijabat Soepandi, memang menyebutkan akan mengembalikan pesawat trijet MD-11 tersebut kepada Boeing.

Namun, pelaksanaannya baru dilakukan bulan Juli berikutnya oleh direksi di bawah Robby Djohan yang ingin secepatnya menekan angka kerugian.

Disebut pula oleh kantor Menneg Pendayagunaan BUMN tentang pembatalan kontrak kargo di Australia dan Amerika.

Kemudian penghentian keagenan untuk perawatan mesin dan modul mesin pesawat dan pembatalan pembelian pesawat Fokker F-100 dan peninjauan kembali kontrak keagenan di Jepang.

Menurut catatan Kompas, kontrak kargo dan keagenan di Jepang melibatkan grup Bimantara.

Selain yang disebut Kantor Tanri Abeng, Kompas juga mencatat bahwa ada unsur mark-up dan KKN dalam pengadaan simulator Boeing 737-300/400 Garuda Indonesia.

Dari pengusutan Itjen Departemen Perhubungan, diketahui ada selisih sebesar 12,2 juta dollar AS untuk pengadaan simulator tersebut. Harga disebut 64,1 juta dollar, padahal simulator yang sama bisa dibeli sekitar 51,9 juta dollar AS.

Cucu Soeharto pun ikut

Masih di sekitar Garuda tapi tidak disebut kantor Menneg Pendayagunaan BUMN, yakni perusahaan yang disebut-sebut milik Ary Sigit, putra Sigit Harjojudanto atau cucu mantan Presiden Soeharto.

PT Autotrans Indonesia yang bergerak dalam bidang ground handling di Bandara Ngurah Rai, Bali. Perusahaan ini, menurut karyawan Garuda, dituding mendapat kontrak secara tidak wajar.

Tawaran kontrak perusahaan ini sempat ditolak karena terlalu mahal. Tetapi, sebelum putusan final diambil, Garuda mendapat telepon dari seorang petinggi negara yang menyebutkan agar menerima tawaran Autotrans.

Menurut catatan, Hutomo Mandala Putra yang akrab dipanggil dengan Tommy dengan PT Artasaka Nusaphala-nya juga ikut "bermain" di Garuda Indonesia, yakni saat BUMN ini akan menyewakan sejumlah Fokker F-28 kepada anak perusahaannya Merpati Nusantara. Said Didu merupakan komisaris utama Merpati saat itu membeli banyak pesawat dari China untuk Merpati Nusantara yang akhirnya bangkrut di era SBY.

Entah bagaimana, akhirnya pesawat dijual kepada Artasaka Nusaphala yang kemudian menawarkan pesawat tersebut kepada Merpati, tetapi ditolak oleh Dirut Ridwan Fataruddin dengan alasan harga sewa terlalu mahal.

Kemudian, Artasaka Nusaphala mencoba masuk Merpati dengan menawarkan pesawat CN-235 buatan IPTN. Itu pun ditolak Ridwan Fataruddin karena dinilai harga sewa 110.000 dollar AS per bulan terlalu mahal.

Kesanggupan Merpati saat itu, menurut Ridwan, hanya 60.000 dollar AS atau maksimum 70.000 dollar AS per bulan.

Karena keberaniannya menampik tawaran-tawaran tersebut, Ridwan Fataruddin harus membayar mahal, ia digeser dari pucuk pimpinan Merpati Nusantara.

Unsur KKN juga menyentuh sampai ke bagian katering Garuda, Angkasa Citra Sarana, yakni di mana salah seorang dari keluarga Cendana mempunyai akses memasok sejumlah makanan dan minuman bagi dapur Garuda tersebut.

Barang yang dipasok adalah minuman anggur dan daging ayam.

Begitu berpengaruhnya grup Bimantara dalam bidang kargo Garuda di Jepang sehingga pernah salah seorang pimpinan Garuda Indonesia di Negeri Sakura itu minta dipulangkan ke Jakarta.

Dia minta diganti dengan orang lain karena ada ketidakcocokan antara orang tersebut dengan grup ini.

Hingga kini permasalahan korupsi di tubuh Garuda belum usai. Awal Juni Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 12 tahun pidana penjara terhadap mantan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno yang menjabat sejak periode 2007-2012.

Hadinoto dinilai terbukti melakukan suap dan pencucian uang terkait pesawat Airbus A330 dan A320, ATR 72 Serie 600, CRJ 1000 NG, dan mesin Rolls-Royce Trent 700.

"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi menyatakan terdakwa Hadinoto Soedigno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang," sebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Gina Saraswati di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/6/2021) dikutip dari Antara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun ditambah denda Rp 10 miliar subsider kurungan 8 bulan," tutur Jaksa Gina.

Sebelumnya, jaksa mendakwa Hadinoto Soedigno telah menerima suap lebih dari Rp 80 miliar dari empat perusahaan produsen pesawat dan mesin pesawat. Suap dengan berbagai mata uang asing itu diberikan kepada Hadinoto terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. Suap itu diterima oleh Hadinoto bersama-sama dengan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Captain Agus Wahjudo

Jaksa menyebut uang dan hadiah tersebut diberikan agar Hadinoto bersama Emirsyah Satar selaku Dirut PT Garuda Indonesia ketika itu dan Capt Agus Wahjudo mengintervensi pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.
Jaksa juga mendakwa Hadinoto melakukan pencucian uang karena mentransfer uang hasil suap ke sejumlah rekening

Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar divonis hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Jumat (8/5/2020).

Suap tersebut berkaitan dengan pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS selama periode 2005—2014 pada PT Garuda Indonesia. Uang tersebut diduga diterima dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi sekaligus beneficial owner Connaught International Pte. Soetikno Soedarjo, selaku perantara suap. 

https://money.kompas.com/read/2021/0...page=all#page2
Diubah oleh kaskus.infoforum
profile-picture
profile-picture
profile-picture
viniest dan 10 lainnya memberi reputasi
3
Masuk untuk memberikan balasan
berita-dan-politik
Berita dan Politik
40.3K Anggota • 670K Threads
Saat BUMN PT Garuda Roboh Di Gangbang Korupsi Masif Keturunan Soeharto Hingga Era SBY
09-06-2021 14:58
Masalah Garuda ini kompleks banget. Sebelum pandemi-pun masalahnya banyak dan severe. Ane pernah bantu strategi Revenue Management-nya.

Ane dulu berkecimpung cukup lama di konsultan management (menangani Public Sector client), sebelum akhirnya ditarik sebagai salah satu petinggi di BUMN, terus resign untuk full time di bisnis.

Sebagai konsultan, ternyata sangat berbeda dengan mengalami langsung di BUMN. Ane sebagai konsultan bisa kasih berbagai macam strategy canggih, tapi kenyataannya begitu ane di BUMN, eksekusinya luar biasa sulit.

Ini rangkuman dari problem di BUMN dari pengalaman ane :

1. Problem sistemik di BUMN yang dari dulu selalu ada, yaitu KKN internal dan external :

Internal : Banyak orang di BUMN yang membuat bisnis sendiri, memiliki vendor-vendor sendiri yang dipegang teman dan keluarga. Bahkan pensiunan pun melakukan hal yang sama. Mereka memiliki kerajaan sendiri di dalam.

External : BUMN selalu menjadi sapi perah partai politik dan kementrian BUMN, menjadi "hadiah" dan balas jasa bagi relawan, juga memberikan sumbangan-sumbangan politik dan finansial bagi lembaga dan partai yang telah memberikan jasa".

2. Kemampuan SDM yang kurang kompetitif. BUMN itu SDMnya ada tiga tipe :
A. BUMN karir berasal dari mereka yang direkrut dari awal karirnya : pada dasarnya mereka memiliki potensi yang baik tapi memiliki kepribadian dasar yang "cari aman" dan kurang ambisius. Mereka juga berada pada lingkungan yang kurang kompetitif seperti di swasta sehingga kurang berkembang. Mohon maaf ini mayoritas yang saya lihat.
B. Political Hire : mereka yang direkrut karena faktor politis, atau mereka yang naik pangkat karena jago politik. Ini no question, pasti kinerjanya rendah.
C. Professional Hire: Mereka yang direkrut dari luar sebagai profesional. Ini yang banyak disingkirkan, dan sering "dijebak" sehingga akhirnya menjadi pesakitan, atau pada keluar dengan rasa kecewa.

Kenapa kurang kompetitif? Karena selalu ada sense, kita kan BUMN, nanti juga proyek-proyek masuknya ke kita, udah dapat jatah, udah dapat privilege, rugi juga nanti di bantu pemerintah dst dst.

Kemudian ada inisiatif semacam sinergi BUMN, ini yang pada prakteknya lebih mirip monopoli yang di-legalisasi negara. Sebenernya ini cuman bagi-bagi proyek dan justifikasi pinjaman luar negeri doang. Ngutang- > bagi2 proyek dengan BUMN sebagai kendaraan -> ngutang lagi. Taik banget lah. Ancur negara kita sama orang-orang ini. Anak cucu kita yang bayar ini semua.

3. Masa jabatan para eksekutifnya yang terlalu pendek, dikarenakan masalah politis. BUMN itu tidak pernah bisa merancang dan menjalankan perencanaan strategi jangka menengah dan panjang, karena biasanya para petingginya selalu di gonta-ganti sebelum masa jabatan habis seperti bidak catur oleh para politisi dan penguasa negara. Parahnya lagi, karena pergantian petinggi BUMN itu biasanya alasannya politis ( Lihat No 1 dan No 2), biasanya selalu diikuti dengan ganti gerbong. Jadi kebawahnya selalu kocar kacir tiap kali ada pergantian pimpinan, gimana mau jalanin strategy jangka panjang ?
Jadinya yang dijalankan adalah strategy pencitraan doang. Esensinya nggak ada.


4. Kebijakan petingginya maupun konsultan yang di-rekrut, tidak akan pernah bisa 100 % berjalan karena akan ada selalu kepentingan orang yang berkuasa baik dari lembaga negara maupun partai politik yang mengintervensi. Jadi mau rekrut Profesor Harvard Business School dan konsultan McKinsey 1,000 orang juga tidak akan merubah apapun, selama intervensi ini selalu ada. Gemuknya perusahaan dan intervensi politik ini juga membuat BUMN lamban dalam bergerak, sehingga kurang inovatif dan agile seperti swasta.


Ane bisa nulis buku mengenai ini, dan juga bagaimana membuat BUMN menjadi sehat. Tapi ini ane musti jadi presiden dulu baru berjalan.


Diubah oleh supremacist
profile-picture
profile-picture
profile-picture
CandR7 dan 35 lainnya memberi reputasi
36 0
36
profile picture
KASKUS Addict
09-06-2021 16:29
Nah gw sangat setuju yg politis... Sudah banyak contohnya... Termasuk pengalaman pribadi
2
Memuat data ...
1 - 1 dari 1 balasan
icon-hot-thread
Hot Threads
Copyright © 2024, Kaskus Networks, PT Darta Media Indonesia