News
Pencarian Tidak Ditemukan
KOMUNITAS
link has been copied
366
Lapor Hansip
06-01-2021 01:37

Kronologi Siswa SD Terpadu Putra 1 Jakarta Dikeluarkan dari Sekolah

Kronologi Siswa SD Terpadu Putra 1 Jakarta Dikeluarkan dari Sekolah

Kronologi Siswa SD Terpadu Putra 1 Jakarta Dikeluarkan dari Sekolah

KOMPAS.com- Dampak pandemi Covid-19 membuat para orang tua yang ekonominya terhempas, merasa kelabakan.

Seperti yang dialami Erlindawati, yang kesulitan membayar SPP anak keduanya yang bersekolah di SD Terpadu Putra 1 Jakarta.

Bahkan, anaknya yang duduk di kelas 4 SD ini terpaksa dikeluarkan ( drop out) dari sekolah. "Dampak pandemi ini cukup membuat ekonomi saya turun drastis. Saya tidak bisa membayar SPP anak saya mulai bulan April hingga saat ini," kata dia, Selasa (5/1/2021).

Sebetulnya, ia sudah mendatangi sekolah dan mengatakan akan bertanggung jawab melunasi SPP anaknya. "Saya katakan, bahwa saya bertanggung jawab sepenuhnya, tanpa meminta keringanan. Saya komitmen dan koperatif setiap kali diajak komunikasi sekolah," kata dia.

Ibu rumah tangga ini, menyebutkan SPP anaknya jika ditotal ada sekitar Rp 13 juta. Dengan rincian, per bulan yang dibayarkan Rp 1.085.000. "Malah, tahun ajaran baru ini kok naik menjadi Rp 1.250.000. Padahal, ini juga masih pandemi," keluhnya.

Diminta melunaskan SPP tiga hari saja

Kronologisnya sendiri cukup panjang. Permintaan pelunasan SPP diterima Indah pada 11 Desember 2020 lalu.

"Dalam keterangannya, tiga hari setelah surat dilayangkan, SPP harus lunas. Saya kaget sekali. Darimana cari uang banyak dalam waktu tiga hari? Saya coba komunikasi dengan Kepsek dan dijanjikan akan di proses ke yayasan," ujar perempuan yang akrab disapa Indah ini.

Surat per tanggal 11 Desember ini, diakui Indah menjadi surat pertama dari sekolah. Sebelumnya, tidak ada sama sekali surat permintaan pelunasan SPP. "Saya langsung datang ke sekolah untuk menjelaskan kronologis ekonomi saya. Setelah 11 Desember, lanjut pada 15 Desember saya bikin surat permohonan untuk penundaan," kata dia.

Saat menunggu jawaban apakah ia boleh menunda pembayaran atau tidak dari yayasan, muncul lagi surat baru yang menyatakan jika anaknya OA (bukan nama asli) diberhentikan. Surat kedua ini, dikirimkan melalui Whatsapp per tanggal 23 Desember 2020.

"Hati saya hancur. Anak saya pas awal masuk sekolah malah tanya sama saya. Ma, kok aku gak dapat link belajar?" tuturnya dengan sedih.

Ia pun sempat protes kepada sekolah."Ya komunikasi juga ke wali kelas. Jadi semuanya pada bingung akan nasib anak saya. Setelah saya coba komunikasi, saya diminta membuat dokumen dan bukti yang mendukung pernyataan saya jika saya kesulitan ekonomi," kata dia.

Permintaan ini, diminta pihak Yayasan Pendidikan Putra melalui kepala sekolah. Dokumen yang disertakan oleh Indah berupa keterangan tertulis, foto dan bukti pendukung lainnya.

"Saya juga diminta ngurus surat keterangan warung saya tutup di RT RW. Padahal saat itu juga mendekati Natal. Jadi agak susah ngurusnya. Lalu, bukti saya mengalami operasi jantung, juga dikirim ke sekolah. Memang saya sampaikan, bahwa sebelum pandemi pun keluarga saya sedang mengalami masalah. Saya terpaksa dua kali operasi jantung akibat tumor," jelasnya.

Foto saat menjalani operasi sekitar dua tahun lalu dan bukti struk pasca operasi jantung, wajib disertakan.

Ia juga berupaya menjelaskan ke pihak sekolah jika usaha rintisannya di Februari tutup karna pandemi. "Baru saya buka Februari di Bekasi, lalu Maret tutup. Jadi, saya belum memiliki pemasukan besar. Warung saya dan suami (di lokasi lain) juga tutup. Karena di daerah perkantoran, begitu kantor tutup, ya warung sepi," kata dia.

Ia berjanji akan melunasi SPP. Namun ia berharap, sekolah tidak mengeluarkan anaknya dan bisa mengizinkan OA kembali belajar. "Karena saat mengurus surat RT RW posisinya emang pada libur Natal, tahun baru dan agak sulit mengurusnya. Saya sampaikan ini ke Kepsek. Masalahnya, Senin (4/1/2021) anak udah pada sekolah," kata dia.

Ia pun menanyakan ke sekolah apakah bisa anaknya tetap sekolah pada Senin lalu. Namun pihak sekolah mengatakan hal lain.

"Saya dikasih tau, anak saya tidak bisa belajar dulu di hari Senin lalu. Di grup juga sudah tidak bisa mendapat akses belajar. Tapi di absensi kelas masih ada nama anak saya. Ternyata, wali kelasnya tidak mau mengeluarkan anak saya dari absensi karena kasihan," tambahnya.

Dalam komunikasi terakhir dengan kepala sekolah, Indah diminta melakukan pelunasan hingga 19 Januari. "Wajib dilunasi. Tidak ada opsi mencicil yang diberikan, yang saya sayangkan itu," tambahnya lagi.

Ia sempat mengetahui, pada awal pandemi komite sekolah juga berjuang ke Yayasan untuk meminta keringanan SPP. Hal ini, atas desakan banyak wali murid yang terguncang ekonominya.

"Sempat tahu hal itu. Namun semua upaya tidak digubris. Malah tahun ini dinaikkan SPP-nya. Kepsek juga bilang, ada yang nasibnya seperti anak saya juga saat ini. Kesulitan membayar juga. Tapi saya tidak tahu apakah dikeluarkan atau tidak," tuturnya.

Lapor KPAI

Akhirnya, karena belum mendapat titik temu ia menghubungi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) pada Senin (4/1/2021) melalui Whatsapp.

Upaya ini diambil Indah, untuk mencari solusi. "Karena, ini menyangkut psikologis anak saya. Anak saya sudah tidak mau sekolah karena dia sudah tau masalah ini. Saya pun direkomendasikan ke Dinas Pendidikan. Tapi saya ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dulu," kata dia.

Indah mengatakan saat ini ia tetap memperjuangkan hak anaknya yang putus sekolah. "Gimanapun, psikologis anak saya terganggu. Dia juga tidak bisa belajar dan ini cukup menjadi beban," kata dia.

Saat di KPAI pada Selasa siang (5/1/2021) ia memberikan semua bukti dan hasil koordinasi dengan sekolah ke KPAI. Ia juga ditanya pihak KPAI akan opsi mediasi antara Indah dan Yayasan. "Saya bilang siap. Tapi, jika hasil mediasi saya memberatkan saya, ya saya harus apa?" ujarnya dengan pasrah.

Ia mengatakan, semua pihak sekolah termasuk komite sekolah yang baru dan yayasan mengetahui kondisi ekonominya. "Kalau sudah tahu, terus gimana? harusnya paham ya. Ini, hanya OA yang mengalami hal ini di kelasnya," kata dia.

Ia berharap, KPAI dan Dinas Pendidikan bisa membantunya mencari solusi. "Minimal, ada titik terang anak saya ini bisa belajar kedepannya," pungkasnya.
sumber

**********
Lagi dan lagi. Kasus pendidikan yang tak ada habisnya ini selalu terjadi, dan lagi-lagi, anak didiklah yang jadi korban, padahal dia hanya ingin bersekolah, belajar dan bermain bersama kawan-kawannya. Dan ketika sang anak yang menjadi korban, maka terganggulah pendidikannya, psikisnya.

Berdasarkan penelusuran TS, maka SD Terpadu Putra 1 Jakarta itu adalah ini :

Terpadu Putra 1 Jakarta

Sekolah ini dikelola oleh Yayasan Terpadu Putra dibawah Kementerian PUPR. Entah bagaimana hubungan antara pengelola yayasan dengan Kementerian PUPR.

Jika benar tunggakan uang SPP seluruhnya berjumlah sekitar 13 juta, dengan SPP perbulan Rp.1.085.000,- maka bisa dipastikan tunggakan tersebut terjadi sejak bulan Januari 2020. Tapi si Ibu mengatakan bahwa tunggakan SPP sejak bulan April 2020. Jika si Ibu beralasan bahwa tunggakan itu terjadi karena adanya pandemi, maka bisa dianggap salah juga, karena PSBB Jakarta dimulai awal April 2020. Artinya si Ibu sebelum diberlakukannya PSBB telah menunggak SPP selama 3 bulan terhitung dari bulan Januari 2020 hingga Maret 2020.

Kalau alasannya usaha rintisannya yang baru dibuka Februari 2020 harus tutup bulan Maret 2020 karena pandemi, ya masuk akal. Tapi dia mengatakan punya usaha warung juga di perkantoran lain, mungkin warung makan. Artinya modal yang dikeluarkan pasti besar.

Namun kita juga harus berpikir positif, bisa jadi si Ibu ini memang tengah kesulitan keuangan karena dia sendiri mengidap penyakit jantung dan tumor, dan telah 2x melakukan operasi. Sayangnya operasi itu juga dilakukan 2 tahun lalu, artinya pada tahun 2019, dan ditahun itu justru si anak lancar membayar SPPnya.

Jika kita telaah lebih jauh, seharusnya si Ibu bisa berobat gratis andai si Ibu ikut BPJS Kesehatan, karena BPJS Kesehatan menanggung biaya operasi jantung dan tumor. Mau BPJS berbayar atau tidak berbayar, semua ditanggung pemerintah.

Kita juga tidak tahu apa profesi suami si Ibu. Pengangguran? Tidak mungkin. Malah biasanya ada keterikatan bathin antara pekerjaan suami dengan sekolah si anak jika sekolahnya dikelola yayasan, apalagi dibawah naungan Kementerian. Entah sang suami pegawai honorer Kementerian PUPR ataukah PNS.

Sayangnya, orangtua si anak ini tak mengurus KJP atau KIP. Ataukah pihak sekolah mengharamkan KJP dan KIP, kita juga tidak tahu. Hal itu bisa saja mengingat SPP sekolah ini saja diatas 1 juta per bulan, tentu kalau bicara untung rugi, pihak yayasan takut rugi karena KJP atau KIP tak membayar penuh SPP tiap bulan. Semua diaerahkan kepada pihak sekolah untuk dilakukan subsidi silang.

Sampai disini, blank. Si anak terlantar pendidikannya karena faktor x dari orangtuanya, dan ini sangat menyedihkan.

Dalam berita, dijelaskan bahwa pihak sekolah, dalam hal ini Wali Kelasnya ingin sekali si anak tetap bersekolah. Untuk itulah di absensi kelas, namanya tetap terpampang. Pihak Kepala Sekolahpun terlihat berusaha agar anak didiknya tetap bersekolah, begitu juga Komite Sekolah. Namun nampaknya keputusan ini keluar dari pihak yayasan.

Ini sangat keterlaluan. Yayasan dibawah Kementerian PUPR, memberhentikan impian seorang anak yang masih ingin bersekolah.

Inilah kacamata pendidikan kita. Dimana faktor uang sangat mendominasi di bidang pendidikan, apalagi jika ranahnya sudah sekolah swasta.

Miris!
Diubah oleh i.am.legend.
profile-picture
profile-picture
profile-picture
SoupAyam dan 70 lainnya memberi reputasi
65
Masuk untuk memberikan balasan
berita-dan-politik
Berita dan Politik
39.7K Anggota • 669.2K Threads
Kronologi Siswa SD Terpadu Putra 1 Jakarta Dikeluarkan dari Sekolah
06-01-2021 18:08
Kalo skolah komersil ya bgtu , atau bahkan mgkn rata2, banyak uang anak di sayang tidak punya uang anak di kucilkan
0 0
0
profile picture
KASKUS Freak
08-01-2021 10:34
Sebelum nuduh, coba ngitung dulu
dari gugel

Kronologi Siswa SD Terpadu Putra 1 Jakarta Dikeluarkan dari Sekolah

Jadi ada 28 orang di sekolah itu yang harus digaji dengan spp 160 anak.
SPP tiap anak 1.25 juta per bulan.
Berarti tiap bulan ada pemasukan 200 juta.
Misalkan 28 orang itu rata-rata digaji 7 juta, maka pengeluaran untuk gaji adalah 196 juta.

lihat juga gedung sekolahnya

Kronologi Siswa SD Terpadu Putra 1 Jakarta Dikeluarkan dari Sekolah

tiap ruang kelas ada ac-nya.

Jadi loe pikir sendiri dah, kira-kira duit spp segitu itu komersil gak? emoticon-No Hope
0
Memuat data ...
1 - 1 dari 1 balasan
icon-hot-thread
Hot Threads
Copyright © 2024, Kaskus Networks, PT Darta Media Indonesia