Entertainment
Pencarian Tidak Ditemukan
KOMUNITAS
link has been copied
274
Lapor Hansip
23-03-2020 19:10

Bahaya Corona Jakarta Karena Swasta Cuek

Warga yang ingin bekerja


Video


Berbagai upaya terus dilakukan banyak pihak untuk menekan penyebaran Covid-19. Pemerintah, WHO, dan beberapa pihak lainnya pun sepakat bahwa Social Distancing adalah cara yang paling tepat dan tidak otoriter. Namun tahapan berikutnya adalah yang justru paling sulit dilakukan. Yakni praktek di lapangan.

Seperti kita ketahui, social distancing bukan berarti hanya kesadaran diri dari publik untuk tidak berpergian atau menuju pusat keramaian. Social distancing perlu diiringi pula dengan kesadaran dari pihak swasta untuk menutup sementara tempat yang menjadi fokus berkumpulnya keramaian. Model social distancing pun akan makin sempurna ketika pemerintah menerapkan regulasi yang mendukung.

Secara teori, social distancing seharusnya berhasil. Tapi yang terjadi tak sesuai dengan harapan. Di tengah arahan pemerintah untuk melakukan social distancing, ternyata kerumunan tetap saja terjadi. Seperti di KRL Jabodetabek yang banyak dipakai warga untuk pergi bekerja. Meski setelah Gubernur DKI Anies Baswedan dan pemerintah pusat mengimbau agar masyarakat bekerja di rumahnya masing-masing alias Work From Home (WFH).

Imbauan ini tak cukup. Penyebaran virus corona tetap saja tinggi. DKI Jakarta menjadi wilayah dengan kasus Covid-19 tertinggi di Indonesia. Tentu pemerintah yang memiliki tanggung jawab besar terhadap warganya harus berupaya menekan tingginya penyebaran tersebut. Oleh karena itu pada Minggu 22 Maret 2020, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) memberlakukan penyesuaian jam operasional KRL Commuter Line yang berlaku mulai Senin, 23 Maret 2020. Penyesuaian jadwal menyebabkan KRL hanya beroperasi mulai pukul 06.00 – 20.00. Tujuannya untuk menekan penyebaran virus corona.

Senin pagi 23 Maret 2020, ternyata yang terjadi adalah pembludakan jumlah penumpang. Pengguna kereta saling berdesakan. Kita bisa bayangkan betapa rentannya penumpang tertular Covid-19 dalam kondisi yang ramai seperti itu. Penumpang pun menyalahkan penyesuaian jadwal yang dilakukan PT KCI. Oleh sebab itu, PT KCI mencabut perubahan jadwal operasional KRL dan mengembalikan jadwal sesuai dengan kondisi semula.

Sumber : [url=https://www.cnbcindonesia.com/news/20200323132250-4-146945/pembatasan-operasi-krlS E N S O Rmuter-line-dicabut]CNBC Indonesia[/url] [Pembatasan Operasi KRL Commuter Line Dicabut!]

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah ketika jadwal Commuter Line kembali seperti semula, keramaian di KRL tak akan terjadi? Tidak juga. Justru pemerintah dan PT KCI pada awalnya melakukan penyesuaian itu karena melihat masyarakat masih banyak yang menggunakan KRL untuk bekerja di tengah himbauan social distancing. Artinya banyak pihak swasta yang masih mewajibkan masyarakat untuk bekerja ke kantor di tengah wabah yang terus melanda.

Ingat, social distancing dapat berjalan efektif ketika semua pihak mau menerapkannya. Social distancing bukan hanya terjadi lewat kesadaran masyarakat, dan regulasi pemerintah. Pihak swasta yang menjadi penyebab masyarakat tetap pergi bekerja ke kantor pun harus sadar diri. Merekalah yang kini menjadi juru kunci dalam penyebaran virus corona di masa mendatang.

Bagaimana mungkin masyarakat dapat menjalankan imbauan social distancing ketika pihak swasta tidak turut serta berinisiatif menyukseskannya? Bahkan banyak pihak swasta seakan acuh tak acuh dengan imbauan ini. Kita tengok saja contoh kasus perusahaan telekomunikasi di Jakarta yang tetap meminta karyawannya bekerja di kantor meski sudah ada 3 karyawan di gedung perkantoran itu yang ditetapkan sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP).

Selain itu, ada pula karyawan yang tetap harus bekerja dikarenakan masalah kelangsungan hidup. Apabila mereka tidak bekerja, maka mereka tidak akan mendapatkan gaji. Para karyawan ini telah meminta agar pihak manajemen memberlakukan sistem WFH, tapi usulan itu ditolak.

Sumber : CNN Indonesia [Curhat Pekerja Jakarta Tetap Bekerja di Tengah Ancaman Corona]

Kita semua bisa saksikan betapa kejamnya pihak swasta yang terus meminta karyawannya bekerja di kantor. Bahkan apabila tak menurut, gaji mereka dapat dikurangi atau bahkan tak digaji sama sekali. Pihak swasta tak mau merugi sedikitpun di tengah pandemi corona yang telah mendunia. Padahal pemerintah saja mau merugi. Contoh kecilnya yakni pemerintah yang telah menyediakan hand sanitizer di tiap stasiun dan kereta sebanyak 2000 botol. Sementara swasta telah berbuat apa? Jangan-jangan penyebaran terbesar virus corona di Indonesia, khususnya yang terjadi di DKI Jakarta disebabkan oleh kengganan pihak swasta menerapkan social distancing demi kapital semata.

Apabila pihak swasta masih saja ngotot dan tak mau berinisiatif menerapkan social distancing, cepat atau lambat, pemerintah akan memberlakukan lockdown. Seperti yang terjadi di negara kapitalis AS. Pada 19 Maret 2020, Pemerintah negara bagian California menerapkan lockdown di wilayahnya. Kebijakan serupa disusul pula oleh Pemerintah negara bagian New York pada 22 Maret 2020. Pemberlakuan lockdowon disebabkan kedua daerah tersebut memiliki penyebaran Covid-19 terparah di AS. Bahkan Kasus Virus Covid-19 di New York mencapai 15.168 kasus, 114 di antaranya telah merenggut nyawa.

Efek dari lockdowon tersebut yakni pegawai pemerintah maupun swasta yang tidak esensial harus bekerja dari rumah masing-masing. Semua kegiatan di luar ruangan, dilarang. Bisnis-bisnis yang tidak esensial harus tutup. Apabila tetap dibuka, maka siap-siap mendapatkan denda dari pemerintah.

Uniknya, Presiden AS yang juga pengusaha swasta mendukung lockdown yang diambil kedua negara bagian tersebut.

Sumber : Liputan 6 [Gubernur New York Perintahkan Lockdown Akibat Corona COVID-19]

Kita bisa duga, pemerintah kedua negara bagian menerapkan lockdown karena masih banyak pihak swasta yang membandel, menyebabkan terjadinya keramaian, hingga akhirnya penyebaran Covid-19 tak terbendung.

Apakah Indonesia, khususnya Jakarta harus mengambil kebijakan yang serupa? Tentu apabila pihak swasta tak juga menggubris imbauan social distancing, maka penyebaran Covid-19 di Jakarta akan terus meningkat drastis. Ketika sudah sangat parah, maka mau tak mau pemerintah akan menerapkan lockdown. Apakah harus dipecut terlebih dahulu biar paham? Atau memang sebenarnya tak ada sifat humanis dari pihak-pihak swasta ini. AS sebagai negara yang sangat kapitalis saja pada akhirnya memberlakukan lockdown di beberapa negara bagiannya demi kemaslahatan rakyat.

Di tengah wabah corona seperti ini kita bisa lihat perbedaan antara pihak yang berideologi kapitalis murni dengan pihak kapitalis yang humanis.

Pihak swasta di Indonesia yang tetap memaksa karyawannya bekerja di kantor, tetap membuka gerai-gerai restorannya, tetap membuka kafe-kafe dan mall, bahkan memotong atau tidak menggaji karyawan yang mengikuti ajakan social distancing saat kondis pandemi seperti ini, adalah kapitalis murni. Kalian hanya mementingkan uang dan keuntungan, tak ingin merugi, dan menganggap pekerja sebagai sapi perah yang dapat dikuras sampai mati. 
Diubah oleh NegaraTerbaru
profile-picture
profile-picture
profile-picture
999999999 dan 50 lainnya memberi reputasi
45
Masuk untuk memberikan balasan
the-lounge
The Lounge
81.9K Anggota • 922.6K Threads
Bahaya Corona Jakarta Karena Swasta Cuek
23-03-2020 20:46
swasta jg mikir nyri duit buat byrin kryawan bro dan perushhan hrus ttp produksi,inilah dilemanya,,jdi menurut gw g adil nyebut swasta cuek,,mereka blm nemukan formulanya aj
profile-picture
profile-picture
profile-picture
slumama dan 12 lainnya memberi reputasi
13 0
13
profile picture
kaskus addict
26-03-2020 01:08


Gw setuju ama ini. Gak bisa juga kita salahin swasta ndak mau liburkan, lah karyawan mrk sendiri jg butuh uang, ndak ada suntikan dana jg kalau mau liburkan karyawan.

Lagipula kalo mau realistis, dunia ini ditentukan oleh uang kan? Mau makan perlu uang, tempat tinggal perlu uang, uang bukan segalanya tapi Manusia udah membuat segalanya perlu uang. Dilema jadinya.
0
Memuat data ...
1 - 1 dari 1 balasan
icon-hot-thread
Hot Threads
Copyright © 2024, Kaskus Networks, PT Darta Media Indonesia