- Beranda
- Berita dan Politik
Prabowo klaim kereta cepat tidak bermasalah, ingin tutup dugaan korupsi Whoosh?
...
TS
putraFH
Prabowo klaim kereta cepat tidak bermasalah, ingin tutup dugaan korupsi Whoosh?
Jakarta - Sengkarut utang kereta cepat, apa saja kejanggalan proyek Whoosh?
Presiden Prabowo Subianto dianggap mencoba membungkam dugaan korupsi kereta cepat Whoosh dengan mengklaim proyek besutan pendahulunya Joko Widodo itu tidak bermasalah. Apakah Komisi Pemberantasan (KPK) akan serius menindaklanjuti dugaan korupsi proyek raksasa itu?
Sebelumnya, KPK mengklaim bahwa proses penyelidikan dugaan korupsi kereta cepat Indonesia-China alias Whoosh akan terus berlanjut.
Langkah penyelidikan itu, kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, merupakan prosedur esensial untuk mendapatkan kepastian hukum, yaitu memastikan ada atau tidaknya unsur pidana korupsi dalam proyek tersebut.
"Penyelidikan, penyidikan, tidak ada larangan kan. Tidak ada satu larangan untuk melakukan penyelidikan. Kan alangkah bagusnya memang kalau ada penyelidikan sehingga ada kepastian hukum," kata Tanak di Jakarta, Rabu (05/11).
KPK, lanjutnya, telah memanggil dan meminta keterangan dari sejumlah pihak terkait dalam proses penyelidikan ini.
Bagaimanapun, pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy menyebut "bau" dugaan korupsi Whoosh "sangat menyengat" sejak mantan Presiden Jokowi tiba-tiba berbalik menggandeng China untuk menggarap proyek senilai Rp118 triliun tersebut.
Padahal kalau membandingkan tawaran yang diajukan Jepang, suku bunganya lebih murah.
Lalu, apakah APBN sanggup menanggung beban utang kereta cepat dan apa dampaknya?
KPK selidiki dugaan korupsi kereta cepat
Sengkarut utang Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memasuki babak baru setelah mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap ada dugaan tindak pidana proyek Whoosh di kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober lalu.
Di situ, dia mengklaim ongkos pembangunan per satu kilometer kereta cepat di Indonesia terlalu mahal, alias ada potensi penggelembungan harga.
Begitu isu dugaan mark up kereta cepat Whoosh mencuat, publik mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus tersebut.
Pada awal November kemarin, KPK mengaku sudah mulai memanggil sejumlah pihak terkait penyelidikan dugaan korupsi proyek Whoosh. Namun demikian, KPK tidak bisa mengungkap siapa saja pihak yang telah dimintai keterangan.
Akan tetapi, kata juru bicara KPK Budi Prasetyo, pihak yang dimintai keterangan adalah mereka yang diduga mengetahui konstruksi perkara tersebut. Harapannya, setiap informasi yang disampaikan akan membantu lembaga anti-rasuah mengungkap dugaan korupsi dari proyek senilai Rp118 triliun itu.
"Terkait dengan materi atau pihak-pihak yang diundang untuk dimintai keterangan, saat ini kami belum bisa menyampaikan detailnya secara lengkap seperti apa. Karena ini memang masih di tahap penyelidikan,"ujar Budi.
"Kami tentunya mengimbau kepada siapa saja pihak yang diundang dan dimintai keterangan terkait dengan perkara KCIC agar kooperatif dan menyampaikan informasi, data, dan keterangan yang dibutuhkan," sambungnya, Senin (03/01).
Di tengah proses penyelidikan, Presiden Prabowo Subianto justru membuat pernyataan mengejutkan.
Dia menyebut proyek kereta cepat besutan pendahulunya Joko Widodo bukanlah masalah. Karenanya pemerintah bakal membayar cicilan uang kereta cepat sebesar Rp1,2 triliun setiap tahun.
"Pokoknya enggak ada masalah, karena itu kita bayar mungkin Rp1,2 triliun per tahun," kata Prabowo di sela-sela kunjungannya meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru di Gambir, Jakarta, Selasa (04/01).
Ia juga menyatakan, uang untuk membayar utang ke pihak China sejatinya ada.
Uang tersebut, sebutnya, berasal dari hasil rampasan korupsi yang semestinya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Presiden pun meminta masalah Whoosh tidak hanya dilihat dari aspek untung-rugi. Melainkan melihat manfaat yang dirasakan masyarakat, semisal mengurangi kemacetan dan polusi.
"Duitnya ada. Duit yang tadinya dikorupsi [setelah diambil negara] saya hemat. Enggak saya kasih kesempatan. Jadi, Saudara, saya minta bantu saya semua. Jangan kasih kesempatan koruptor-koruptor itu merajalela. Uang nanti banyak untuk kita, untuk rakyat semua," ujar Prabowo.
Prabowo menutup-nutupi korupsi Whoosh?
Sejumlah pengamat ekonomi menilai pernyataan Presiden Prabowo itu seakan mencoba menutup-nutupi atau membungkam dugaan korupsi proyek Whoosh yang menelan biaya hingga Rp118 triliun.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, memaparkan dugaan korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung sangat terang benderang.
Hal itu bisa dilacak dari keputusan mantan Presiden Joko Widodo yang tiba-tiba menunjuk China—ketimbang Jepang—sebagai pemenang proyek tersebut. Padahal kalau merujuk pada tawaran suku bunga yang diajukan China lebih mahal, ketimbang Jepang.
Pada waktu itu, Jepang menawarkan investasi kereta cepat buatannya sebesar US$6,2 miliar, di mana 75% dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1% per tahun.
Sedangkan China, mengajukan nilai investasi lebih murah sebesar US$5,5 miliar. Tapi proposal itu belakangan berubah menjadi US$6,071 miliar dengan skema investasi 40% kepemilikan China dan 60% konsorsium BUMN serta sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2% per tahun.
Dan, dalam pengerjaannya terjadi pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,2 miliar dengan bunga utang sebesar 3,4%.
"Yang satu [Jepang] bunganya hanya 0,1%, sedangkan yang satunya [China] bunga utangnya 2% atau 20 kali lipat lebih besar. Ini tanpa bicarakan cost overrun ya. Tanpa itu, proyek dari Jepang ini seharusnya lebih meringankan. Kenapa proyek dari China bisa dimenangkan? Ini yang seharusnya diusut," jelas Anthony Budiawan kepada BBC News Indonesia.
Pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy, sependapat. Dia menyebut "bau" dugaan korupsi kereta cepat Whoosh sangat menyengat.
Itu bisa ditelisik dari kejanggalan pertama—sama seperti yang diduga Anthony—ketika pemerintahan Joko Widodo lebih memilih China dengan dalih tidak meminta jaminan dari APBN untuk pembiayaan, tapi memasang suku bunga lebih tinggi.
"Nah, kajian keuangan ini siapa yang memutuskan sehingga berani mengambil keputusan politik memilih China? Ini yang saya bilang, timnya harus dibongkar," ucap Ichsanuddin Noorsy kepada BBC News Indonesia.
Kejanggalan kedua, adalah saat terjadi pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,2 miliar gara-gara perubahan konstruksi dan ketidakstabilan tanah.
"Pertanyaan besarnya seberapa jauh tim yang memutuskan memilih China, melakukan kajian secara mendalam sehingga argumentasi pembengkakan biaya itu bisa diterima?" ungkapnya.
Kejanggalan ketiga, adanya dugaan pihak luar yang sengaja mengambil keuntungan dari perubahan keputusan pemerintah.
"Dalam bisnis biasa ada sunk cost, tapi siapa yang menikmati dalam konteks perubahan [keputusan] itu? Maka dalam konteks pergeseran dari Jepang ke China, saya menangkap ada asimetric information yang sangat besar."
Asimetri informasi adalah kondisi di mana salah satu pihak dalam suatu transaksi memiliki informasi yang lebih banyak, lebih baik, atau lebih relevan daripada pihak yang lainnya.
Kondisi itu menciptakan ketidakseimbangan kekuatan yang bisa menyebabkan keputusan yang tidak efisien.
Ichsanuddin Noorsy tak mau menuduh siapa-siapa saja pihak yang patut bertanggung jawab atas dugaan penyalahgunaan kekuasan dalam proyek kereta cepat Whoosh.
19 Desember 2022
KPK, menurutnya, harus segera menggandeng tim audit seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk membongkar ada-tidaknya kerugian negara maupun kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari keputusan itu.
Dan, jika terdapat kerugian, seberapa besar angkanya.
"Makanya saya minta ada audit finansial. Meskipun audit untuk masuk ke China akan susah luar biasa, karena begitu mengaudit China Development Bank (CDB) kemungkinan akan tertutup."
"Karena ini menyangkut soal reputasi dan kredibilitas BUMN mereka [China]."
Berapa utang yang harus dibayar Indonesia?
Atas dasar kejanggalan-kejanggalan itulah, Ichsanuddin dan Anthony menyarankan Presiden Prabowo tidak terburu-buru menyangkal dugaan korupsi Whoosh. Sebab sikap tersebut bisa dianggap tidak konsisten terhadap janji pemberantasan korupsi.
Di sisi lain, pernyataan tersebut dapat menciptakan citra negatif pemerintahan Prabowo di mata publik.
"Saya rasa ini akan membuat masyarakat banyak kecewa. Karena kasus hukumnya jadi tidak jelas, seolah-olah pemerintah yang sekarang mau menutup-nutupi dugaan korupsi rezim sebelumnya," papar Anthony.
"Tak hanya itu, pasti akan ada efek politiknya berupa elektabilitas. Sebab rakyat akan melihatnya."
Terlepas dari itu, Anthony menjabarkan pemerintah Indonesia dibebani oleh dua hal: utang pokok pinjaman dan bunga utang.
Untuk utang pokok pinjaman, katanya, baru akan mulai dibayarkan pada 2033 atau setelah sepuluh tahun beroperasi. Sedangkan bunga utangnya, langsung dibayar begitu kereta cepat berjalan.
Hitungan Anthony, beban bunga utang yang ditanggung oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang merupakan konsorsium perusahaan Indonesia adalah Rp1,2 triliun.
"Konsorsium Indonesia memegang saham 60%. Kalau total bunga utangnya Rp2 triliun, maka 60%-nya adalah Rp1,2 triliun. Tapi kelihatannya bunga utang itu tidak mungkin bisa [dibayar]," papar Anthony.
"Makanya KAI selaku pemilik saham mayoritas dalam konsorsium minta tambahan dana, entah dari Danantara atau APBN," sambungnya.
Adapun kalau ditambah dengan besaran utang pokok pinjaman, pemerintah Indonesia sedianya mesti mengeluarkan uang antara Rp3,8 triliun hingga Rp5 triliun.
Baginya, bunga utang yang sebesar Rp1,2 trilun saja sudah sangat membebani apalagi jika ditambahin utang pokok.
"Tapi mungkin rezim sekarang berpikirnya [kewajiban membayar utang pokok] biar menjadi urusan pemerintah di tahun 2033. Yang penting sekarang aman dulu," imbuhnya.
Apakah APBN sanggup membiayai utang Whoosh?
Ekonom Anthony Budiawan mengatakan jika bersandar pada aturan, urusan utang kereta cepat semestinya diberesin oleh Danantara selaku pengelola investasi BUMN. Sebab bagaimanapun, sedari awal proyek ini memakai skema business to business atau B2B.
Hanya saja, dia menduga Danantara keberatan menanggung utang itu karena bisa mengganggu tujuan mereka untuk mengoptimalkan investasi strategis negara demi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
"Padahal kalau dibilang mampu, ya mampu. Dividen yang diterima Danantara itu bisa sampai Rp80 triliun per tahun. Tapi masalahnya adalah tujuan dibentuknya Danantara bisa gagal."
Sementara, kalau bertumpu pada APBN juga bakal mempersempit ruang fiskal, kata Ichsanuddin Noorsy.
Pengamatannya tanpa beban utang Whoosh saja, utang luar negeri yang harus dibayar pemerintah pada 2025 mencapai Rp1.353 triliun. Itu artinya, pembayaran utang sudah memakan 37,36% dari total porsi anggaran negara.
"Sekarang kalau ditambah Whoosh, makin sempit ruang fiskal. Apa artinya kalau ruang fiskal makin sempit? APBN makin impoten memenuhi amanat konstitusi dan fungsi penyelenggara negara," cetusnya.
Karenanya, Anthony Budiawan menilai negosiasi restrukturisasi utang dengan China harus bisa menurunkan suku bunga utang menjadi 0,1%. Dengan begitu, PT KAI selaku pemegang saham mayoritas pada konsorsium perusahaan patungan kereta cepat Indonesia hanya perlu membayar Rp75 miliar.
"Jauh lebih murah kan ketimbang harus bayar Rp1,2 triliun?" ungkapnya.
"Dan PT KCIC bisa membiayai kewajibannya [utangnya] sendiri, tanpa mengganggu dana publik. Oleh karena itu negosiasi bukan memperpanjang tenor dari 40 tahun ke 60 tahun. Itu bukan solusi sama sekali. Itu adalah negosiasi terbodoh," tegasnya.
Sebelumnya Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim pemerintah Indonesia dan China telah sepakat merestrukturisasi pembiayaan proyek kereta cepat.
Salah satu yang disepakati, waktu pembayaran utang akan diperpanjang hingga 60 tahun.
Tetapi, baru-baru ini CEO BPI Danantara Rosan Roeslani menyebut negosiasi dengan China masih berjalan dan belum ada keputusan.
Lebih dari itu, dia juga mengkritik keputusan sepihak Presiden Prabowo yang ingin memperpanjang rute kereta cepat hingga ke Banyuwangi, Jawa Timur, tanpa membuka ruang diskusi dengan masyarakat dan kajian yang matang.
"Ini menunjukkan image pemerintah yang seenaknya," kata Anthony.
"Kalau kereta cepat mau sampai Banyuwangi, harus ada evaluasi, tender lagi. Tidak harus dipegang China."
"Ingat, ini memakai uang publik jadi harus transparan. Ini bukan uang Anda [Prabowo] pribadi."
Sejumlah pengamat ekonomi mengatakan jika pemerintah betul-betul memutuskan menggunakan uang hasil rampasan korupsi yang masuk ke dalam APBN untuk membayar cicilan utang Whoosh, maka harus mendapat persetujuan DPR.
"Jadi setiap pengeluaran negara itu harus ditetapkan dengan Undang-Undang. Begitu kita punya aturan keuangan negara," papar Anthony Budiawan.
Ketua DPR Puan Maharani berkata permasalahan utang Whoosh akan dibahas komisi terkait di DPR dan pemerintah.
Sementara itu, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah bilang apabila utang kereta cepat memang harus dibebankan ke APBN, pihaknya tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Namun, dia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek.
Dia juga mendorong agar KPK segera melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi kereta cepat. Langkah itu penting untuk memastikan tidak ada penyimpangan dana maupun penyalahgunaan kewenangan dalam proses pembangunan kereta cepat.
"KPK segera melakukan penyelidikan penyidikan. Itu akan lebih baik, tetapi juga jangan sampai menghentikan program yang dalam tanda kutip sangat baik," imbuhnya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
https://www.bbc.com/indonesia/articl...gkwnv8d29o.amp
Pembantu melindungi bos.
Prabowo itu termul pertama di dunia
Presiden Prabowo Subianto dianggap mencoba membungkam dugaan korupsi kereta cepat Whoosh dengan mengklaim proyek besutan pendahulunya Joko Widodo itu tidak bermasalah. Apakah Komisi Pemberantasan (KPK) akan serius menindaklanjuti dugaan korupsi proyek raksasa itu?
Sebelumnya, KPK mengklaim bahwa proses penyelidikan dugaan korupsi kereta cepat Indonesia-China alias Whoosh akan terus berlanjut.
Langkah penyelidikan itu, kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, merupakan prosedur esensial untuk mendapatkan kepastian hukum, yaitu memastikan ada atau tidaknya unsur pidana korupsi dalam proyek tersebut.
"Penyelidikan, penyidikan, tidak ada larangan kan. Tidak ada satu larangan untuk melakukan penyelidikan. Kan alangkah bagusnya memang kalau ada penyelidikan sehingga ada kepastian hukum," kata Tanak di Jakarta, Rabu (05/11).
KPK, lanjutnya, telah memanggil dan meminta keterangan dari sejumlah pihak terkait dalam proses penyelidikan ini.
Bagaimanapun, pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy menyebut "bau" dugaan korupsi Whoosh "sangat menyengat" sejak mantan Presiden Jokowi tiba-tiba berbalik menggandeng China untuk menggarap proyek senilai Rp118 triliun tersebut.
Padahal kalau membandingkan tawaran yang diajukan Jepang, suku bunganya lebih murah.
Lalu, apakah APBN sanggup menanggung beban utang kereta cepat dan apa dampaknya?
KPK selidiki dugaan korupsi kereta cepat
Sengkarut utang Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memasuki babak baru setelah mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap ada dugaan tindak pidana proyek Whoosh di kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober lalu.
Di situ, dia mengklaim ongkos pembangunan per satu kilometer kereta cepat di Indonesia terlalu mahal, alias ada potensi penggelembungan harga.
Begitu isu dugaan mark up kereta cepat Whoosh mencuat, publik mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus tersebut.
Pada awal November kemarin, KPK mengaku sudah mulai memanggil sejumlah pihak terkait penyelidikan dugaan korupsi proyek Whoosh. Namun demikian, KPK tidak bisa mengungkap siapa saja pihak yang telah dimintai keterangan.
Akan tetapi, kata juru bicara KPK Budi Prasetyo, pihak yang dimintai keterangan adalah mereka yang diduga mengetahui konstruksi perkara tersebut. Harapannya, setiap informasi yang disampaikan akan membantu lembaga anti-rasuah mengungkap dugaan korupsi dari proyek senilai Rp118 triliun itu.
"Terkait dengan materi atau pihak-pihak yang diundang untuk dimintai keterangan, saat ini kami belum bisa menyampaikan detailnya secara lengkap seperti apa. Karena ini memang masih di tahap penyelidikan,"ujar Budi.
"Kami tentunya mengimbau kepada siapa saja pihak yang diundang dan dimintai keterangan terkait dengan perkara KCIC agar kooperatif dan menyampaikan informasi, data, dan keterangan yang dibutuhkan," sambungnya, Senin (03/01).
Di tengah proses penyelidikan, Presiden Prabowo Subianto justru membuat pernyataan mengejutkan.
Dia menyebut proyek kereta cepat besutan pendahulunya Joko Widodo bukanlah masalah. Karenanya pemerintah bakal membayar cicilan uang kereta cepat sebesar Rp1,2 triliun setiap tahun.
"Pokoknya enggak ada masalah, karena itu kita bayar mungkin Rp1,2 triliun per tahun," kata Prabowo di sela-sela kunjungannya meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru di Gambir, Jakarta, Selasa (04/01).
Ia juga menyatakan, uang untuk membayar utang ke pihak China sejatinya ada.
Uang tersebut, sebutnya, berasal dari hasil rampasan korupsi yang semestinya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Presiden pun meminta masalah Whoosh tidak hanya dilihat dari aspek untung-rugi. Melainkan melihat manfaat yang dirasakan masyarakat, semisal mengurangi kemacetan dan polusi.
"Duitnya ada. Duit yang tadinya dikorupsi [setelah diambil negara] saya hemat. Enggak saya kasih kesempatan. Jadi, Saudara, saya minta bantu saya semua. Jangan kasih kesempatan koruptor-koruptor itu merajalela. Uang nanti banyak untuk kita, untuk rakyat semua," ujar Prabowo.
Prabowo menutup-nutupi korupsi Whoosh?
Sejumlah pengamat ekonomi menilai pernyataan Presiden Prabowo itu seakan mencoba menutup-nutupi atau membungkam dugaan korupsi proyek Whoosh yang menelan biaya hingga Rp118 triliun.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, memaparkan dugaan korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung sangat terang benderang.
Hal itu bisa dilacak dari keputusan mantan Presiden Joko Widodo yang tiba-tiba menunjuk China—ketimbang Jepang—sebagai pemenang proyek tersebut. Padahal kalau merujuk pada tawaran suku bunga yang diajukan China lebih mahal, ketimbang Jepang.
Pada waktu itu, Jepang menawarkan investasi kereta cepat buatannya sebesar US$6,2 miliar, di mana 75% dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1% per tahun.
Sedangkan China, mengajukan nilai investasi lebih murah sebesar US$5,5 miliar. Tapi proposal itu belakangan berubah menjadi US$6,071 miliar dengan skema investasi 40% kepemilikan China dan 60% konsorsium BUMN serta sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2% per tahun.
Dan, dalam pengerjaannya terjadi pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,2 miliar dengan bunga utang sebesar 3,4%.
"Yang satu [Jepang] bunganya hanya 0,1%, sedangkan yang satunya [China] bunga utangnya 2% atau 20 kali lipat lebih besar. Ini tanpa bicarakan cost overrun ya. Tanpa itu, proyek dari Jepang ini seharusnya lebih meringankan. Kenapa proyek dari China bisa dimenangkan? Ini yang seharusnya diusut," jelas Anthony Budiawan kepada BBC News Indonesia.
Pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy, sependapat. Dia menyebut "bau" dugaan korupsi kereta cepat Whoosh sangat menyengat.
Itu bisa ditelisik dari kejanggalan pertama—sama seperti yang diduga Anthony—ketika pemerintahan Joko Widodo lebih memilih China dengan dalih tidak meminta jaminan dari APBN untuk pembiayaan, tapi memasang suku bunga lebih tinggi.
"Nah, kajian keuangan ini siapa yang memutuskan sehingga berani mengambil keputusan politik memilih China? Ini yang saya bilang, timnya harus dibongkar," ucap Ichsanuddin Noorsy kepada BBC News Indonesia.
Kejanggalan kedua, adalah saat terjadi pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,2 miliar gara-gara perubahan konstruksi dan ketidakstabilan tanah.
"Pertanyaan besarnya seberapa jauh tim yang memutuskan memilih China, melakukan kajian secara mendalam sehingga argumentasi pembengkakan biaya itu bisa diterima?" ungkapnya.
Kejanggalan ketiga, adanya dugaan pihak luar yang sengaja mengambil keuntungan dari perubahan keputusan pemerintah.
"Dalam bisnis biasa ada sunk cost, tapi siapa yang menikmati dalam konteks perubahan [keputusan] itu? Maka dalam konteks pergeseran dari Jepang ke China, saya menangkap ada asimetric information yang sangat besar."
Asimetri informasi adalah kondisi di mana salah satu pihak dalam suatu transaksi memiliki informasi yang lebih banyak, lebih baik, atau lebih relevan daripada pihak yang lainnya.
Kondisi itu menciptakan ketidakseimbangan kekuatan yang bisa menyebabkan keputusan yang tidak efisien.
Ichsanuddin Noorsy tak mau menuduh siapa-siapa saja pihak yang patut bertanggung jawab atas dugaan penyalahgunaan kekuasan dalam proyek kereta cepat Whoosh.
19 Desember 2022
KPK, menurutnya, harus segera menggandeng tim audit seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk membongkar ada-tidaknya kerugian negara maupun kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari keputusan itu.
Dan, jika terdapat kerugian, seberapa besar angkanya.
"Makanya saya minta ada audit finansial. Meskipun audit untuk masuk ke China akan susah luar biasa, karena begitu mengaudit China Development Bank (CDB) kemungkinan akan tertutup."
"Karena ini menyangkut soal reputasi dan kredibilitas BUMN mereka [China]."
Berapa utang yang harus dibayar Indonesia?
Atas dasar kejanggalan-kejanggalan itulah, Ichsanuddin dan Anthony menyarankan Presiden Prabowo tidak terburu-buru menyangkal dugaan korupsi Whoosh. Sebab sikap tersebut bisa dianggap tidak konsisten terhadap janji pemberantasan korupsi.
Di sisi lain, pernyataan tersebut dapat menciptakan citra negatif pemerintahan Prabowo di mata publik.
"Saya rasa ini akan membuat masyarakat banyak kecewa. Karena kasus hukumnya jadi tidak jelas, seolah-olah pemerintah yang sekarang mau menutup-nutupi dugaan korupsi rezim sebelumnya," papar Anthony.
"Tak hanya itu, pasti akan ada efek politiknya berupa elektabilitas. Sebab rakyat akan melihatnya."
Terlepas dari itu, Anthony menjabarkan pemerintah Indonesia dibebani oleh dua hal: utang pokok pinjaman dan bunga utang.
Untuk utang pokok pinjaman, katanya, baru akan mulai dibayarkan pada 2033 atau setelah sepuluh tahun beroperasi. Sedangkan bunga utangnya, langsung dibayar begitu kereta cepat berjalan.
Hitungan Anthony, beban bunga utang yang ditanggung oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang merupakan konsorsium perusahaan Indonesia adalah Rp1,2 triliun.
"Konsorsium Indonesia memegang saham 60%. Kalau total bunga utangnya Rp2 triliun, maka 60%-nya adalah Rp1,2 triliun. Tapi kelihatannya bunga utang itu tidak mungkin bisa [dibayar]," papar Anthony.
"Makanya KAI selaku pemilik saham mayoritas dalam konsorsium minta tambahan dana, entah dari Danantara atau APBN," sambungnya.
Adapun kalau ditambah dengan besaran utang pokok pinjaman, pemerintah Indonesia sedianya mesti mengeluarkan uang antara Rp3,8 triliun hingga Rp5 triliun.
Baginya, bunga utang yang sebesar Rp1,2 trilun saja sudah sangat membebani apalagi jika ditambahin utang pokok.
"Tapi mungkin rezim sekarang berpikirnya [kewajiban membayar utang pokok] biar menjadi urusan pemerintah di tahun 2033. Yang penting sekarang aman dulu," imbuhnya.
Apakah APBN sanggup membiayai utang Whoosh?
Ekonom Anthony Budiawan mengatakan jika bersandar pada aturan, urusan utang kereta cepat semestinya diberesin oleh Danantara selaku pengelola investasi BUMN. Sebab bagaimanapun, sedari awal proyek ini memakai skema business to business atau B2B.
Hanya saja, dia menduga Danantara keberatan menanggung utang itu karena bisa mengganggu tujuan mereka untuk mengoptimalkan investasi strategis negara demi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
"Padahal kalau dibilang mampu, ya mampu. Dividen yang diterima Danantara itu bisa sampai Rp80 triliun per tahun. Tapi masalahnya adalah tujuan dibentuknya Danantara bisa gagal."
Sementara, kalau bertumpu pada APBN juga bakal mempersempit ruang fiskal, kata Ichsanuddin Noorsy.
Pengamatannya tanpa beban utang Whoosh saja, utang luar negeri yang harus dibayar pemerintah pada 2025 mencapai Rp1.353 triliun. Itu artinya, pembayaran utang sudah memakan 37,36% dari total porsi anggaran negara.
"Sekarang kalau ditambah Whoosh, makin sempit ruang fiskal. Apa artinya kalau ruang fiskal makin sempit? APBN makin impoten memenuhi amanat konstitusi dan fungsi penyelenggara negara," cetusnya.
Karenanya, Anthony Budiawan menilai negosiasi restrukturisasi utang dengan China harus bisa menurunkan suku bunga utang menjadi 0,1%. Dengan begitu, PT KAI selaku pemegang saham mayoritas pada konsorsium perusahaan patungan kereta cepat Indonesia hanya perlu membayar Rp75 miliar.
"Jauh lebih murah kan ketimbang harus bayar Rp1,2 triliun?" ungkapnya.
"Dan PT KCIC bisa membiayai kewajibannya [utangnya] sendiri, tanpa mengganggu dana publik. Oleh karena itu negosiasi bukan memperpanjang tenor dari 40 tahun ke 60 tahun. Itu bukan solusi sama sekali. Itu adalah negosiasi terbodoh," tegasnya.
Sebelumnya Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim pemerintah Indonesia dan China telah sepakat merestrukturisasi pembiayaan proyek kereta cepat.
Salah satu yang disepakati, waktu pembayaran utang akan diperpanjang hingga 60 tahun.
Tetapi, baru-baru ini CEO BPI Danantara Rosan Roeslani menyebut negosiasi dengan China masih berjalan dan belum ada keputusan.
Lebih dari itu, dia juga mengkritik keputusan sepihak Presiden Prabowo yang ingin memperpanjang rute kereta cepat hingga ke Banyuwangi, Jawa Timur, tanpa membuka ruang diskusi dengan masyarakat dan kajian yang matang.
"Ini menunjukkan image pemerintah yang seenaknya," kata Anthony.
"Kalau kereta cepat mau sampai Banyuwangi, harus ada evaluasi, tender lagi. Tidak harus dipegang China."
"Ingat, ini memakai uang publik jadi harus transparan. Ini bukan uang Anda [Prabowo] pribadi."
Sejumlah pengamat ekonomi mengatakan jika pemerintah betul-betul memutuskan menggunakan uang hasil rampasan korupsi yang masuk ke dalam APBN untuk membayar cicilan utang Whoosh, maka harus mendapat persetujuan DPR.
"Jadi setiap pengeluaran negara itu harus ditetapkan dengan Undang-Undang. Begitu kita punya aturan keuangan negara," papar Anthony Budiawan.
Ketua DPR Puan Maharani berkata permasalahan utang Whoosh akan dibahas komisi terkait di DPR dan pemerintah.
Sementara itu, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah bilang apabila utang kereta cepat memang harus dibebankan ke APBN, pihaknya tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Namun, dia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek.
Dia juga mendorong agar KPK segera melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi kereta cepat. Langkah itu penting untuk memastikan tidak ada penyimpangan dana maupun penyalahgunaan kewenangan dalam proses pembangunan kereta cepat.
"KPK segera melakukan penyelidikan penyidikan. Itu akan lebih baik, tetapi juga jangan sampai menghentikan program yang dalam tanda kutip sangat baik," imbuhnya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
https://www.bbc.com/indonesia/articl...gkwnv8d29o.amp
Pembantu melindungi bos.
Prabowo itu termul pertama di dunia
sueeeeebener dan 2 lainnya memberi reputasi
3
395
30
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
691.2KThread•56.6KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya