yellowmarkerAvatar border
TS
yellowmarker
Meski Ada Bansos, Daya Beli Masyarakat Tetap Tergerus
Quote:


24 Maret 2023 06:47 WIB
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pedagang sayur menunggu pembeli di Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, Rabu (22/2/2023). Fluktuasi sejumlah komoditas, termasuk cabai, berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat.


HENDRIYO WIDI

JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga sejumlah pangan pokok tetap akan menggerus daya beli masyarakat kelas menengah bawah kendati mereka mendapatkan bantuan sosial. Di sisi lain, masih ada di antara mereka yang tidak memiliki upah bulanan dan tidak terdaftar sebagai peserta program bantuan sosial. Hal ini juga perlu menjadi perhatian.

Berdasarkan Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (NFA), Kamis (23/3/2023), sejumlah pangan pokok yang harganya masih tinggi adalah beras medium, cabai rawit merah, minyak goreng curah, daging sapi, serta daging dan telur ayam ras. Harga rata-rata nasional beras medium, misalnya, mencapai Rp 11.900 per kilogram (kg).

Harga beras medium itu naik dari pekan lalu yang sebesar Rp 11.830 per kg. Harga tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan harga eceran tertinggi (HET) beras medium yang ditetapkan NFA berdasarkan zona, yakni Rp 10.900-Rp 11.800 per kg.

Di periode yang sama, harga rata-rata nasional minyak goreng curah Rp 15.000 per liter atau naik tipis dibandingkan dengan pekan lalu yang sebesar Rp 14.990 per liter. Harga ini tidak jauh beda dengan harga minyak goreng kemasan merek Minyakita yang sebesar Rp 15.100 per liter. Namun, harga Minyakita itu lebih tinggi dari yang ditetapkan Kementerian Perdagangan sebesar Rp 14.000 per liter.


Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, mengatakan, kenaikan harga sejumlah pangan pokok terjadi di tengah pulihnya pendapatan masyarakat dari imbas pandemi Covid-19. Namun, tingkat kepulihan pendapatan itu berbeda karena bergantung pada sektor dan kelompok penghasilan.

Mereka yang bekerja di sektor formal dan berpenghasilan tetap bulanan tidak terlalu merasakan perubahan berdasarkan level kepulihan. Hal itu lantaran penghasilan dasar mereka tidak berubah, baik ketika pandemi maupun saat ini.

”Berbeda dengan yang bekerja di sektor informal. Mereka, seperti pengojek daring, sopir taksi, dan pedagang, merasakan perubahan pemulihan pendapatan karena ekonomi sudah menggeliat. Mereka merasakan pemulihan penghasilan meski harga sejumlah pangan pokok naik sejak sebelum Ramadhan,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta, Kamis.

Rusli berpendapat, kenaikan harga sejumlah pangan pokok sejak sebelum Ramadhan itu pasti akan menggerus daya beli masyarakat, terutama kelompok kelas menengah bawah. Hal itu terindikasi dari proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi.

Kenaikan harga sejumlah pangan pokok terjadi di tengah pulihnya pendapatan masyarakat dari imbas pandemi Covid-19. Namun, tingkat kepulihan pendapatan itu berbeda karena bergantung pada sektor dan kelompok penghasilan.

KOMPAS/PRIYOMBODO
Pengemudi ojek daring mengenakan jas hujan saat hujan mengguyur di jalan layang Prof Dr Satrio, Jakarta Selatan, Rabu (15/3/2023).

Berdasarkan data Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) Februari 2023, rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi meningkat dari 73,6 persen pada Januari 2023 menjadi 75 persen pada Februari 2023. Di sisi lain, proporsi pendapatan konsumen yang disimpan relatif stabil, yakni dari 16,7 persen pada Januari 2023 menjadi 16,4 persen pada Februari 2023.

Jika dibedah per kelompok pengeluaran, lanjut Rusli, hanya kelompok pengeluaran Rp 2,1 juta-Rp 3 juta per bulan yang proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi turun. Pada Januari 2023 rasionya 74,9 persen, sedangkan pada Februari 2023 sebesar 74,6 persen.

”Itu baru kelompok masyarakat berbagai kelas yang memiliki penghasilan bulanan. Masih ada kelompok menengah bawah yang tidak berpenghasilan tetap dan tidak terdaftar sebagai peserta bantuan sosial (bansos). Harga pangan yang masih tinggi akan semakin menekan mereka karena biaya hidup yang dikeluarkan semakin besar,” kata Rusli.

Rusli juga mengapresiasi kebijakan pemerintah yang menggulirkan bansos, tunjangan hari raya (THR) bagi pegawai negeri sipil, dan melanjutkan program Kartu Prakerja. Upaya-upaya itu secara umum cukup mengompensasi agar daya beli masyarakat tidak tergerus lebih dalam. Namun, pemerintah tetap perlu memperhatikan para pekerja informal yang tidak mendapatkan THR dan tidak menjadi peserta program bansos.

Masih ada kelompok menengah bawah yang tidak berpenghasilan tetap dan tidak terdaftar sebagai peserta bansos. Harga pangan yang masih tinggi akan semakin menekan mereka karena biaya hidup yang dikeluarkan semakin besar.


Kementerian Keuangan mencatat, bansos pangan berupa beras 10 kg, daging ayam, dan telur ayam akan diberikan bagi 21,35 juta keluarga penerima manfaat (KPM) program keluarga harapan (PKH) dan bantuan pangan nontunai (BPNT). Bansos pangan itu akan disalurkan pada Maret, April, dan Mei 2023.

Dana yang akan digulirkan senilai total Rp 8,25 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 7,8 triliun untuk beras termasuk biaya distribusi dan Rp 450 miliar untuk telur dan daging ayam.

Rusli berharap agar pemerintah memastikan penyaluran bansos pangan itu tepat sasaran dan waktu. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan pasokan barang, baik stok maupun pendistribusian, terjaga agar harga tidak naik terlalu tinggi.

”Pemerintah juga perlu memastikan tidak ada oknum yang bermain-main menaikkan harga pangan di saat Ramadhan-Lebaran. Adapun untuk jangka panjang, pemerintah harus mengusahakan kenaikan daya beli masyarakat dengan penyediaan pekerjaan dan upah yang layak,” kata Rusli.

Pedagang menunggui cabai rawit merah yang dijualnya di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta, Kamis (23/3/2023). Sejumlah bahan pangan harganya tinggi. Seperti cabai rawit merah ini harganya di pasar induk masih berkisar Rp 70.000-Rp 75.000 per kilogram.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Pedagang menunggui cabai rawit merah yang dijualnya di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta, Kamis (23/3/2023). Sejumlah bahan pangan harganya tinggi. Seperti cabai rawit merah ini harganya di pasar induk masih berkisar Rp 70.000-Rp 75.000 per kilogram.

Fase kenaikan harga

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri menilai, pemeirntah kurang mampu mengatasi kenaikan harga sejumlah pangan pokok. Kenaikan harga pangan itu terjadi jauh sebelum Ramadhan sehingga akan berpengaruh pada pembentukan harga komoditas tersebut pada masa Ramadhan-Lebaran.

”Biasanya, kenaikan harga pangan terjadi pada H-7 hingga H-3 sebelum Ramadhan, H-7 hingga H-3 Lebaran, dan H+2 hingga H+3 Lebaran. Namun, pada tahun ini, kenaikan harga pangan justru terjadi jauh sebelum Ramadhan. Bahkan, beberapa di antaranya, seperti beras dan kedelai, terjadi sejak akhir tahun lalu,” kata Abdullah.

Kendati begitu, lanjut Abdullah, pemerintah tetap perlu mencermati fase kenaikan harga pangan tersebut. Pemerintah juga perlu menjamin agar stok dan harga pangan tetap terjaga sehingga tidak membebani masyarakat, terutama kelas menengah bawah, termasuk pedagang.

Editor:
NUR HIDAYATI



Quote:


Irak dan Lebanon unjuk rasa protes devaluasi mata uang.
Salah satu cara untuk membatasi impor dan meningkatkan ekspor ya devaluasi mata uang.
Kalo enga gitu gimana caranya menang melawan harga seberang.
Modal kreativitas, packaging dan marketing di tiktok (?)
Bersaing dengan produk bermargin rendah aja Indonesia kalah.
Apalagi produk bermargin tinggi.
Bagaimana menurut kalian gaes ?
emoticon-Entahlah

 
Diubah oleh yellowmarker 26-03-2023 09:31
scorpiolama
scorpiolama memberi reputasi
1
1.5K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.7KThread40.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.