Sumber Gambar

Piala Dunia merupakan salah satu turnamen sepakbola yang paling ditunggu di dunia. Ajang di mana negara dari seluruh dunia saling bersaing demi memperebutkan piala paling bergengsi sedunia itu. Sehingga tak heran banyak tim yang mengeluarkan pemain terbaiknya demi mempertaruhkan piala di ajang FIFA tersebut.

Menjadi tuan rumah piala dunia tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi suatu negara. Karena dengan menjadi tuan rumah, bukan tak mungkin perhatian dunia akan terpusat ke negara tersebut. Dan hal ini bisa dimanfaatkan negara tersebut untuk mempromosikan budaya hingga pariwisatanya.

Beruntungnya, Indonesia berhasil menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Walau masih di level Asia, tahapan ini menjadi momen penting untuk melihat kesiapan Indonesia apabila suatu saat nanti ingin menjadi tuan rumah piala dunia. Sekaligus momen penting pemain-pemain muda untuk unjuk bakat di mata internasional.


Sumber Gambar

Namun sayangnya, ada kabar kurang baik dari turnamen yang akan diselenggarakan pada bulan Mei ini. Kabarnya ada sejumlah pihak yang menolak kedatangan timnas Israel yang lolos ke turnamen ini. Pihak-pihak itu adalah MUI, Muhammadiyah, DDII dan politikus PKS yang kini menjabat di DPRD DKI Jakarta. Alasannya jelas karena solidaritas terhadap Palestina.

Bahkan Wakil Ketua MPR pun menolak kedatangan timnas Israel. Hal ini tak lain dan tak bukan jelas karena perilaku Israel yang dengan kejam menjajah dan melakukan kejahatan pada warga Palestina. Yang pada akhirnya berbuntut boikot dan penolakan di mana-mana termasuk Indonesia. Mereka dengan tegas menolak Israel untuk menginjakkan kaki di tanah air.

Mereka juga menyebut bahwa sejak dulu Indonesia merupakan negara yang anti dengan penjajahan. Sehingga seharusnya Indonesia memberi sikap penolakan dengan para penjajah sebagai bentuk solidaritas dengan negara yang dijajah. Dalam kasus ini Palestina.


Sumber Gambar

Menurut politikus PKS Muhammad Taufik Zoelkifli, menerima Israel di sini hanya akan melukai hati orang-orang yang cinta damai dan membela Palestina. Lalu dari MUI, mereka menuntut ketegasan dari pemerintah untuk ikut menolak Israel. Bahkan Wakil Ketua MPR menyebut pemerintah harus berani seperti Soekarno yang pernah melarang Indonesia tanding dengan Israel di tahun 1958.

Erick Thohir sebagai Ketum PSSI lantas buka suara terkait isu ini. Menurut Erick, turnamen ini harus berjalan sesuai dengan kontrak Indonesia sebagai tuan rumah. Yaitu menjamin kedatangan siapapun yang ingin bertanding di turnamen ini termasuk Israel. Apabila Indonesia tidak bisa memenuhi syarat ini, maka akan menyulitkan Indonesia pada Biding Olimpiade 2036 dan Piala Dunia 2034.

Selain itu, akan sangat memalukan apabila Indonesia selaku tuan rumah tidak bisa berada di posisi yang seharusnya. Di mana tuan rumah menerima dan menjamu semua tamu-tamunya. Apabila terjadi penolakan, maka akan membuat beberapa pihak kapok untuk mengadakan event penting di Indonesia.


Sumber Gambar

Dari sini sudah kelihatan apabila pejabat-pejabatnya saja sudah melakukan penolakan, bagaimana dengan pengikutnya? Tentu akan sangat beresiko bagi Timnas Israel apabila datang ke Indonesia dengan keadaan seperti ini. Pemerintah harus memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi mereka apabila penolakan ini terus berlangsung.

Daripada Israel yang tidak boleh hadir, menurut TS akan lebih fair jika Indonesia sebaiknya mengundurkan diri saja dari tuan rumah Piala Dunia. Hal ini akan sangat memalukan dan akan sangat berdampak kepada kepercayaan FIFA kepada negara kita, tapi mau bagaimana lagi? Tidak adil untuk timnas Israel kalau mereka dilarang hadir karena urusan politik.


Sumber Gambar

Apakah politik dan sepakbola seharusnya tidak disatukan?

Menurut TS, sepakbola dan politik tidak bisa terpisahkan. Karena FIFA pun cukup munafik dengan menyebut politik dan sepakbola tak bisa dipisahkan tapi memboikot Rusia dan melarangnya tampil di gelaran Piala Dunia 2022. Jadi sepakbola dan politik tak bisa dipisahkan? Bullshit gan!



Menurut kalian haruskah Israel ditolak?

Sumber:
Link Referensi 1
Link Referensi 2
Link Referensi 3
Link Referensi 4
Link Referensi 5
Tulisan dan Narasi Pribadi