Masa kecil memang masa paling bahagia, terlebih ketika tempat bermainnya luas seperti lapangan dan beberapa kebun alami yang indah dan cantik seringkali kita temukan sebuah habitat atau sekelompok hewan menggoda untuk di dekati lebih jauh.
Bagi bocil era 80-90 an tentu sangat bersyukur karena banyak bermain diluar, bermain bola, layangan, manjat pohon, memancing ikan, berenang di kali bahkan bisa bebas berlari seolah tanpa batas waktu dengan catatan selama emak dirumah belum gusar mencari sambil membawa sapu lidi handalannya.
Bermain dilingkungan tempat tinggal dan sebagian yang tinggal dipelosok kampung biasanya seringkali menangkap atau berburu binatang, 'ngebolang' istilah anak cowok zaman sekarang.
Nah, beberapa binatang liar yang seringkali jadi buruan bocil kala itu yang masih saya ingat adalah sebagai berikut:
Capung, si naga terbang versi mungil ini dulu salah satu kesenangan saya untuk diburu. Dahulu warna Capung banyak sekali, favorit saya biasanya Merah dan Hitam, keduanya itu paling gesit dan sulit ditangkap.
Capung warna hijau dan jenis Capung jarum juga menarik dan termasuk mudah ditangkap dengan tongkat yang ujungnya diberi perangkap dari plastik kiloan yang disobek bagian ujungnya.
Belalang, yes ditempat saya kalau sekitar jam 7-an pagi banyak sekali keluar dari persembunyiannya dari ukuran kecil sampai sepanjang kotak rokok, mereka biasanya menempel dipermukaan rumput gajah yang masih basah dan tersinari mentari pagi.
Menangkap belalang juga terbilang sulit seperti capung. Kita harus mengendap dari belakang, sangat pelan dengan perangkap yang sama dengan perangkap Capung kalau gagal belalang akan melompat atau terbang menjauh. Seru, kejar-kejaran.
Kunang kunang, biasanya ditemukan setelah panen padi atau sering muncul di kebun belakang rumah, dengan kerlap kerlip cahaya yang unik pada bagian perutnya terlihat sangat indah. Cuma mitos yang berkembang dulu adalah kunang-kunang itu kukunya orang mati membuat kita terkadang jadi ngeri-ngeri sedap untuk menangkapnya.
Sayangnya zaman sekarang kunang-kunang sangat langka karena dalam sebuah studi BBC kunang-kunang terpolusi cahaya oleh lampu kota dan banyaknya kendaraan membuat perkembangan biolumenesensi kunang-kunang terganggu. Akibatnya sering ditemukan kunang-kunang tidak mengeluarkan cahaya lagi. Kita bisa juga melihat perbedaan zaman dulu, bintang dilangit amat mudah terlihat tapi kini bintang sulit terlihat karena polusi cahaya lampu.
Berudu atau kecebong kami dulu menyebutnya adalah anakan kodok. Cara berenangnya yang lucu karena ekornya meliuk egal-egol dan hitam warnanya itu terlihat sangat lucu dan bikin kami gregetan untuk segera diserok (ditangkap).
Senangnya bukan main kalau dapat banyak, mirip 'bubble boba' tapi berekor mini yang kalau dipegang terasa lembut licin. Tapi begitu berubah jadi kodok kecil biasanya langsung kita lepas karena suka geli atau jijik melihat atau memegang kodok yang mulai berlendir itu.
Ikan kecil, saya rasa anak zaman sekarang masih ada yang suka berburu ikan-ikan kecil ini. Bedanya dulu kita mencari sambil berenang kemudian kepinggir mencari air yang lebih tenang dan banyak daun-daun biasanya banyak anakan ikan disana.
Disaat berburu biasanya membentuk kelompok menlebar lalu bersatu ditengah air atau menepi memojokkan para anakan ikan lalu tinggal kita serok. Jika beruntung kita bisa mendapat ikan yang lebih besar atau jenis ikan lain yang bisa dibawa pulang lalu diserhakan emak dirumah untuk dimasak seperti ikan lele, betok, atau gabus.
Lalat. Sebenarnya saya jijik dengan hewan ini tapi karena melihat teman-teman begitu asik jika berhasil menangkapnya akhirnya saya terlarut dalam suasana, meski beberapa kali kena marah emak kalau kepergok langsung tapi namanya anak-anak tetap aja lalat itu jadi buruan.
Cara menangkapnya pun butuh tantangan, masih dengan plastik kiloan yang diikatkan diujung ranting atau kayu kecil para lalat jika sudah banyak terkumpul tinggal kita kocok-kocok sampai mereka 'mabok' lalu kita lepaskan. Ada yang sudah mati, terbang nabrak tembok atau pohon membuat kita tertawa kesenangan, seperti menyiksa ya, tapi disini klimaks kebahagiaan itu terjadi.
Cicak, beruntung di agama saya binatang cicak termasuk dibolehkan untuk diburu. Jadi ketika mencarinya kita punya cara yang sangat manjur dijamin selalu dapat. Biasanya ada yang memberi umpan sebutir nasi di ujung batang lidi, tapi umpan yang kita beri kita masukan kedalam kail ikan kecil.
Ketika si cicak berhasil memakan butiran nasi itu maka prosesnya seperti kita menarik umpan yang dimakan ikan, ada proses tarik ulur, pokoknya seru deh apalagi kalau cicak mulai memutuskan ekornya sendiri, geli tapi seru.
Burung, jujur saja saya hampir tidak pernah berburu burung karena untuk seukuran saya waktu itu masih terlalu kecil, jadi senangnya hanya ikut-ikutan sama teman sebaya yang usianya lebih tua dua atau tiga tahun, kelas SMP lah kira-kira.
Teman saya aebut saja namanya Firli paling jago buat jebakan burung termasuk membuat jebakan dari kandang kosong yang dalamnya diberi umpan. Burung yang sering kita dapat dulu biasanya burung gereja atau burung emprit.
Belut, yes... biasanya kalau kita sedang berburu ikan maka sambilannya adalah mencari belut ditepian atau dibibir sungai atau saluran kecil yang airnya bening dan tenang dibawah galangan sawah. Umpannya sama dengan ikan yaitu cacing tanah yang kita potong jadi beberapa bagian, perbagian itu untuk satu mata kail pancing.
Mencari belut disiang hari termasuk susah-susah gampang karena belut hewan nocturnal yang mencari makan diwaktu malam, siangnya mereka bobok cantik bersama pasangan setianya. Proses tarik ulur pancingan saat belut memakan umpan sangat seru, terkadang tali pancing sampai putus dan belut berhasil kabur makin kedalam lubangnya.
Sebuah opini
Img. Gugel
Copyright © 2016 - 2022 iskrim™
All Rights Reserved | Member of Thread Creator Gen. 1 - KASKUS
